Kedermawanan yang Terus Bermekaran
Sebagian aksi kedermawanan yang bermekaran saat pandemi bertransformasi menjadi gerakan dalam bentuk lain. Ada yang menjadi gerakan ekonomi akar rumput. Ada juga yang menjadi yayasan.

Warga mengambil paket berisi sejumlah bahan makanan yang dibagikan dalam kegiatan cantelan di Kelurahan Bumijo, Jetis, Yogyakarta, Jumat (17/6/2022). Kegiatan berbagi bahan makanan untuk warga yang membutuhkan tersebut mulai berlangsung sejak awal pandemi Covid-19 dan terus rutin dilakukan hingga saat ini.
Kedermawanan yang bermekaran saat puncak pandemi Covid-19 satu-dua tahun lalu berlanjut hingga sekarang. Sebagian aksi kedermawanan itu bertransformasi menjadi gerakan dalam bentuk lain. Ada yang menjadi gerakan ekonomi akar rumput. Ada juga yang menjadi yayasan.
Ketika puncak pandemi Covid-19 pada April 2020, muncul gerakan cantelan. Gerakan ini diinisiasi Ardiati di Dusun Rajek Lor, Desa Tirtonadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Lantas gerakan ini diduplikasi secara luas oleh Sulastama Raharja. Mereka berdua tergabung dalam komunitas Kagama Care.
Bentuk gerakannya sederhana saja. Mereka yang ingin membantu sesama cukup mencantelkan plastik berisi sayur-mayur dan bahan lauk di pagar rumah. Siapa pun yang membutuhkan silakan ambil. Aksi berbagi semacam ini sebenarnya juga muncul di banyak daerah. Tetapi, gerakan cantelan di Yogyakarta dan sekitarnya berkembang menjadi sebuah jaringan yang terkoordinasi.

Warga memilih bahan makanan siap masak yang dibagikan bertepatan dengan Hari Kartini di lapangan perumahan Taman Asri, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Rabu (21/4/2021). Kegiatan berbagi bahan makanan yang digagas oleh warga bernama Tuti Hernowo ini telah berjalan sejak awal pandemi tahun 2020. Sebanyak 100 paket bahan makanan yang dibagikan seminggu sekali ini berasal dari sumbangan para donatur.
Ekandari Sulistyaningsih, salah seorang motor gerakan cantelan di Kota Yogyakarta, menceritakan, gerakan cantelan telah meluas ke 119 titik yang tersebar di DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Barat, dan lain-lain.
Kini, setelah dua tahun, gerakan cantelan masih berlanjut meski pandemi mereda. Bentuknya tidak lagi sekadar cantelan, tetapi di beberapa tempat gerakan ini bertransformasi menjadi gerakan ekonomi ibu-ibu. Salah satunya di Kota Yogyakarta.
Transformasi kedermawanan juga terjadi pada Manguni 86, komunitas juru masak asal Manado yang rajin membuka dapur umum saat bencana besar terjadi, termasuk saat pandemi. Dua tahun setelah pandemi, komunitas ini berubah menjadi yayasan. Dengan cara seperti itu, gerakan kedermawanan Manguni 86 menjadi lebih terarah.
Bagaimana transformasi ini terjadi? Mari kita simak kisah para pelakunya.
Dua tahun lalu, Fransiska Erna (40) dan suami merasakan kejamnya dampak pandemi Covid-19. Mereka kehilangan pekerjaan di sebuah salon kecantikan di Yogyakarta lantaran majikan sudah tidak mampu membayar.

