Sanksi untuk Tes Calistung di SD Belum Diterapkan
Peniadaan tes calistung dalam penerimaan peserta didik baru di kelas I SD harus mulai dilaksanakan tahun ini. Namun, pemerintah belum memberikan sanksi bagi sekolah yang masih melakukannya.
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun tes membaca, menulis, dan menghitung atau calistung harus mulai ditiadakan dalam seleksi masuk di kelas I SD pada tahun ajaran baru 2023/2024, sekolah yang masih melaksanakan tes calistung tahun ini tidak mendapat sanksi. Pemerintah lebih mengutamakan kesadaran sekolah dan guru untuk mendukung gerakan transisi pendidikan anak usia dini ke SD yang menyenangkan.
Direktur Sekolah Dasar (SD) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi M Hasbi, di Jakarta, Jumat (7/4/2023), mengatakan, meskipun Kemendikbudristek sudah meluncurkan Merdeka Belajar Episode 24: Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan, yang salah satunya tidak ada tes calistung untuk masuk ke SD. Namun, untuk tahun 2023 ini, sekolah yang masih melaksanakannya belum dijatuhi sanksi.
”Kami masih percaya cara persuasif menjadi salah satu cara mekanisme yang paling baik. Jadi, kebijakan Merdeka Belajar tentang transisi PAUD ke SD yang menyenangkan ini untuk meningkatkan kesadaran akan hak dasar peserta didik baru dari PAUD ke SD untuk dikuatkan enam kompetensi fondasinya sehingga siap belajar. Jangan kita merampas hak anak untuk mendapatkan penguatan kompetensi fondasi yang mereka butuhkan di masa depan hanya karena calistung,” kata Hasbi.
Adapun enam kemampuan fondasi anak yang dibangun di PAUD hingga kelas awal SD antara lain mengenal nilai agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar, dan kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar, seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi. Kemudian, pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri serta pemaknaan terhadap belajar yang positif.
Baca juga : Tidak Ada Lagi Tes Calistung untuk Masuk SD
Di webinar Silaturahmi Merdeka Belajar: Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan, Kamis lalu, Hasbi mengatakan, larangan untuk tes calistung bagi peserta didik yang hendak masuk ke kelas I SD sebenarnya sudah ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan serta Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kebijakan ini juga dilengkapi dengan alat bantu bagi sekolah dan para guru di satuan pendidikan PAUD dan SD untuk dapat mengimplementasikannya sesuai kondisi dan kebutuhan di sekolah masing-masing. Tujuannya, agar kesadaran semua pihak, termasuk orangtua, semakin kuat bahwa satuan pendidikan yang baik tidak hanya fokus pada calistung dalam arti sempit.
Mulai tahun ajaran baru nanti, ada tiga target perubahan dalam transisi pendidikan PAUD ke SD. Selain menghilangkan tes calistung dalam penerimaan peserta didik baru, juga menerapkan masa pengenalan lingkungan sekolah dan menggelar pembelajaran yang menyenangkan untuk membangun kemampuan fondasi anak. ”Juga mendorong guru melakukan kegiatan belajar yang dapat mengumpulkan informasi tiap anak untuk kegiatan belajar mendatang,” ujar Hasbi.
Target dari perubahan itu ialah agar satuan pendidikan PAUD dan SD menerapkan pembelajaran yang menyenangkan atau membangun kemampuan fondasi anak. Guru melakukan strategi pembelajaran aktif, eksploratif, interaksi positif, dan menyenangkan sehingga tumbuh rasa ingin tahu dan percaya diri anak. Guru tidak menerapkan asesmen lisan dan tertulis tentang calistung pada anak.
Menurut Hasbi, Kemendikbudristek telah menyiapkan perangkat yang dibutuhkan guru, sekolah, dan pihak lain untuk bisa mengimplementasikan perubahan menuju aksi transisi PAUD ke SD yang menyenangkan. Tujuannya, agar semua pihak memiliki interpretasi yang sama.
Pra-calistung
Ketua Yayasan Pendidikan Sekolah Kembang (PAUD dan SD) Lestia Prima mengatakan, pendidikan di PAUD untuk mengembangkan dasar-dasar agar anak nantinya bisa belajar calistung di SD. Pembelajaran pra-calistung ini membutuhkan stimulasi semua indera, bukan tentang soal memegang pensil dan membaca abjad.
Guru PAUD dan SD memiliki tugas masing-masing yang saling terkait. Karena itu, para guru kelas I SD memang tetap akan ”repot” mengajari anak calistung secara formal dengan cara menyenangkan. Adapun di PAUD, anak-anak diberi dasar supaya ketika di kelas I SD nanti otot-otot anak bisa kuat agar tahan duduk lama, perhatian sudah terlatih sehingga bisa berkonsentrasi dalam waktu panjang, hingga emosi terlatih agar bisa tekun dan gigih menyelesaikan tugas.
”Transisi PAUD ke SD ini menguatkan peran yang menjadi bagian masing-masing pendidikan di PAUD dan SD,” kata Lestia.
Baca juga : Tawaran Kurikulum Merdeka untuk Pembelajaran yang Makin Memerdekakan
Apalagi, dengan Kurikulum Merdeka, kata Lestia, capaian belajar siswa di SD bukan berdasarkan kelas, melainkan fase. Capaian pembelajaran tidak perlu diraih dalam satu tahun. Kelas I dan II SD masuk dalam fase A sehingga tercipta keleluasaan bagi guru kelas I-II SD merancang pembelajaran dan tujuan pembelajaran di kelas masing-masing. Ada proses yang panjang sesuai kondisi dan kebutuhan setiap peserta didik.
