Kelulusan Guru PPPK yang Senantiasa Menyisakan Duka
Kepastian penuntasan rekrutmen satu juta guru PPPK harus dikawal agar tidak merugikan guru yang telah lulus dan guru honorer yang masih tersisa. Pemerintah diminta berpihak kepada guru.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah guru kontrak pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta, Jumat (10/3/2023). Mereka memprotes pembatalan penempatan 3.043 guru prioritas 1 beberapa hari menjelang pengumuman kelulusan seleksi guru PPPK serta menuntut kejelasan soal penempatan tersebut. Para guru itu sempat beraudiensi dengan jajaran Kemendibudristek.
Tahapan rekrutmen satu juta guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK pada 2021-2023 tidak pernah berlangsung mulus. Ada saja persoalan yang muncul sehingga komitmen dan keberpihakan pemerintah pada kesejahteraan dan martabat guru dipertanyakan.
Pengumuman kelulusan 250.300 guru PPPK pada Jumat (10/3/2023) memunculkan persoalan lain, menambah keruwetan nasib guru lulus nilai ambang batas atau passing grade (PG) tetapi tidak mendapat penempatan. Beberapa hari sebelum pengumuman, notifikasi penempatan 3.043 guru prioritas 1 (P1) yang lulus nilai ambang batas dibatalkan secara tiba-tiba.
”Ketika dapat notifikasi akan ditempatkan di akhir tahun 2022 rasanya senang. Tiba-tiba penantian lebih dari satu tahun lulus PG dan dapat notifikasi dibatalkan sepihak dari Kemendikbudristek beberapa hari sebelum pengumuman. Padahal, di sekolah ada formasi guru PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan), tapi yang mengisi guru dari sekolah lain. Saya sebagai guru induk tersingkir padahal lulus passing grade,” kata Santi, satu dari 3.043 guru P1 yang batal ditempatkan, dalam webinar ”Adilkah Guru yang Lulus PG Dibatalkan? Mencari Solusi Tata Kelola Kekurangan Guru”, Minggu (12/3/2023).
Guru di salah satu sekolah negeri di Probolinggo, Jawa Timur, tersebut mengungkapkan rasa sedih yang kian mendalam karena ibunya meninggal dunia tanpa sempat menikmati kabar baik yang sudah ditunggu lama oleh keluarga. Dia juga sedih memikirkan nasib anak bayinya yang butuh dukungan biaya.
”Saya minta tolong supaya formasi yang sudah diperuntukkan untuk saya dikembalikan. Jika Kemendikbudristek tidak bisa membantu kami, minta tolong supaya PB PGRI bisa membantu untuk mengajukan ke PTUN,” ujar Santi.
Webinar yang dihadiri sekitar 1.000 guru dan pengurus PGRI dari banyak daerah itu disambut antusias. Apalagi, ada kabar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani bakal hadir. Selama lebih dari 3,5 jam acara berlangsung, tidak ada juga tanda-tanda kehadiran perwakilan pemerintah.
”Bu Nunuk, hadir dong. Kami butuh penjelasan”, tulis beberapa peserta di fitur percakapan Zoom.
Dewi Nurpuspitasari, guru P1 korban pembatalan, mengatakan, pekan lalu, dirinya sudah menempuh berbagai cara untuk mencari penjelasan terkait dengan pembatalan dan nasib guru ke depannya. Dia sudah berusaha mengonfirmasi ke pemerintah daerah, tetapi tidak ada penjelasan yang terang. Lalu, bersama perwakilan guru, ia diterima Direktur Jenderal GTK Nunuk Suryani, tapi lagi-lagi tidak ada jawaban yang melegakan dan pasti tentang nasib guru korban pembatalan ke depannya. Mereka juga mengadu kepada wakil rakyat di Komisi X DPR yang masih reses.
”Bagaimana nasib para guru di tahun 2023 ini, akan dikemanakan? Kami sudah berjuang dan menunggu 1,5 tahun, apakah ini adil? Kami tidak pernah menyerah untuk mendapatkan hak kami kembali,” ujar Dewi.
