Jumlah kasus tuberkulosis yang terdeteksi di Indonesia mencapai angka tertinggi pada 2022. Dengan semakin banyak kasus yang terdeteksi diharapkan upaya pengentasan tuberkulosis bisa semakin baik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Petugas medis memberi tanda pada lengan warga yang menjalani tes mantoux dalam kegiatan "Active Case Finding TBC" di kantor Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Banten, Kamis (5/1/2023). Kegiatan penampisan TBC ini menarget 200 orang warga di lingkungan tersebut.
JAKARTA, KOMPAS – Jumlah kasus tuberkulosis yang terdeteksi di Indonesia pada 2022 mencapai lebih dari 700.000 kasus. Jumlah tersebut merupakan angka tertinggi yang dicapai sejak tuberkulosis ditetapkan sebagai prioritas dalam Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia 2020- 2024.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril di Jakarta, Jumat (31/3/2023) menyampaikan, pemerintah telah menargetkan setidaknya 90 persen dari kasus tuberkulosis di Indonesia bisa terdeteksi pada 2024. Deteksi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan tuberkulosis di masyarakat.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, pada 2018 jumlah kasus tuberkulosis yang terdeteksi sebanyak 570.289 kasus. Pada 2019 tercatat sebanyak 568.987 kasus yang terdeteksi. Jumlah itu sempat menurun pada 2020 menjadi 393.323 kasus dan pada 2021 sebanyak 443.235 kasus. Namun pada 2022, kasus yang terdeteksi meningkat signifikan menjadi 717.941 kasus.
“Kementerian Kesehatan telah menargetkan pencapaian deteksi TBC (tuberkulosis) sebesar 90 persen pada 2024. Upaya skrining (penapisan) besar-besaran pun sudah dimulai sejak 2022,” katanya.
Kasus tuberkulosis di Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi di dunia setelah India. Diperkirakan ada 969.000 kasus tuberkulosis dengan 93.000 kematian per tahun di Indonesia. Dari data Global TB Report pada 2022, jumlah kasus tuberkulosis terbanyak di dunia ditemukan pada kelompok usia produktif, yakni usia 25-34 tahun. Sementara di Indonesia, kasus tuberkulosis terbanyak pada usia 45-54 tahun.
Pemerintah telah menargetkan setidaknya 90 persen dari kasus tuberkulosis di Indonesia bisa terdeteksi pada 2024. Deteksi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan tuberkulosis di masyarakat.
Syahril menuturkan, protokol baru dalam penanganan tuberkulosis telah disusun oleh pemerintah. Kerjasama dengan berbagai asosiasi dan organisasi profesi pun semakin diperkuat, termasuk dengan mendorong pendanaan Global Fund untuk penanganan tuberkulosis bisa langsung disalurkan ke provinsi, kabupaten, dan kota.
Ia menambahkan, kerjasama juga telah dilakukan bersama negara lain seperti Uni Emirat Arab dalam pengentasan tuberkulosis. Pemerintah Uni Emirat Arab melalui Nota Diplomatik Kedubes PEA di Jakarta No. 1/3/19-281 telah berkomitmen untuk memberikan hibah berupa Financial Aid sebesar 10 juta dolar AS untuk mendukung program pencegahan tuberkulosis di Indonesia.
Dalam strategi nasional eliminasi tuberkulosis yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis telah ditetapkan sejumlah strategi. Itu mulai dari penguatan komitmen dalam pengentasan tuberkulosis, peningkatan akses layanan tuberkulosis, optimalisasi upaya promosi dan pencegahan tuberkulosis, pengobatan tuberkulosis dan pengendalian infeksi, serta pemanfaatan hasil riset dan teknologi.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Petugas medis melakukan tes mantoux kepada warga dalam kegiatan "Active Case Finding TBC" di kantor Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Banten, Kamis (5/1/2023). Tes mantoux adalah tes yang dilakukan guna memeriksa ada tidaknya bakteri penyakit TBC pada tubuh seseorang.
Syahril mengatakan, penemuan kasus tuberkulosis sedini mungkin serta pengobatan kasus secara tuntas merupakan upaya penting untuk memutus rantai penularan tuberkulosis di masyarakat. Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis sensitif obat pada 2022 baru mencapai 85 persen. Sementara itu, angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis resisten obat hanya 55 persen.
TBC laten
Secara terpisah, Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia (STPI) Nurul Luntungan dalam siaran pers mengatakan, deteksi yang masif amat diperlukan untuk menemukan kasus tuberkulosis laten di masyarakat. Tuberkulosis laten merupakan kondisi ketika bakteri Mycobacterium Tuberculosis penyebab TBC sedang “tertidur” karena ditahan oleh daya tahan tubuh. Diperkirakan ada 120 juta orang di Indonesia yang mempunyai TBC laten.
“TBC laten dapat diketahui dengan tes mantoux atau tes darah (IGRA). Indonesia tidak akan berhasil mengatasi TBC jika tidak mengendalikan TBC laten. Saat ini sudah tersedia terapi Pencegahan TBC (TPT) di Indonesia agar kondisi TBC laten tidak berkembang menjadi penyakit,” katanya.
Direktur Program Nasional untuk Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI Heny Akhmad menuturkan, setidaknya ada 9.212 kader TBC komunitas di masyarakat sudah dikerahkan untuk mendorong kesadaran masyarakat akan hak atas kesehatan, termasuk mendapatkan terapi pencegahan TBC. Saat ini, masyarakat masih belum paham pentingnya mengonsumsi obat sebagai terapi pencegahan TBC. Terapi tersebut terutama dibutuhkan pada orang yang menjadi kontak erat dari pasien TBC.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon bersiap mengambil sampel darah warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Cirebon untuk pemeriksaan tuberkulosis dan HIV di Auditorium Adang Hamara Lapas Narkotika Cirebon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (12/3/2020). Sebanyak 200 warga binaan menjalani pemeriksaan tersebut. Penularan tuberkulosis rentan terjadi di Lapas tersebut karena jumlah tahanan melebihi kapasitas dan sirkulasi udara yang minim.
Berdasarkan pemodelan dari Global Plan to End TB 2023-2030 yang diterbitkan oleh Stop TB Partnership Global, Indonesia hanya dapat mencapai eliminasi TBC dengan memperluas penanganan orang dengan infeksi TBC. Eliminasi TBC tersebut juga dapat tercapai dengan memberikan kekebalan melalui terapi pencegahan TBC, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak.