Tingkatkan Aksesibilitas Transportasi Publik untuk Penyandang Disabilitas
Transportasi yang ramah penyandang disabilitas dibutuhkan untuk mendukung kemandirian dan produktivitas difabel. Namun, belum semua transportasi umum inklusif.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Penyandang disabilitas menunggu kereta bandara saat mencoba layanan bagi penyandang disabilitas dari Stasiun BNI City, Jakarta Pusat, Selasa (30/4/2019). Kegiatan penyandang disabilitas jalan bareng Railink ini sebagai upaya memberi masukan mengenai layanan dan fasilitas bagi penyandang disabilitas, termasuk upaya pembelajaran bagi petugas dalam membantu penyandang disabilitas yang menggunakan layanan kereta bandara tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Akses transportasi publik dinilai belum sepenuhnya inklusif bagi penyandang disabilitas. Padahal, kemudahan akses transportasi berhubungan dengan produktivitas dan kemandirian difabel.
Menurut pendiri Organisasi Handicap Indonesia (Ohana), Risnawati Utami, pelayanan publik berkualitas mesti memperhatikan aksesibilitas semua orang, termasuk warga lansia, ibu hamil, anak-anak, dan penyandang disabilitas. Namun, belum semua transportasi publik memperhatikan hal ini.
”Hambatan bagi kami untuk berpartisipasi di ruang publik, misalnya, ialah hambatan fisik atau arsitektural,” kata Risnawati pada diskusi daring ”Kolaborasi Penyediaan Aksesibilitas bagi Penyandang Disabilitas dalam Transportasi Publik”, Kamis (23/2/2023).
Salah satu alasan transportasi publik belum inklusif adalah penyandang disabilitas tak dilibatkan dalam perencanaan, perancangan, hingga pembangunan transportasi. Hal itu berkaitan dengan sudut pandang publik dan negara terhadap penyandang disabilitas. Dulu, difabel belum dianggap sebagai subyek yang dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Petugas membantu penyandang disabilitas membeli tiket kereta bandara dari Stasiun BNI City, Jakarta Pusat, Selasa (30/4/2019). Kegiatan penyandang disabilitas jalan bareng Railink ini sebagai upaya memberi masukan mengenai layanan dan fasilitas bagi penyandang disabilitas, termasuk upaya pembelajaran bagi petugas dalam membantu penyandang disabilitas yang menggunakan layanan kereta bandara tersebut.
Setelah meratifikasi Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD), Indonesia mulai mengubah penanganan difabel dari berbasis belas kasihan (charity based) menjadi berbasis hak asasi manusia (HAM). Ini berarti difabel kini dipandang sebagai subyek yang setara dengan WNI lain. Hal ini dikuatkan oleh Undang-Undang Penyandang Disabilitas.
Menurut Risnawati, penyandang disabilitas mesti dilibatkan secara penuh dan bermakna dalam tiap sektor pembangunan, termasuk transportasi publik. Partisipasi mereka penting untuk mengidentifikasi kebutuhan penyandang disabilitas di ruang publik. Partisipasi juga untuk memberdayakan dan memenuhi hak difabel.
Beberapa daerah telah menerapkan pembangunan transportasi publik inklusif. Ia mencontohkan, organisasi perempuan dengan disabilitas di Lombok, Nusa Tenggara Barat, berpartisipasi dalam pembangunan jalan dan trotoar. Organisasi penyandang disabilitas juga dilibatkan saat pembangunan kawasan Malioboro di Yogyakarta. Mereka dilibatkan sejak proses perencanaan hingga pemantauan.
”Penyandang disabilitas dapat berkontribusi dengan baik jika lingkungan mendukung,” kata Risnawati. ”Tapi, ada pembatasan partisipasi yang secara struktural dan tanpa sadar dilakukan negara, masyarakat, dan para pengambil kebijakan,” tambahnya.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas keamanan membantu penyandang disabilitas menaiki kereta moda raya terpadu (MRT) Ratangga di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Minggu (24/3/2019). MRT Jakarta fase 1 rute Bundaran HI-Lebak Bulus diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Di sisi lain, sistem transportasi publik yang belum inklusif berpengaruh terhadap partisipasi kerja penyandang disabilitas.
Menurut Survei Ekonomi Sosial Nasional (Susenas) 2021, ada 2,8 juta penyandang disabilitas sedang-berat berusia produktif (15-64 tahun). Namun, persentase penyandang disabilitas berusia produktif yang tidak bekerja lebih besar daripada yang bekerja.
Penyandang disabilitas dapat berkontribusi dengan baik jika lingkungan mendukung.
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Maliki mengatakan, penyandang disabilitas berusia produktif harus diberi sarana dan prasarana yang mendukung produktivitas.
”Ini berpengaruh ke tingkat kemiskinan mereka yang jadi relatif tinggi. Tingkat kemiskinan kita di angka 9,75 persen pada 2022, sementara penyandang disabilitas 13,25 persen,” kata Maliki.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas menyimulasikan pelayanan bagi penumpang difabel di rangkaian kereta LRT di Stasiun Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (24/1/2023). LRT Jakarta melalui kampanye #NyamankanJakarta mewujudkan pelayanan transportasi publik yang prima dengan menumbuhkan rasa aman, nyaman, dan ramah lingkungan sehingga tercipta transportasi publik yang ramah anak, perempuan, serta penyandang disabilitas.
Menurut Manager Station Design and Integration PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Tonot Aldina Partadisastra, pihaknya berupaya membangun kereta cepat Jakarta-Bandung yang inklusif. Kereta berkapasitas 601 penumpang itu dilengkapi tempat duduk khusus bagi difabel. Ada pula toilet khusus untuk difabel.
Di samping itu, stasiun kereta juga dilengkapi guiding block, huruf braille pada tombol lift, hingga gerbang untuk pengguna kursi roda. Perusahaannya juga menggandeng Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) untuk memberi masukan.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Haris Muhammadun mengatakan, DTKJ akan terus mengawal penerapan kebijakan transportasi yang inklusif. Untuk itu, kolaborasi pemerintah, komunitas difabel, hingga penyedia transportasi publik dibutuhkan.