Kurang Tidur pada Remaja Memicu Banyak Masalah Individu dan Sosial
Kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 Wita di Kupang, Nusa Tenggara Timur, membuat waktu tidur remaja makin terpangkas. Kurangnya jam tidur malam bisa memperburuk kualitas kesehatan fisik, mental, dan sosial siswa.
Remaja cenderung tidur lebih malam dibanding kelompok populasi lain. Namun, tuntutan sosial membuat mereka harus bangun dan beraktivitas sejak pagi. Akibatnya, sebagian besar remaja tidur malam kurang dari 8 jam. Meski seolah sepele, kurangnya waktu tidur remaja itu bisa memicu berbagai masalah sosial dalam keluarga dan masyarakat serta menimbun berbagai penyakit saat mereka dewasa.
Mulai Senin (27/2/2023), proses belajar mengajar bagi siswa kelas XII di lima sekolah menengah atas (SMA) dan lima sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, dimulai pukul 05.00 Wita. Setelah mendapat tentangan dari berbagai pihak dan keberatan dari siswa dan wali murid, Rabu (1/3), jadwal masuk sekolah diundur menjadi 05.30 Wita.
Kebijakan itu diambil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT sesuai instruksi Gubernur NTT Viktor B Laiskodat yang ingin agar lulusan SMA/SMK di provinsi itu bisa diterima di universitas ternama di dalam dan luar negeri serta minimal ada dua sekolah di NTT yang bisa masuk dalam 200 SMA/SMK terbaik nasional. Aturan tersebut juga diharapkan bisa meningkatkan semangat, etos, dan prestasi siswa.
Penerapan aturan itu membuat siswa kelas XII yang rata-rata berumur 17-18 tahun harus bangun paling lambat pukul 04.00 pagi. Mereka harus pergi ke sekolah dalam kondisi masih mengantuk, belum sarapan, saat suasana masih gelap, dan harus diantarkan orangtua atau mengendarai motor karena angkutan umum belum beroperasi.
Namun, sejak awal kebijakan itu diterapkan, tingkat keterlambatan siswa meningkat drastis. Bahkan, di di SMA Negeri 1 Kupang pada hari pertama pelaksanaan aturan tersebut, Rabu (1/3), sebanyak 96,16 persen siswa kelas XII datang terlambat. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT pun berjanji mengevaluasi kebijakan tersebut walau aturan masuk sekolah pukul 05.30 Wita tetap diberlakukan.
Aturan masuk sekolah pukul 05.30 itu dipastikan mengurangi jam tidur siswa. National Sleep Foundation, organisasi yang mempromosikan kesehatan tidur di Amerika Serikat, menyebut, remaja umur 13-18 tahun butuh tidur malam 8-10 jam. Adapun Ikatan Dokter Anak Amerika (American Academy of Pediatrics/AAP) merekomendasikan remaja tidur malam 8,5-9,5 jam.
Namun, pola tidur remaja berbeda dengan populasi umum. Mereka termasuk ”makhluk malam” yang baru mengantuk menjelang tengah malam. ”Jam biologis remaja itu unik. Secara alamiah, mereka justru berada dalam puncak vitalitasnya pukul 21.00-22.00 sehingga susah untuk tidur,” kata dokter kesehatan tidur dari Snoring & Sleep Disorder Clinic Jakarta dan Rumah Sakit Mitra Kemayoran Jakarta, Andreas Prasadja, Sabtu (4/3/2023).
Dorongan biologis tubuhnya membuat remaja biasanya mulai mengantuk pukul 23.00. Selain itu, produksi melatonin, hormon yang mengatur jam tidur serta memicu rasa kantuk, ikut terlambat. Perubahan pola tubuh itu membuat ritme irama sirkadian atau jam biologis tubuh remaja ikut berubah sehingga mereka cenderung bangun lebih siang.
Situasi itu diperparah dengan gaya hidup remaja, mulai dari suka dadakan mengerjakan tugas sekolah hingga kegemaran mengakses berbagai hiburan hingga lupa waktu, baik video gim, media sosial, internet, maupun menongkrong bersama teman atau ”dugem”. Akses hiburan 24 jam yang dihadapi remaja saat ini membuat mereka lebih susah tidur dibanding remaja sebelum tahun 2000-an.
”Pola asuh orangtua ikut berperan menentukan waktu tidur anak remajanya,” kata penulis buku Psikologi Tidur: Dari Kualitas Tidur hingga Insomnia (2017) yang juga dosen Jurusan Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Fuad Nashori, Minggu (5/3).
Orangtua masa kini cenderung permisif atau longgar mengasuh anak. Akibatnya, remaja pun merasa lebih bebas menggunakan waktunya, termasuk bangun lebih siang. Meski sudah remaja, anak di bawah 18 tahun masih dalam tanggung jawab asuhan orangtua. Karena itu, orangtua perlu membangun dialog dan kesepakatan dengan anak tentang pemanfaatan waktu, khususnya waktu tidur dan bangun.
