Dialog Aturan Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa Perlu Digencarkan
Pelaksanaan dari aturan produk bebas deforestasi dan degradasi lahan dari Uni Eropa harus melibatkan negara konsumen dan produsen. Dialog diperlukan agar tidak ada unsur pemaksaan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pekerja memanen kelapa sawit di areal perkebunan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis (29/4/2021). PT SSMS memproduksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dengan kapasitas produksi sebesar total 2.500 ton per hari.
JAKARTA, KOMPAS — Aturan dari Uni Eropa akan mewajibkan berbagai produk maupun komoditas,termasuk kelapa sawit, yang masuk ke wilayahnya tidak berasal dari kegiatan deforestasi dan degradasi lahan. Namun, aturan yang telah disahkan ini tetap mengedepankan dialog di antara berbagai pihak agar tidak ada unsur pemaksaan.
Sekretaris Jenderal Dewan Negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC) Rizal Affandi Lukman mengemukakan, kelapa sawit merupakan komoditas yang didorong oleh pasar global. Oleh karena itu, pelaksanaan dari aturan produk bebas deforestasi dan degradasi lahan dari Uni Eropa (UE) harus melibatkan negara konsumen dan produsen.
”Jadi, dialog kebijakan sangat penting sehingga tidak ada satu pihak yang memaksakan pembatasan atau standar tanpa berkonsultasi dengan pihak lainnya,” ujarnya dalam acara diskusi pemenuhan kebijakan sawit berkelanjutan dengan regulasi UE dan Folu Net Sink 2030 di Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Pada dasarnya banyak kesamaan aturan yang tertuang dalam regulasi UE dengan kebijakan di Indonesia.
Lukman menyatakan, pihak UE harus melihat berbagai upaya yang sudah dilakukan negara produsen, khususnya Indonesia dan Malaysia, untuk memastikan produk sawit bebas deforestasi. Sebab, selama ini kedua negara tersebut sudah gencar memperbaiki tata kelola sawit yang ditunjukkan dengan dikeluarkannya sertifikat perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, yakni ISPO dan RSPO.
Project Manager Keberlanjutan Sawit Malaysia dan Indonesia (KAMI) European Forest Institute Jeremy Broadhead menyatakan, definisi produk bebas deforestasi dalam aturan UE berfokus pada kerangka hukum di negara produsen. Hal ini termasuk kerangka hukum terkait aspek keberlanjutan dari produk tersebut.
TANGKAPAN LAYAR/TRI AGUNG KRISTANTO
Prinsip usaha minyak sawit yang berkelanjutan.
”Selama ini aspek keberlanjutan menjadi fokus dari kebijakan di Indonesia dan ini sejalan dengan regulasi dari Uni Eropa. Komoditas juga tidak boleh diproduksi di lahan yang mengalami deforestasi setelah Desember 2020,” ucapnya.
Menurut Jeremy, pada dasarnya banyak kesamaan aturan yang tertuang dalam regulasi UE dengan kebijakan di Indonesia. Aturan ini secara umum bertujuan untuk memastikan bahwa komoditas maupun produk yang dihasilkan tersebut tidak menyebabkan kerusakan alam.
Sebelumnya, UE telah mengesahkan Undang-Undang Produk Bebas Deforestasi pada 6 Desember 2022. Regulasi ini diterbitkan menyusul banyaknya desakan publik karena negara-negara UE merupakan konsumen utama komoditas yang berhubungan dengan deforestasi atau degradasi hutan. Tercatat UE mengimpor 85 miliar euro per tahun dari komoditas dan produk yang ditetapkan dalam peraturan ini.
Regulasi ini juga akan berdampak bagi Indonesia sebagai salah satu negara eksportir terbesar ke UE. Tercatat UE paling banyak mengimpor komoditas dari Indonesia, yakni minyak kelapa sawit (83,3 persen), kayu (8,4 persen), karet (6,5 persen), kopi (1,3 persen), kakao (0,5 persen), serta kedelai dan daging sapi dengan angka kurang dari 0,1 persen.
Regulasi ini secara tentatif akan mulai berlaku untuk Indonesia sejak Mei-Juni 2023. Setelah itu, pada Desember 2024 akan mulai diwajibkan penerapan produk bebas deforestasi bagi operator serta berlanjut untuk usaha kecil dan menengah (UKM) pada Juni 2025.
Perbaikan tata kelola
Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) Ary Sudijanto dalam sambutan tertulisnya mengatakan, Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk memperbaiki tata kelola sawit. Hal ini termasuk reformasi regulasi dan penegakan hukum, moratorium dan audit izin, hingga resolusi konflik.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO
Eddis Parlindungan Purba, pekebun sawit mandiri di Muara Manompas, Kecamatan Muara Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Selasa (4/2/2020),
”Harus diakui bahwa di satu sisi, kita berpikir manfaat ekonomi. Akan tetap, di sisi lain, kita harus memberikan perhatian yang tinggi untuk meningkatkan kualitas lingkungan, seperti kebijakan rendah emisi dan praktiknya,” ucapnya.
Ary menekankan bahwa saat ini Indonesia sedang memperbaiki tata kelola sawit dan mekanismenya seperti perubahan dan pengembalian batas kawasan hutan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Selain itu, BSILHK juga tengah membangun standar untuk memitigasi dampak lingkungan baik yang berisiko tinggi, menengah, dan rendah.
Melalui berbagai upaya tersebut, diharapkan UE semakin yakin terhadap berbagai produk Indonesia yang bebas deforestasi dan degradasi lahan. Hal terpenting lainnya adalah upaya yang dilakukan ini bisa meningkatkan praktik berkelanjutan pada bisnis kelapa sawit dan kelestarian lingkungan dapat ditanamkan ke berbagai standar dan sektor pembangunan.