Aturan Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa Dukung Penurunan Emisi
Aturan tentang produk bebas deforestasi dari Uni Eropa mendukung penurunan emisi. Uni Eropa memastikan tidak akan ada diskriminasi ataupun pelarangan dengan catatan komoditas tersebut bebas deforestasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Aturan tentang produk bebas deforestasi yang diimpor ke sejumlah negara Uni Eropa akan mulai berlaku pertengahan tahun ini. Aturan ini bentuk komitmen Uni Eropa untuk mendukung penurunan emisi. Dipastikan tidak akan ada diskriminasi ataupun pelarangan untuk negara tertentu dengan catatan komoditas tersebut bebas deforestasi.
Hal tersebut disampaikan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Picket dalam diskusi media di Kantor Delegasi Uni Eropa (UE), Jakarta, Selasa (31/1/2023). Diskusi ini membahas isu dan sejumlah ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Produk Bebas Deforestasi UE yang disahkan pada 6 Desember 2022.
Regulasi ini diterbitkan menyusul banyaknya desakan publik karena negara-negara UE merupakan konsumen utama komoditas yang berhubungan dengan deforestasi atau degradasi hutan. UE tercatat mengimpor komoditas dan produk yang ditetapkan dalam peraturan ini senilai 85 miliar euro per tahun.
Vincent menyampaikan, tujuan dari regulasi ini yaitu untuk mengurangi angka deforestasi dan degradasi lahan di seluruh dunia. Melalui regulasi ini, UE juga turut berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah hilangnya keanekaragaman hayati global.
Peraturan ini akan memungkinkan UE untuk menyimpan minimal 32 juta ton karbon per tahun dari impor komoditas dan produk yang diimpor. Komoditas tersebut meliputi kedelai, minyak kelapa sawit, kayu, daging sapi, kakao, karet, kopi, dan produk turunannya.
Vincent memastikan, regulasi ini tidak melarang negara atau komoditas tertentu. Dengan kata lain, semua negara akan dapat terus menjualkomoditas mereka di pasar UE sepanjang operator tersebut atau pihak yang menempatkan produknya di pasar dapat menunjukkan bahwa komoditasnya bebas deforestasi dan legal.
”Regulasi ini berlaku untuk semua produsen-produsen kami di dalam Uni Eropa. Jadi, ada kompetisi adil antara produsen kami, domestik, dan barang-barang impor,” ujarnya.
Tujuan dari regulasi ini yaitu untuk mengurangi angka deforestasi dan degradasi lahan di seluruh dunia. Melalui regulasi ini, UE juga turut berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah hilangnya keanekaragaman hayati global.
Regulasi ini juga akan berdampak bagi Indonesia sebagai salah satu negara eksportir terbesar ke UE. Tercatat, komoditas terbanyak yang diimpor UE dari Indonesia ialah minyak kelapa sawit (83,3 persen), kayu (8,4 persen), karet (6,5 persen), kopi (1,3 persen), kakao (0,5 persen), serta kedelai dan daging sapi dengan angka kurang dari 0,1 persen.
Konselor Pertama untuk Isu Lingkungan, Iklim, Aksi, dan Digital UE Henriette Faergemann mengatakan, aturan ini pertama kali dibahas pada November 2021 melalui pengajuan proposal legislatif oleh Komisi Eropa. Satu tahun berselang, tepatnya Desember 2022, terjadi kesepakatan politik awal antara Parlemen Eropa dan Dewan UE terkait regulasi ini.
Menurut Henriette, regulasi ini secara tentatif akan mulai berlaku untuk Indonesia pada Mei-Juni 2023. Setelah itu, pada Desember 2024 mulai dilakukan kewajiban penerapan produk bebas deforestasi bagi operator serta berlanjut untuk usaha kecil dan menengah (UKM) pada Juni 2025.
Uji tuntas
Penerapan aturan ini akan berbasis pada sistem uji tuntas yang wajib dimiliki oleh semua operator yang menempatkan komoditas dan produknya di pasar UE. Setiap operator harus memiliki dokumen yang menyatakan bahwa produk tersebut legal dan bebas deforestasi. Pihak UE akan menelusuri hingga ke bidang tanah tempat komoditas diproduksi.
Selain itu, UE juga akan akan menerapkan sistem acuan sebuah negara menurut tingkat risiko deforestasi mulai dari rendah, standar, hingga tinggi. Pada awal implementasi, semua negara akan memulai dari tingkat standar. Setelah itu, perubahan penilaian risiko hanya dilakukan setelah konsultasi dengan negara yang bersangkutan.
Menurut Henriette, regulasi ini dapat menciptakan peluang bisnis baru guna memastikan keberlanjutan mata pencarian petani kecil dalam jangka panjang. Sementara masyarakat lokal di negara produsen juga akan terbebas dari berbagai dampak deforestasi ataupun perubahan iklim serta mencegah hilangnya keanekaragaman hayati.
”Pada akhirnya regulasi ini sangat penting untuk menciptakan rantai pasok yang lebih berkelanjutan. Indonesia dapat mengambil keuntungan dari regulasi ini untuk semakin meningkatkan praktik perkebunan sawit berkelanjutan dan mengurangi deforestasi,” kata Henriette.