Baca juga: Masuk Sekolah Terlalu Pagi, 96,16 Persen Siswa SMAN 1 Kupang Terlambat
Manfaat kesehatan
Tidur malam tepat waktu dan minimal 8 jam penting bagi perkembangan fisik, mental emosional, dan kehidupan sosial remaja. Proses evolusi manusia membuat tubuh manusia aktif saat hari terang dan istirahat serta tidur saat hari sudah gelap. Karena itu, ”Jika waktunya tidur, tidurlah. Jika waktunya sadar dan berkarya, berpikirlah dan bertindak optimal,” tambah Fuad.
Namun, tuntutan hidup manusia modern membuat irama sirkadian tubuh itu terganggu hingga mengacaukan sistem tubuh. Selama jam tidur malam, mulai pukul 21.00 hingga 03.00, tubuh secara alamiah mendetoksifikasi sejumlah organ tubuh secara berkelanjutan, mulai dari kelenjar getah bening, sistem antibodi, lever, hingga empedu. Proses detoksifikasi ini hanya terjadi saat manusia tidur malam.
Proses pertumbuhan tubuh anak juga masih berlangsung hingga usia 18 tahun. Tidur yang cukup dibutuhkan untuk mematangkan pertumbuhan fisiknya. Berbagai sistem dan jaringan tubuh diperbaiki selama tidur. Akibatnya, seperti ditulis Eric Suni di Sleep Foundation, 1 Maret 2023, remaja yang kurang tidur cenderung memiliki metabolisme buruk, seperti tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi.
Bagi otak remaja, tidur cukup, tidak kurang dan tidak lebih waktunya, membantu remaja lebih fokus, mudah mengingat atau menghafal, berpikir lebih tajam dan analitis, memudahkan menemukan informasi penting selama pembelajaran, hingga membantu cepat memahami keterampilan kerja. Artinya, kurang tidur pada remaja justru akan merusak potensi akademik mereka.
”Semakin berkualitas tidur seseorang, semakin tinggi prestasi belajarnya,” ujar Fuad.
Kurang tidur pada remaja justru akan merusak potensi akademik mereka.
Kurang tidur juga memengaruhi proses pematangan otak, khususnya bagian lobus frontal yang mengontrol perilaku impulsif atau sistem kendali diri. Akibatnya, remaja kurang tidur cenderung memiliki perilaku berisiko, mulai dari mabuk-mabukan, konsumsi obat terlarang, tawuran, balapan motor, hingga membawa senjata tajam. Perilaku ini tak hanya membahayakan dirinya, tetapi sering juga merusak hubungan remaja dengan keluarga dan teman.
”Orang yang kurang tidur cenderung memiliki suasana hati lebih buruk, mudah marah, bereaksi berlebihan terhadap sesuatu, hingga mudah berkonflik dengan orang lain,” tambah Andreas.
Remaja yang kurang tidur juga cenderung lebih mudah mengalami kecemasan, depresi, serta memiliki pikiran dan tindakan untuk bunuh diri. Risiko mereka mengalami cedera atau kematian akibat kecelakaan juga lebih tinggi karena kurang tidur memperlambat reaksi tubuh terhadap lingkungan. Terlebih, saat ini banyak remaja siswa SMP-SMA pergi ke sekolah menggunakan sepeda motor meski mereka belum memiliki surat izin mengemudi.
Kekurangan waktu tidur remaja membuat mereka menjalani hari dengan mengantuk sehingga otomatis produktivitas mereka rendah. Sebagian remaja membalaskan kurangnya waktu tidur mereka dengan tidur hampir sepanjang hari saat akhir pekan. Padahal, cara ini justru makin memperburuk kesehatan tidur karena waktu tidur menjadi tidak konsisten.
Masuk sekolah
Untuk mendapatkan manfaat kesehatan tidur, lanjut Andreas, tidak masalah jika remaja tidur jelang tengah malam sepanjang dia bangun lebih siang. Namun, sistem sosial dan budaya belum mendukung. Sekolah di Indonesia rata-rata dimulai pukul 07.00 sehingga mau tidak mau remaja tetap harus bangun sekitar pukul 05.00-05.30. Budaya kita juga belum bisa menerima bangun yang lebih siang karena masih tidur saat Matahari sudah terbit dianggap sebagai kemalasan.
Kalaupun remaja dipaksa untuk bangun pukul 04.00 demi agar bisa masuk sekolah pukul 05.30, tubuh manusia terkenal adaptif menghadapi perubahan. Dampak perubahan ritme tubuh remaja itu mungkin belum akan terlihat sekarang. Namun dalam jangka panjang, kita harus bersiap dengan munculnya banyak masalah kesehatan fisik, mental, hingga masalah-masalah sosial di masyarakat.
