Kuliah Pagi Pengaruhi Kualitas Tidur dan Performa Akademik Mahasiswa
Kelas pagi diasosiasikan dengan rendahnya kehadiran mahasiswa dan performa akademik yang tidak optimal. Pada jangka panjang, kondisi ini bisa memengaruhi kesehatan, bahkan kesempatan kerja.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penelitian dari Duke-NUS Medical School di Singapura menunjukkan bahwa kelas pagi berpengaruh pada pendeknya durasi tidur dan kualitas tidur mahasiswa yang tidak optimal. Kondisi itu menimbulkan kelelahan dan penurunan kemampuan kognitif yang kemudian berdampak ke turunnya performa akademik mahasiswa.
Temuan ini diperoleh setelah para peneliti menganalisis jejak digital puluhan ribu mahasiswa. Berdasarkan analisis koneksi masuk Wi-Fi terhadap 23.391 orang, tingkat presensi mahasiswa di kelas yang mulai pukul 08.00 lebih rendah dari kelas yang mulai lebih siang.
Peneliti juga mengamati pola diurnal 39.458 mahasiswa melalui Sistem Manajemen Pembelajaran serta data aktigrafi 181 mahasiswa. Aktigrafi digunakan untuk mengukur pola kegiatan dan istirahat harian seseorang. Hasilnya, mahasiswa tidur sejam lebih singkat dari biasanya karena mesti menghadiri kelas pagi.
Peneliti pun menemukan bahwa kelas pagi berkorelasi dengan dengan hasil belajar. Ini berdasarkan analisis nilai 33.818 mahasiswa dan jumlah kelas pagi yang mereka ambil. Banyaknya kelas pagi yang mereka ambil dalam seminggu diasosiasikan dengan nilai akademik rata-rata yang rendah.
”Jika tujuan pendidikan formal adalah membuat peserta didik berhasil di kelas dan dunia kerja, mengapa kita memaksa mahasiswa membuat keputusan antara bolos kelas pagi untuk tidur lebih lama atau tetap hadir di kelas tetapi kurang tidur?” kata salah satu penulis penelitian, Joshua Gooley, seperti dikutip dari ScienceDaily, Senin (3/4/2023).
Temuan ini dipublikasikan di jurnal Nature Human Behaviour pada 20 Februari 2023. Pada jurnal disebutkan bahwa mahasiswa yang memperoleh nilai bagus umumnya adalah yang tidur cukup dan rutin menghadiri kelas. Dengan menghadiri kelas, mahasiswa dapat berinteraksi dengan pengajar dan teman untuk belajar. Sementara itu, tidur cukup berkaitan dengan kemampuan kognitif yang optimal dan kesiapan belajar.
Banyaknya kelas pagi yang mereka ambil dalam seminggu diasosiasikan dengan nilai akademik rata-rata yang rendah.
Tidak optimal
Mahasiswa yang kurang tidur akan sulit berkonsentrasi dan mengingat informasi. Kondisi tersebut membuat mereka tidak dapat belajar secara optimal.
Di sisi lain, kelelahan merupakan salah satu alasan mahasiswa membolos. Padahal, presensi dan absensi berpengaruh ke nilai akademik. Lebih jauh, baik atau buruknya nilai akademik akan berpengaruh ke kesempatan kerja hingga gaji mahasiswa setelah lulus.
Peneliti juga mencatat bahwa kelas pagi tidak hanya membuat durasi tidur menjadi pendek, tetapi juga mendisrupsi ritme sirkadian mahasiswa yang tidur larut malam. Kombinasi keduanya dapat berpengaruh ke kondisi kognitif mahasiswa dan menimbulkan kantuk di siang hari. Penyelenggara pendidikan pun didorong untuk memperhatikan hal yang memengaruhi performa peserta didik, termasuk kelas pagi.
Gooley menambahkan, timnya sedang meneliti perbedaan antara peserta didik yang aktif di malam dan siang hari dari segi kehadiran di kelas, kesejahteraan, dan performa akademik. ”Kami menduga bahwa peserta didik tipe malam akan sulit belajar di pagi hari dan memiliki tingkat presensi lebih rendah, tidur lebih singkat, kondisi kesehatan mental lebih buruk, dan nilai yang lebih rendah dibandingkan teman-temannya,” katanya.
Adapun waktu tidur yang disarankan adalah 7-8 jam sehari. Waktu tidur yang singkat akan berpengaruh pada memburuknya kondisi kesehatan, menjadi mudah marah, mudah lupa, sulit konsentrasi, hingga stres.
Dalam jangka panjang, kurang tidur dapat memicu sejumlah penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan obesitas. Kurang tidur juga bisa memicu depresi dan penurunan daya tahan tubuh.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian University College London (UCL) yang dipublikasi di jurnal PLOS Medicine pada 18 Oktober 2022. Penelitian ini dilakukan pada ribuan orang berusia 50 tahun, 60 tahun, dan 70 tahun. Hasilnya, orang yang tidur selama lima jam atau kurang cenderung mengalami banyak penyakit atau multimorbiditas.
Kurang tidur juga meningkatkan risiko kematian. Orang berusia 50 tahun yang tidur selama lima jam atau kurang, 25 persen lebih berisiko terhadap kematian dalam kurun waktu 25 tahun.
”Ketika orang bertambah tua, kebiasaan dan struktur tidurnya akan berubah. Namun, tidur selama 7-8 jam per malam direkomendasikan karena durasi tidur kurang atau lebih dari ini berkaitan dengan penyakit kronis,” kata penulis utama penelitian ini dari UCL Institute of Epidemiology and Health, Severine Sabia (Kompas.id, 24/10/2022).