Indonesia Peringkat Kedua Kasus Tuberkulosis Terbanyak di Dunia
Penanganan tuberkulosis di Indonesia belum optimal karena masih banyak kasus tak tercatat. Pasien tak tercatat umumnya tidak mendapat pengobatan dan berpotensi jadi sumber penularan baru.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/EVY RACHMAWATI
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau lokasi penapisan tuberkulosis yang dilakukan tim proyek Zero TB Yogyakarta di Balai Desa Giri Purwo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (29/3/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan jumlah kasus tuberkulosis terbanyak di dunia pada tahun 2021, yakni 969.000 kasus. Langkah progresif dibutuhkan untuk mengatasi penyakit menular ini, terlebih jika Indonesia ingin mencapai target bebas tuberkulosis pada tahun 2030.
Sebelumnya, pada 2020, Indonesia berada di peringkat ketiga kasus tuberkulosis (TBC) terbanyak dengan 824.000 kasus. India ada di peringkat pertama (2,59 juta kasus) dan China di peringkat kedua (842.000 kasus).
Pada 2021, India masih berada di peringkat pertama dengan 2,95 juta kasus TBC. Indonesia naik ke peringkat kedua (969.000 kasus) dan China turun ke peringkat ketiga (780.000 kasus). Dengan demikian, Indonesia berkontribusi terhadap 9,2 persen kejadian TBC global.
”Diperkirakan ada 144.000 kematian akibat TBC di Indonesia per tahun. Artinya, di Indonesia ada 16 orang meninggal per jam karena TBC,” kata pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta, Erlina Burhan, Kamis (1/12/2022), pada lokakarya daring ”Applying #OneHealth Approach in Reporting on Health and Development Issues”.
Di sisi lain, penanganan TBC belum optimal karena masih banyak kasus tidak tercatat atau missing cases. Kinerja Indonesia dalam pencarian kasus TBC dinilai belum membaik selama tiga tahun terakhir. Pada 2019, ada 67 persen kasus TBC yang ditemukan. Angka ini turun menjadi 47 persen pada 2020 dan 45 persen pada 2021.
Diperkirakan ada 144.000 kematian akibat TBC di Indonesia per tahun. Artinya, di Indonesia ada 16 orang meninggal per jam karena TBC.
Kasus tak tercatat ini berarti pasien tidak mendapat pengobatan. Pasien berpotensi menjadi sumber penularan TBC bagi orang-orang di sekitarnya. Penanganan TBC pun terhambat.
Pasien TBC mesti minum obat secara rutin tanpa putus. Pengobatan yang tidak tuntas membuat pasien berpotensi mengalami TBC resisten obat (TBC-RO). Pasien TBC-RO mesti minum obat yang lebih kuat dari sebelumnya dan menyebabkan efek samping yang tidak nyaman bagi pasien.
”Ada sekitar 19.000 missing case TBC-RO pada 2021. TBC ini sangat bermasalah. Kita sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja,” kata Erlina.
Sementara epidemiolog di Universitas Udayana, I Wayan Gede Artawan Eka Putra, mengutarakan, salah satu hambatan pengobatan TBC adalah stigma negatif dari masyarakat. Sejumlah warga menganggap TBC adalah penyakit turunan atau dosa masa lalu. Stigma ini menghambat deteksi dini dan pengobatan pasien hingga tuntas.
Menurut dia, hal ini karena informasi yang salah beredar di masyarakat. Peran media untuk mengedukasi publik pun diperlukan.
Cara pasif, seperti menunggu pasien datang ke rumah sakit untuk berobat, dinilai tidak cukup. Jika Indonesia menangani TBC seperti biasa atau business as usual, persentase penurunan insiden TBC hanya akan mencapai 1,5 persen per tahun. Dengan demikian, hingga tahun 2035 kasus TBC masih tinggi. Target eliminasi TBC pada 2030 pun tidak tercapai.
Namun, jika sumber daya dioptimalkan, cakupan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) diperluas, dan pasien diberi perlindungan sosial, penurunan insiden TBC bisa mencapai 5 persen per tahun.
Insiden TBC bisa diturunkan lagi hingga 17 persen per tahun jika ada vaksin baru, obat dan regimen pengobatan baru untuk mengurangi durasi pengobatan, perluasan tempat pemeriksaan, hingga pengobatan pasien TBC laten. Dengan demikian, eliminasi TBC ditargetkan bisa dicapai pada tahun 2035.
Penanganan TBC pun butuh kerja sama lintas sektor. Penanganan Covid-19 bisa menjadi model penanganan TBC. Ini penting untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu eliminasi TBC pada 2030, serta tidak ada lagi kasus baru pada 2050.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Cirebon menunjukkan sampel dahak untuk pemeriksaan tuberkulosis di Auditorium Adang Hamara Lapas Narkotika Cirebon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (12/3/2020). Sebanyak 200 warga binaan menjalani pemeriksaan tersebut. Penularan tuberkulosis rentan terjadi di lapas tersebut karena jumlah tahanan melebihi kapasitas dan sirkulasi udara minim.
Adapun penanganan TBC menjadi salah satu isu pada forum G20. Negara anggota G20 sepakat memperkuat penanganan TBC. Setiap negara diminta untuk memobilisasi sumber daya, antara lain untuk mempercepat pengembangan dan penyediaan vaksin TBC.
”Negara G20 punya peran penting untuk memperkuat respons global dalam mengakhiri tuberkulosis. Menteri kesehatan negara anggota G20 pun telah sepakat untuk meluncurkan seruan aksi pembiayaan guna penanggulangan tuberkulosis,” ujar Juru Bicara G20 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi (Kompas.id, 15/11/2022).