Salah satu kompromi atas aturan masuk sekolah pukul 05.30 itu adalah dengan ”memaksa” remaja tidur lebih awal, yaitu pukul 20.00. Sebagian remaja sejatinya telah melakukan itu agar bisa bangun sekitar pukul 03.00 untuk belajar. Namun, itu adalah pilihan karena pola tidur pada remaja memang berbeda-beda, tetapi cara itu tidak bisa dijadikan sebagai aturan umum untuk diterapkan pada seluruh remaja.
”Ini adalah bentuk kompromi demi memenuhi jumlah jam kebutuhan tidur. Namun, hasilnya sulit untuk optimal karena tidak sesuai dengan jam biologis remaja,” tambah Andreas.
Fuad mengatakan, masuk sekolah reguler pukul 05.30 itu tidak bisa disamakan dengan dimulainya waktu pembelajaran di pesantren atau sekolah berasrama karena konsep kedua sekolah tersebut berbeda. Sekolah reguler ”hanya bertanggung jawab” terhadap pendidikan anak selama di sekolah, sedangkan di sekolah berasrama bertanggung jawab 24 jam terhadap pendidikan siswa.
”Meski waktu tidur di pesantren dan sekolah berasrama kurang dari 8 jam, mereka bisa mengondisikan santri atau siswanya tidur lebih awal sekitar pukul 21.30 dan bangun pukul 03.30. Pengondisian ini jarang bisa dilakukan orangtua terhadap anaknya di rumah,” katanya.
Karena itu, kalau Pemprov NTT tetap ingin memberlakukan masuk sekolah pukul 05.30, yang harus dibiasakan terlebih dahulu ialah orangtua. Pola pikir orangtua mesti diubah dulu sehingga bisa mengondisikan waktu tidur dan bangun anaknya. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan siswa bisa sarapan di sekolah serta menyediakan angkutan sekolah hingga mempermudah orangtua.
”Saya mendukung masuk sekolah pukul 05.00 pagi jika dan hanya jika ada edukasi dan pengondisian yang memungkinkan orangtua dan siswa terbiasa dengan pola hidup baru sekitar 1-2 tahun lebih dulu,” katanya.
Meski demikian, kebijakan yang menuntut siswa kelas XII di Kupang masuk sekolah pukul 05.30 itu justru bertentangan dengan tren global. AAP di jurnal Pediatrics, September 2014, merekomendasikan agar sekolah menengah di AS, baik SMP maupun SMA, memulai jam sekolahnya paling pagi pukul 08.30.
Memundurkan jam masuk sekolah itu merupakan faktor kunci yang dapat dimodifikasi untuk mengatasi masalah kurang tidur dan gangguan irama sirkadian tubuh remaja. Pemunduran waktu sekolah itu juga membantu remaja tidur cukup antara 8,5 jam hingga 9,5 jam dan membantu mereka meningkatkan kesehatan fisik, mental, sosial, dan tentunya meningkatkan prestasi akademik.
Imbauan itu memang tidak serta merta dijalankan pemerintah negara-negara bagian di AS. Pada 2017, SMA di AS rata-rata memulai sekolah pukul 08.00 pagi dan hanya 10 persen SMA yang memulai sekolah pukul 07.30. Di California, AS, mulai tahun 2022, SMP masuk sekolah paling pagi pukul 08.00 dan SMA paling awal pukul 08.30. Di berbagai negara maju, termasuk di Asia, mereka rata-rata memulai sekolahnya juga pukul 08.00.
Karena itu, apa yang dilakukan Pemprov NTT dengan memajukan waktu belajar untuk siswa SMA kelas XII dari pukul 07.00 ke pukul 05.30 sejatinya adalah pola yang berkebalikan dengan pola di negara-negara maju. Indonesia selama ini memang dikenal sebagai salah satu negara dengan jam belajar di sekolah terlama tetapi kualitasnya justru jauh tertinggal.
Daripada mengubah jam masuk sekolah, Fuad menilai upaya menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan jauh lebih penting. ”Membuat siswa lebih bahagia di sekolah, tidak membebani siswa dengan pekerjaan rumah, inovasi metode pembelajaran dan penyediaan sarana belajar yang memadai justru lebih relevan dalam meningkatkan produktivitas siswa di sekolah,” tambahnya.
Baca juga: DPRD NTT: Pemberlakuan Jam Sekolah Pukul 05.00 Harus Dicabut
Andreas menilai edukasi tentang pentingnya tidur bagi kesehatan perlu terus digencarkan. Budaya yang menganggap tidur sebagai kemalasan juga perlu dibenahi. Jangan sampai niat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan mendorong masuk sekolah lebih pagi justru berakhir dengan turunnya mutu siswa dan munculnya berbagai penyakit degeneratif.
”Kini kebijakan telah dibuat. Pemantauan dan evaluasi yang jujur harus dilakukan. Jika nanti hasilnya justru tidak baik, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali masuk jam sekolah. Kalau perlu, masuk sekolah menjadi lebih siang seperti dilakukan di negara-negara maju,” katanya.