Tidak diam
Apen Sodikin, guru P1 korban pembatalan di DKI Jakarta, menyampaikan, dirinya bersama para guru lain tidak akan diam saja menerima keputusan Panitia Seleksi Nasional yang menganulir penempatan mereka. Sebab, ia menilai, sampai saat ini alasan pembatalan tidak masuk akal. ”Kekisruhan di tahap tiga ini karena Panselnas memakai prioritas 1, 2, 3, dan 4. Akibatnya, makin tidak jelas penuntasan yang P1 dan passing grade,” ujar Apen yang mengenakan ikat kepala hitam sebagai wujud perasaan duka akibat ketidakadilan yang menimpa dirinya dan ribuan guru lainnya.
”Pembatalan kali ini benar-benar menusuk perasaan kami. Pengangkatan guru PPPK ini, kan, untuk mendukung kesejahteraan guru honorer yang selama ini penghasilannya rendah. Untuk makan saja banyak yang susah, apalagi untuk membiayai kuliah anak. Kali ini, kami tidak akan melepaskan tuntutan untuk segera memberikan sekolah tempat mengajar karena kami sudah mendapat notifikasi. Bagi kami, diam adalah pengkhianatan kebenaran. Kami akan bergerak untuk memperjuangkan hak,” kata Apen.
Pemenuhan satu juta guru PPPK masih jauh dari target. Rasanya tidak masuk akal, ada tiga ribuan guru yang sudah dinilai memenuhi syarat administratif, tapi dibatalkan. Kami dapat merasakan kepedihan guru.
Taofiq Hadiyanto, guru P1 dari Jawa Tengah yang batal ditempatkan, mempertanyakan landasan hukum pembatalan. Para guru lulus PG yang sudah dijamin Keputusan Mendikbudristek Nomor 349/P/2022 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2022 justru dibatalkan dengan aturan yang baru yang muncul pada tahun 2023, yakni Keputusan Menpan dan RB No 149/2023 dan Surat Pengumuman Dirjen GTK No 1199/2023.
DOKUMENTASI PB PGRI
Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendengarkan aspirasi hampir 1.000 guru P1 ASN PPPK tahun 2022 yang terdampak pembatalan secara tiba-tiba oleh Kemendikbudristek. Pertemuan secara daring pada Selasa (7/3/2023) ini untuk mengumpulkan penemuan masa sanggah yang diklaim sebagai dasar pembatalan sebanyak 3.043 guru P1 yang penempatannya dibatalkan.
Sementara itu, Ketua PGRI Jawa Tengah Muhdi mengatakan, masalah yang muncul dalam rekrutmen satu juta guru PPPK akibat ketidakselarasan antarkementerian/lembaga terkait. ”Kita berjuang supaya semua guru yang batal penempatan bisa diangkat di 2023. Masih ada formasi yang besar tahun ini untuk memenuhi satu juta guru. Seharusnya yang tiga ribuan guru ini bisa mendapatkan penempatan. Juga guru PG dan guru honorer,” kata Muhdi.
Akun Instagram Direktur Jenderal GTK Nunuk Suryani pada tanggal 28 Januari 2023 menginformasikan kebutuhan calon ASN 2023 masih banyak membutuhkan PPPK. Tahun 2023 adalah batas akhir penempatan melalui seleksi PPPK. Kebutuhan tenaga guru PPPK dituliskan sebanyak 580.202 orang. ”Semoga lancar dan guru honorer mendapatkan penempatan,” kata Nunuk.
Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, masalah kekurangan guru dan kesejahteraan guru yang rendah terjadi di dunia, termasuk Indonesia. Namun, memperjuangkan kesejahteraan guru lewat pengangkatan guru honorer menjadi guru PPPK semata-mata untuk pendidikan dan Indonesia yang lebih baik.
”Pemenuhan satu juta guru PPPK masih jauh dari target. Rasanya tidak masuk akal, ada tiga ribuan guru yang sudah dinilai memenuhi syarat administratif, tapi dibatalkan. Kami dapat merasakan kepedihan guru. Karena itu, PGRI akan berjuang tidak hanya untuk memberikan kepastian pada 3.043 guru yang tiba-tiba dibatalkan, tapi juga guru honorer lainnya supaya diangkat jadi guru PPPK,” kata Unifah.
Apabila langkah-langkah dialogis dengan Panslenas (Kementerian PAN dan RB, Kemendikbudristek, dan Badan Kepegawaian Nasional) menemukan jalan buntu, PB PGRI akan menempuh jalur hukum. Memperjuangkan keadilan bagi para guru korban pembatalan bisa dilakukan lewat Pengadilan Tata Usaha Negara atau Ombudmsan Republik Indonesia.