Warga mengambil paket berisi sejumlah bahan makanan yang dibagikan dalam kegiatan cantelan di Kelurahan Bumijo, Jetis, Yogyakarta, Jumat (17/6/2022). Kegiatan berbagi bahan makanan untuk warga yang membutuhkan tersebut mulai berlangsung sejak awal pandemi Covid-19 dan terus rutin dilakukan hingga saat ini.
Erna sempat mencoba menjadi tukang cuci pakaian dan jadi reseller makanan. Tetapi, hasilnya jauh dari cukup untuk membiayai makan sehari-hari keluarga. Dalam keadaan nyaris putus asa, ia mendapat tawaran menjadi sukarelawan gerakan cantelan. Erna bergabung dengan gerakan itu meski tidak dibayar.
”Daripada stres di rumah, lebih baik saya punya kegiatan,” katanya, Minggu (12/6/2022), saat ditemui di homestay Ndalem Mangunsudiran milik Ekandari di Karangwaru, Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Tempat itu menjadi semacam ”markas” gerakan cantelan di Kota Yogyakarta.
Mei 2022, Erna mulai menyalurkan paket bahan makanan yang dana awalnya berasal dari Kagama Care. Ia cantelkan plastik-plastik berisi makanan di depan pagar rumahnya di Lempuyangan. Ternyata, banyak orang yang mau mendanai cantelan dan semakin banyak orang yang terbantu.
Seiring dengan itu, sejumlah orang datang kepada Erna, meminta tolong dimasakkan nasi kotak bagi yang menjalani isolasi mandiri. ”Saya enggak ambil untung. Cuma ikut numpang makan dari situ, paling tidak untuk satu hari,” katanya.

Warga mendengarkan pengumuman tentang nama donatur sebelum mengambil paket berisi sejumlah bahan makanan dalam kegiatan cantelan di Kelurahan Bumijo, Jetis, Yogyakarta, Jumat (17/6/2022). Kegiatan berbagi bahan makanan untuk warga yang membutuhkan tersebut mulai berlangsung sejak awal pandemi Covid-19 dan terus rutin dilakukan hingga saat ini.
Hingga saat ini Erna masih terlibat dalam gerakan kedermawanan ini. Namun, bentuknya berubah dari ”cantelan” menjadi nasi kotak yang dibagikan tiap Jumat kepada anak-anak jalanan, tukang becak, dan para janda miskin. Jumlahnya 20 nasi kotak. Tetapi, jika ada donatur yang menyumbang dana lebih besar, jumlah nasi kotak yang dibagikan bisa mencapai 400 dus.
Gerakan cantelan di Lempuyangan telah bertransformasi menjadi gerakan Jumat Berkah. Hal yang sama terjadi di Badran, Kota Yogyakarta. Yuli Dwi Astuti, simpul gerakan cantelan di Badran, menceritakan, awalnya saat pandemi sedang menggila tahun 2020, ia mencantelkan sekitar delapan paket bahan makanan mentah di pagar rumah untuk siapa saja yang membutuhkan. Dananya ia peroleh dari Kagama Care.
Gerakan cantelan ini berkembang setelah mendapat dukungan dana dari jejaring Yuli di Facebook. Belakangan, pengurus RT juga ikut dalam gerakan ini selama dua pekan. Gerakan ini pun bertahan hingga sekarang. Bentuknya masih berupa 40 paket cantelan berisi bahan makanan yang dibagikan tiap Jumat atau hari lain sesuai dengan permintaan donatur.

Warga mengambil paket berisi sejumlah bahan makanan yang dibagikan dalam kegiatan cantelan di Kelurahan Bumijo, Jetis, Yogyakarta, Jumat (17/6/2022). Kegiatan berbagi bahan makanan untuk warga yang membutuhkan tersebut mulai berlangsung sejak awal pandemi Covid-19 dan terus rutin dilakukan hingga saat ini.
Saat ini, lanjut Yuli, banyak keluarga yang anggotanya sedang sakit menyumbang bahan makanan untuk cantelan. ”Harapannya, mereka yang menerima cantelan mendoakan yang sakit,” ujar Yuli yang sehari-hari bekerja sebagai reseller ”palugada”, apa lu cari gua ada, alias menyediakan barang apa pun yang bisa ia jual.
Gerakan cantelan juga berlanjut di Code. Pekan lalu, para penggeraknya mencantelkan 15 paket makanan. Dananya berasal dari warga sekitar, termasuk dari petugas satpam.
Ekandari alias Ekan yang berjejaring dengan simpul-simpul gerakan cantelan di Yogyakarta mengatakan, gerakan cantelan berkembang karena didasari oleh konsep ”jogo tonggo” alias saling jaga tetangga. Sukarelawan tahu siapa saja di lingkungannya yang membutuhkan bantuan dan barang apa saja yang mereka butuhkan. ”Kalau bantuan yang dibagikan di pinggir jalan, belum tentu sesuai kebutuhan. Kadang juga menumpuk hanya di satu titik,” katanya.
Gerakan cantelan juga menyimpan potensi kekuatan lain, yakni kekuatan ibu-ibu yang menjadi penggerak. Di tangan mereka, gerakan ini dikreasikan menjadi aneka gerakan, termasuk ketahanan pangan berbasis rumah tangga.
Di Mangunsudiran, gerakan cantelan yang dikelola Ekan bersama jaringan ibu-ibu berubah menjadi ”pasar tiban” atau pasar gebrak yang menyediakan bahan-bahan kebutuhan rumah tangga dengan harga sangat murah saat pandemi mulai mereda. Warga sekitar Mangunsudiran dan komunitas yang marjinal secara ekonomi bisa mendapat tujuh bahan kebutuhan rumah tangga dengan harga hanya Rp 5.000. Barang yang dipilih harus ada sayur-mayur dan bahan lauk. Tersedia pula minyak goreng dan gula.

