Janji Manis Pengangkatan Guru PPPK yang Terus Ternoda
Pengangkatan guru honorer menjadi guru ASN PPPK hingga saat ini belum berjalan mulus. Di sejumlah daerah, guru yang sudah diangkat menjadi guru PPPK bahkan belum juga menerima pembayaran gaji.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
Pemerintah memang bisa mengumbar dengan bangga telah membuat sejarah terbesar dengan pengangkatan guru honorer menjadi aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK sebanyak 544.180 orang dalam dua tahun terakhir. Namun, persoalan demi persoalan di daerah terus muncul sejak proses rekrutmen hingga ketika guru sudah mendapatkan surat keputusan pengangkatan.
Janji manis mendapatkan ketenangan dan kesejahteraan menjadi ASN PPPK dibandingkan menjadi guru honorer belum sepenuhnya merata dirasakan para guru honorer. Ada berbagai masalah di daerah yang membuat para guru honorer yang menjadi guru ASN PPPK tetap merasa menderita.
Di Kantor Gubernur Papua Barat Daya di Kota Sorong, Selasa (4/4/2023), ratusan guru PPPK se-Sorong Raya melakukan aksi damai untuk menuntut hak-hak mereka. Di Papua, pengelolaan SMA/SMK sederajat yang awalnya ditangani pemerintah provinsi dikembalikan lagi ke pemerintah kabupaten/kota mulai Januari 2023.
Sebanyak 643 guru PPPK pun terkatung-katung nasibnya karena tidak jelas status peralihannya. Awalnya, para guru ini merupakan guru honorer daerah Papua Barat. Namun, karena pemekaran, mereka kini di bawah Papua Barat Daya.
Peralihan status guru dari provinsi ke kota/kabupaten untuk guru PPPK belum dilakukan. Ini berbeda dengan guru ASN berstatus pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah mulai dialihkan ke pemerintah kota/kabupaten di wilayah Papua Barat Daya.
Guru PPPK diperhitungkan pengangkatannya sejak Mei 2022. Namun, gaji yang dibayarkan sesuai status mereka sebagai guru PPPK baru terhitung Oktober, November, dan Desember 2022. Itu pun hanya gaji pokok.
”Kami sudah cukup bersabar. Dari rekrutmen, sudah lulus, lalu pemberian SK pengangkatan juga lama, terkatung-katung. Kini, kami harus lagi memperjuangkan nasib karena gaji tidak kunjung dibayar dan peralihan kami belum jelas. Kami guru PPPK sudah berbulan-bulan tidak dibayar gajinya. Lebih enak para guru honorer daerah, yang sampai saat ini masih lancar menerima gaji,” kata Ketua Forum Guru Sorong Raya Gleiser Patiran.
Gleiser adalah guru SMK negeri yang menjadi guru honorer daerah sekitar delapan tahun sebelum lulus tes guru PPPK pada akhir tahun 2021. Menurut dia, para guru yang sudah dinyatakan sah menjadi guru PPPK di tingkat nasional justru menjadi terkatung-katung ketika di daerah. SK daerah pun baru diberikan pada akhir Desember 2022 setelah para guru tak lelah mendesak ke sana kemari.
Guru PPPK diperhitungkan pengangkatannya sejak Mei 2022. Namun, gaji yang dibayarkan sesuai status mereka sebagai guru PPPK baru terhitung Oktober, November, dan Desember 2022. Itu pun hanya gaji pokok.
”Di tahun 2023, tidak jelas lagi gaji. Kami ke kota, ke provinsi, bolak-balik. Semua ini butuh dana, sampai meminjam, tapi tidak ada kepastian. Ke Dinas Pendidikan Kota Sorong dikatakan ada uangnya, di provinsi juga dikatakan ada uangnya. Tapi, urusan administrasi katanya yang belum beres sehingga gaji para guru tidak kunjung dibayar,” ujar Gleiser.
Sebanyak 643 guru PPPK tersebut tidak dibayar pada Mei-September 2022, lalu Januari-April 2023. Padahal, ketika mereka masih menjadi guru honorer daerah dengan gaji Rp 2,3 juta per bulan dan dibayar tiga bulan sekali, penggajian mereka terbilang lancar.
