Penanganan sampah terus bertransformasi seiring perkembangan zaman. Akan tetapi, kesadaran konsumsi manusia tidak berubah.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai inovasi baru dalam menangani permasalahan sampah terus berkembang di Indonesia. Namun, solusi-solusi tersebut belum cukup untuk menjawab persoalan sampah yang terus bertambah seiring bertambahnya populasi. Kesadaran akan konsumsi dapat menekan produksi barang-barang yang berpotensi akan berakhir menjadi sampah.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menyampaikan, selama beberapa tahun terakhir telah terjadi banyak perubahan terhadap pengelolaan sampah. Hal itu dimulai dari kebijakan soal plastik sekali pakai pada 2016 hingga para pelaku usaha yang mulai terjun di bidang sampah baru-baru ini.
”Dalam satu dekade ini sudah banyak perkembangan-perkembangan dan inovasi-inovasi dalam pengelolaan sampah di Indonesia walaupun belum tuntas 100 persen karena terkendala luas wilayah. Adanya social ecopreneur itu sebuah inovasi yang di luar dugaan,” ujar Novrizal ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Yang harus kita lakukan adalah menciptakan permintaan (apa yang dikonsumsi) kepada korporasi sehingga mereka mengubah penawaran mereka (penawaran). Ini soal consciousconsumerismatau membeli dengan kesadaran.
Per Januari 2023, tercatat 209 pelaku usaha social entrepreneurship telah bergerak di bidang pengurangan dan penanganan sampah di Indonesia. Beberapa di antaranya berupa toko curah (bulkstore), bisnis refill, bisnis reuse, waste collection and recycle, dan bisnis upcycle.
Menurut Novrizal, fenomena tersebut menjadi indikasi bahwa kesadaran masyarakat sudah mulai meningkat. Dengan konsep menukarkan sampah menjadi poin yang kemudian dapat ditukarkan menjadi barang lainnya, masyarakat menjadi terpacu memilah sampah.
”Inovasi-inovasi tersebut dapat menjadi determinan pengelolaan sampah yang akan datang. Itu bisa menggantikan sistem-sistem pengelolaan konservatif yang selama ini dilakukan oleh pemerintah daerah. Mereka juga bisa menjadi partner kolaborasi bagi pemerintah daerah,” lanjut Novrizal.
Salah satu inovasi tersebut tampak dalam platform Recycle for Good yang diinisiasi Cibubur Junction, Jakarta Timur. Head of Market Indonesia, Malaysia, Philippines, and Vietnam SIG Indonesia Noer Wellington mengatakan, platform tersebut diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat dalam hal memilah sampah.
”Sampah-sampah yang bisa didaur ulang bisa dibawa ke gerai untuk kemudian ditukar dengan poin melalui aplikasi. Nantinya, poin tersebut bisa ditukarkan dengan hadiah-hadiah, seperti, voucer, beras, susu, dan teh,” kata Noer, Jumat (3/3/2023).
Sampah bertambah
Data KLHK mencatat, timbulan sampah nasional pada 2022 sebesar 68,5 juta ton dengan komposisi terbesarnya berupa sampah makanan. Sementara sampah yang baru terkelola 64,52 persen atau 35,48 persen sisanya belum terkelola.
Sebagai komposisi sampah terbesar, sampah makanan terus meningkat terlebih saat pandemi. Hal itu disampaikan oleh General Manager FoodCycle Indonesia Cogito Ergo Sumadi. ”Pola konsumsi masyarakat di Indonesia sudah menjadi budaya, terutama menjelang bulan suci. Orang juga lebih banyak menyetok makanan daripada biasanya,” kata Cogito saat dihubungi dari Jakarta.
Saat ini, berbagai pihak yang telah mereservasi tempat berbuka bersama turut menghubungi FoodCycle untuk mendonasikan sampah makanan. Demikian juga beberapa supermarket daging.
Adapun FoodCycle Indonesia telah bergerak dalam hal menampung dan mengolah sampah makanan sejak 2017. Sejak awal berdiri sampai Februari 2023, tercatat lebih dari 800 ton sampah makanan mereka kelola.
Cogito menambahkan, kesadaran masyarakat mengelola sampah perlahan muncul. Namun, kesadaran itu masih sangat kecil dan sedikit.
”Masyarakat yang tersadarkan masih sekitar 10 persen. Walaupun kecil, pola konsumsi di masyarakat memang membaik, tetapi belum sampai target. Contoh menjelang bulan suci justru pola konsumsi meningkat dua kali sampai tiga kali lipat sehingga potensi makanan yang terbuang juga meningkat,” lanjut Cogito.
Kesadaran konsumen
Menurut Editor in Chief National Geographic Indonesia Didi Kaspi Kasim, berbagai inovasi dapat menjawab persoalan sampah selama ini. Namun, narasi besar atas persoalan sampah justru pada kesadaran masyarakat terhadap pola konsumsi.
”Yang harus kita lakukan adalah menciptakan permintaan (apa yang dikonsumsi) kepada korporasi sehingga mereka mengubah penawaran mereka (penawaran). Ini soal conscious consumerism atau membeli dengan kesadaran,” ujarnya.
Didi menambahkan, produksi-produksi barang yang menjadi sampah itu muncul akibat adanya permintaan dari konsumen. Maka, hal terpenting adalah soal gaya hidup atau pola konsumsi masyarakat, yakni dengan mengubah sudut pandang cara konsumsi.
”Misalnya, kita minta terus sedotan. Apakah kita pernah bertanya kepada diri kita sendiri bahwa apakah benar-benar butuh sedotan? Sedotan akan menghilang dengan sendirinya ketika permintaannya juga menghilang,” kata Didi.