Warga memilih bahan makanan siap masak yang dibagikan bertepatan dengan Hari Kartini di lapangan perumahan Taman Asri, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Rabu (21/4/2021). Kegiatan berbagi bahan makanan yang digagas oleh warga bernama Tuti Hernowo ini telah berjalan sejak awal pandemi tahun 2020. Sebanyak 100 paket bahan makanan yang dibagikan seminggu sekali ini berasal dari sumbangan para donatur.
Gerakan ini berkembang lagi menjadi gerakan Dapur Nyawiji (Menjadi Satu) yang menampung ibu-ibu yang kehilangan penghasilan akibat pandemi. ”Mereka bikin nasi kotak, kue, apa saja. Lalu, kami buatkan kemasan yang menarik dan kami pasarkan,” kata Ekan.
Dapur Nyawiji awalnya menampung 45 ibu yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Sebagian dari mereka kini sudah bekerja lagi. ”Sekarang tinggal 10 ibu yang aktif berjualan, termasuk Mbak Erna dan Yuli,” ujar Ekan.
Menjadi yayasan
Di Jakarta, gerakan solidaritas para juru masak asal Manado yang bergabung dalam komunitas Manguni 86 bertransformasi menjadi Yayasan Manguni 86 pada Juni 2022. Tujuannya agar gerakan ini lebih terarah dalam membantu korban bencana.
Manguni 86 yang beranggotakan sekitar 50 juru masak membuka dapur umum saat pandemi memuncak pada Agustus 2021. Padahal, para penggeraknya juga sedang terdampak pandemi. Sebagian dari mereka kehilangan pekerjaan atau pendapatan. Dapur umum yang mereka gerakkan ketika itu sangat membantu orang-orang yang kelaparan atau mereka yang sedang menjalani isolasi mandiri. Dana gerakan ini berasal dari donatur perseorangan.

Sukarelawan perantauan asal Minahasa yang tergabung dalam Laskar Manguni membuka dapur umum bagi warga yang sedang menjalani isolasi mandiri ataupun yang terdampak PPKM darurat di kawasan Karet Semanggi, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (14/7/2021). Dalam satu hari rata-rata disiapkan sekitar 2.000 nasi kotak.
Ketua Manguni 86 Jodi Cross Ante mengatakan, ia dan kawan-kawan satu tim siap membantu memasak bagi korban bencana atau pandemi di seluruh Indonesia. ”Kami baru kembali dari Lumajang, Jawa Timur, setelah empat bulan membuat dapur umum, memasak 8.000 porsi per hari untuk makan pagi, siang, dan malam bagi pengungsi erupsi Gunung Semeru, petugas, dan sukarelawan,” ujar Jodi, Selasa (21/6/2022).
Gerakan kedermawanan memang menyimpan potensi besar di negeri ini. Gerakan ini mempertemukan donatur, sukarelawan, dan penerima bantuan yang mungkin tidak saling kenal. Jika ada yang mengarahkan, gerakan kedermawanan bahkan bisa berkembang menjadi gerakan lain, termasuk gerakan ketahanan pangan dan ekonomi berbasis rumah tangga seperti yang terjadi di Yogyakarta.