”Kemampuan fondasi anak yang mulai dibangun di PAUD Ketika masuk ke SD tetap dibangun dan dicapai di fase A, di masa akhir anak usia dini delapan tahun,” kata Lestia.
Kepala SD Prof Dr Moestopo Bandung Masniari P Pakpahan mengatakan, sejak berdiri, sekolah ini tidak memberlakukan tes calistung pada peserta didik baru. Pendidikan dijalankan sesuai dengan perkembangan anak. ”Jadi, tidak mengajarkan calistung di TK dan tidak menjadi syarat masuk SD. Proporsi besar pendidikan pada pengembangan sikap/karakter, selain pengetahuan dan keterampilan. Jadi, di TK lebih menekankan pada fondasi dasar yang harus dimiliki seorang anak sehingga siap melanjutkan ke SD,” kata Masniari.
Berdasarkan kesiapan
Proses seleksi PPDB siswa kelas I SD didasarkan pada kesiapan calon peserta didik memasuki suasana pembelajaran di SD. Yang dilihat ialah kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, kematangan emosi, serta keterampilan fisik dan motorik kasar dan halus.
Pihak sekolah juga berkomunikasi dengan calon orangtua peserta didik. Dari orangtua digali informasi tentang kesiapan anak untuk masuk ke SD. Komunikasi dengan calon siswa dibuat dalam suasana yang menyenangkan.
Lewat permainan dan berkomunikasi, memberikan pertanyaan sederhana untuk anak dalam suasana bermain, guru mengamati kesiapan anak untuk bisa masuk ke jenjang SD. Diamati juga kesiapan bahasa/komunikasi, sosialisasi, fisik, motorik kasar dan halus, serta kemampuan kognitif.
Setelah anak menjadi siswa baru di SD, dilanjutkan ke masa pengenalan lingkungan sekolah agar anak merasa nyaman dan bahagia datang ke sekolah. Prosesnya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.
Jangan kita merampas hak anak untuk mendapatkan penguatan kompetensi fondasi yang mereka butuhkan di masa depan hanya karena calistung.
Pengenalan lingkungan sekolah dan pembiasaan dilakukan di tahap awal agar anak memiliki sikap belajar dan karakter yang baik. Sikap belajar yang baik dimulai dari sikap duduk yang benar, sikap menulis, cara memegang pensil, hingga membuka buku.
Adapun pembiasaan pada sikap karakter guna menyiapkan anak punya kemandirian, kedisiplinan, dan tanggung jawab. Hal ini dilakukan dengan pembiasaan melalui kegiatan di sekolah. ”Jika kedua hal itu sudah siap, si anak akan lebih cepat mengikuti proses pembelajaran. Selanjutnya, memahami materi pembelajaran,” kata Masniari.
Menurut dia, meskipun tanpa tes calistung, anak-anak di SD bisa berhasil dan mendapat pembelajaran yang baik. Hal ini terbukti dari hasil rapor pendidikan untuk capaian literasi dan numerasi yang jauh di atas kompetensi minimum.
”Tanpa tes calistung di SD, bisa berhasil, kok, memasuki jenjang SD. Yang lebih utama, di PAUD fondasi untuk menyiapkan anak siap memasuki jenjang SD,” ujarnya.
Lestia mengatakan, dua minggu pertama di kelas I SD merupakan masa transisi, bahkan bisa sampai enam minggu. Di sekolah, anak-anak masih dengan kegiatan yang biasa dilakukan di TK, seperti menyanyi, menggambar, bermain, hingga membaca buku bersama. Lalu, anak-anak mulai belajar membaca dan menulis walaupun belum lancar. ”Tugas guru melakukan observasi sebagai asesmen awal. Tidak ada tes tertulis, tidak ada lembar kerja. Hanya kegiatan bersama,” katanya.
Praktisi PAUD Yuliati Siantajani mengatakan, dalam pendidikan, perkembangan anak menjadi salah satu perhatian, terutama terkait perkembangan otak anak. Anak usia dini perlu mengalami stimulasi semua indera. Jika semua diaktifkan dalam diri anak, di dalam otaknya terbentuk banjir sinaps.
Baca juga : Jangan Rampas Hak Anak Memperoleh Fondasi Pendidikan
”Maka, semakin kuat sambungan sinaps, akan semakin bagus. Kalau pembelajaran dengan stimulasi sensori, stimulasi penginderaan, dan praktik tentunya modal bagus untuk anak. Ketika di SD, sinaps yang terbentuk di PAUD akan dipangkas, mana yang tidak perlu. Di SD perlu mulai siap menerima hal-hal akademik. Ketika dilanjutkan di masa PAUD ke SD, maka sinaps diperkuat,” tutur Yuliati.
Ia menambahkan, guru-guru di Indonesia dapat melaksanakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan. Yang utama, dibutuhkan kesadaran dari para guru bahwa anak zaman sekarang berbeda dengan zaman dulu. Para guru perlu terus belajar beradaptasi mengembangkan cara-cara pembelajaran baru guna menyiapkan mereka menghadapi masa depan yang tidak dapat diprediksi.