Kesejahteraan menjadi guru PPPK disambut senang karena gaji pokok menjadi sekitar Rp 2,9 juta, ditambah tunjangan lain totalnya bisa mencapai sekitar Rp 3,6 juta per bulan. Status pun dinyatakan sama dengan PNS, hanya bedanya tidak ada uang pensiun.
Para guru PPPK dikontrak selama lima tahun. Namun, dari kasus peralihan pengelolaan SMA/SMK dari provinsi ke kota/kabupaten yang terjadi di Papua Barat Daya, menurut Gleiser, terlihat ada perbedaan perlakuan meskipun sama-sama ASN. Para guru ASN PNS tetap lebih diprioritaskan.
Tidak lebih baik
Seorang guru mata pelajaran Geografi di salah satu SMA negeri di Papua Barat berinisial S harus menempuh perjalanan menggunakan sepeda motor dari rumah ke sekolah selama satu jam setiap hari. Di sekolah tidak ada listrik dan jaringan internet. Namun, dia tetap setia menjadi guru honorer sekolah sejak tahun 2014, lalu menjadi guru honorer daerah sejak tahun 2018.
”Ketika bisa lolos menjadi guru PPPK, rasanya senang sekali. Saya berpikir sudah lebih enak, tidak lagi jadi guru honorer. Tapi, ternyata lebih menyiksa karena gaji tidak dibayar. Masih jauh lebih baik nasib guru honorer daerah yang gajinya terus dibayar,” kata S.
Kepastian untuk diangkat menjadi guru PPPK juga dikeluhkan ratusan guru prioritas 1 (lulus passing grade) di Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur. Para guru menerima kabar bahwa Pemerintah Kabupaten Sampang meragukan dana alokasi umum (DAU) untuk menggaji formasi PPPK akan ditransfer. Padahal, masih ada 519 guru P1 yang seharusnya bisa diangkat tahun 2023.
”Para guru sudah jemu menanti. Kami hanya ingin bisa beraudiensi dengan bupati, tapi belum juga bisa. Kami hanya ingin memastikan pemda bisa menuntaskan guru P1 seperti yang disampaikan Kemendikbudristek,” ujar seorang guru P1 di Sampang.
Pembayaran gaji guru PPPK yang dinyatakan Kementerian Keuangan sudah dijamin lewat DAU nyatanya belum membuat sejumlah pemda yakin untuk mengajukan formasi guru PPPK sesuai kebutuhan. Masih ada pemda yang ragu mengajukan formasi sesuai kebutuhan.
Dalam rapat kerja Komisi X dan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim pada akhir Maret lalu, anggota Komisi X DPR, M Nur Purnamasidi, mengatakan, masih ada fenomena daerah yang mengajukan formasi lebih rendah dari kebutuhan guru yang sebenarnya. Karena itu, adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 212/PMK.07/2022 tentang Tingkat Kinerja Daerah dan Ketentuan Umum Bagian Dana Alokasi Umum yang Ditentukan Penggunaannya Tahun Anggaran 2023 harus dipastikan efektif dan dilaksanakan tiap pemda.
Dalam PMK sudah disebutkan bagian DAU yang ditentukan penggunaannya, salah satunya untuk pengajuan formasi PPPK. Perhitungannya berdasarkan jumlah formasi PPPK, gaji pokok dan tunjangan melekat, serta jumlah bulan pembayaran gaji PPPK.
Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani mengatakan, upaya pemenuhan kebutuhan guru ASN sepanjang dua tahun terakhir masih belum maksimal. Sebab, guru ASN yang telah dan akan diangkat masih kurang dari 50 persen. Hal ini karena pemda tidak mengusulkan formasi kebutuhan guru.
”Tahun 2023 ini diharapkan formasi dapat diusulkan sesuai dengan kebutuhan untuk pemenuhan guru ASN,” kata Nunuk.
Kebutuhan guru ASN sekitar 1,2 juta orang. Guna memenuhinya, pada tahun 2023 dibuka formasi sebanyak 601.286 guru PPPK yang sudah mulai disosialisasikan ke pemda sejak Maret lalu.