Masuk Sekolah Terlalu Pagi, 96,16 Persen Siswa SMAN 1 Kupang Terlambat
Hanya 19 dari total 496 siswa yang hadir tepat waktu. Psikolog menilai, dampak buruk pada fisik dan emosi menanti di depan sana.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Di tengah kuatnya penolakan dari masyarakat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur tetap bersikeras memberlakukan jam masuk sekolah pukul 05.30 waktu setempat. Di SMAN 1 Kota Kupang yang menjadi sekolah unggulan, sekitar 96,16 persen siswa terlambat.
Pantauan Kompas di sekolah itu, apel pada Rabu (1/3/2023) pagi dimulai sekitar pukul 05.00. Seorang guru yang bertugas sebagai piket menyampaikan bahwa banyak siswa terlambat. ”Dari 496 siswa yang sudah hadir saat ini baru 19 orang,” ujarnya menggunakan pelantang suara.
Hal ini berarti sebanyak 477 siswa atau 96,16 persen siswa terlambat. Banyak siswa SMAN 1 berdomisili di sejumlah permukiman yang jauh dari lokasi sekolah tersebut berada.
Sebelum pukul 05.00, satu per satu siswa diantar orangtua menggunakan kendaraan pribadi. Namun, ada beberapa murid perempuan yang mengendarai sepeda motor sendiri tanpa pengawalan.
”Bapak saya sakit, ibu saya tidak bisa bawa motor. Adik saya masih kecil,” kata seorang siswi sambil berlari ke lapangan upacara. Jarak rumahnya ke sekolah itu sekitar 5 kilometer. Ia melewati beberapa ruas jalan tanpa penerangan.
Sebelum pukul 05.00, Kompas melewati sejumlah ruas jalan utama di Kota Kupang. Beberapa ruas yang ramai, seperti Jalan El Tari, dalam lima menit hanya tujuh kendaraan yang melintas.
Pelaksana Harian Kepala SMAN 1 Kupang Sandi mengatakan, pemberlakuan jam masuk sekolah lebih pagi itu khusus untuk siswa kelas XII. Jumlah siswa kelas XII di SMAN 1 Kupang sebanyak 496 orang. Rabu ini merupakan hari pertama kebijakan itu diberlakukan.
Menurut Sandi, sekolah hanya menjalankan kebijakan dari atasan, yakni Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat. Saat ditanya pandangannya, guru yang sudah lebih dari 30 tahun mengabdi itu enggan berkomentar lebih lanjut.
Dalam catatan Kompas, ide penerapan sekolah lebih pagi itu diutarakan Viktor ketika melakukan pertemuan dengan para kepala SMA di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT pekan lalu. Para kepala sekolah yang jabatan mereka ditunjuk oleh gubernur itu pun setuju.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi mengatakan, masukan dari berbagai pihak tetap diperhatikan. Sejauh ini, kebijakan itu tetap terus dijalankan.
Untuk sementara, kebijakan itu berlaku bagi sepuluh sekolah di Kota Kupang. Sekolah dimaksud, antara lain, SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 5, SMAN 6, SMKN 1, SMKN 2, SMKN 3, SMKN 4, dan SMKN 5.
Menurut Linus, kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Setelah berlangsung satu bulan akan dipilih dua sekolah yang dianggap berhasil berdasarkan sejumlah indikator. ”Dua sekolah itu yang akan kita dorong untuk masuk dalam deretan 200 SMA/SMK terbaik nasional,” ucapnya.
Namun, di sisi lain, Novi Poespita Candra, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada yang juga Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan, berpendapat, kebijakan itu kurang tepat dan kurang bijaksana serta kurang mempertimbangkan kondisi psikologis anak-anak, orangtua, dan juga guru.
Menurut dia, kebijakan itu justru berdampak buruk terhadap perkembangan anak. Fisik dan emosi anak bakal terganggu sehingga berdampak pada prestasi anak.