Penelitian terbaru menunjukkan intervensi gizi yang digunakan untuk mengatasi tengkes di negara berpenghasilan rendah dan menengah harus menargetkan pengembangan mikrobioma usus.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tengkes atau stunting memengaruhi satu dari lima anak di dunia dan dikaitkan dengan morbiditas infeksi, mortalitas, serta defisit perkembangan saraf. Studi terbaru menunjukkan intervensi gizi untuk mengatasi stunting di negara berpenghasilan rendah dan menengah menargetkan pengembangan mikrobioma usus untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Studi yang diterbitkan di jurnal Nature Communications pada Rabu (15/2/2023) memberi bukti terbaru bahwa mikrobioma usus di awal kehidupan memengaruhi pertumbuhan anak melalui jalur kekebalan, metabolisme, dan endokrin sehingga berperan mengatasi masalah stunting. Studi dilakukan di perdesaan Zimbabwe yang dianggap mewakili kondisi anak-anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Hal ini merupakan salah satu studi pertama tentang bagaimana mikrobioma usus berkembang di negara berpendapatan rendah dan menengah. Mikrobioma usus ialah istilah kolektif untuk triliunan mikroba berbeda yang hidup dalam usus manusia, dan penting untuk perkembangan di awal kehidupan, seperti membangun kekebalan, produksi hormon, dan metabolisme nutrisi tertentu.
Hingga saat ini sebagian besar riset mengenai peran mikrobioma usus dalam perkembangan anak berasal dari lingkungan berpenghasilan tinggi, bukan di negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana infeksi dan kematian pada masa kanak-kanak jauh lebih tinggi, serta kekurangan gizi memengaruhi lebih dari satu dari lima anak.
Studi tersebut dilakukan oleh para peneliti dari Queen Mary University of London, University of British Columbia dan Devil's Staircase Consulting, Kanada. Para periset menggunakan teknologi pengurutan metagenom untuk menganalisis mikrobioma usus dari 335 anak-anak dari perdesaan Zimbabwe berusia satu hingga 18 bulan.
Anak-anak diberi dua intervensi sebagai bagian dari percobaan kontrol acak The Sanitation Hygiene Infant Nutrition Efficacy (SHINE). Intervensi pertama adalah peningkatan pemberian makan bayi dan anak balita. Hal ini termasuk memberikan suplemen nutrisi yang disebut ”nutributter” dari usia 6-18 bulan.
Intervensi kedua dimulai selama kehamilan meliputi perbaikan air rumah tangga, sanitasi, dan kebersihan. Intervensi lainnya, yakni membangun jamban baru, tempat cuci tangan, menyediakan air minum yang diklorinasi, dan tempat bermain anak khusus.
Hasilnya menunjukkan dua intervensi ini memiliki efek sangat kecil pada mikrobioma usus anak-anak. Hal ini menunjukkan diperlukan intervensi lebih intensif untuk mengubah mikroba yang mengolonisasi usus bayi di awal kehidupan dalam pengaturan ini.
Para peneliti juga menemukan fungsi genetik mikroba usus, seperti metabolisme vitamin B, bisa memprediksi seberapa baik seorang anak tumbuh, atau akan tumbuh, pada bulan-bulan berikutnya. Karena pertumbuhan anak terkait perkembangan kekebalan, perkembangan otak, dan perkembangan lainnya, data baru ini memberi target intervensi baru untuk mengoptimalkan jalur pertumbuhan dan perkembangan ini pada anak-anak berisiko mengalami masalah pertumbuhan.
Penulis pertama paper ini, Ruairi Robertson dari Queen Mary University of London, mengatakan, ”Penelitian ini memberi komunitas ilmiah sumber data mikrobioma usus sangat besar dari anak-anak di lingkungan pedesaan non-Barat sepanjang masa kanak-kanak. Hal ini akan memungkinkan para peneliti untuk menganalisis dan membandingkan dengan kumpulan data serupa dari anak-anak di lingkungan berpenghasilan tinggi.”
Menurut Robertson, studi ini juga memberikan data penting untuk kesehatan masyarakat di negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana infeksi awal kehidupan, penyakit diare, kematian anak dan kekurangan gizi jauh lebih umum.
Mikrobioba dan BMI
Sebelumnya, para peneliti di Cumming School of Medicine (CSM) di University of Calgary bekerja sama dengan Canadian CHILD Study telah menemukan hubungan antara keragaman, atau jumlah, spesies jamur di usus dengan indeks massa tubuh (BMI) dari bayi.
”Pola keanekaragaman jamur tecermin dalam metabolisme atau berat badan anak-anak ini,” kata Marie-Claire Arrieta, profesor di Cumming School of Medicine dan peneliti utama dalam paper yang diterbitkan di jurnal Cell Reports Medicine pada 9 Februari 2023.
Penelitian ini memberi komunitas ilmiah sumber data mikrobioma usus sangat besar dari anak-anak di lingkungan perdesaan non-Barat sepanjang masa kanak-kanak.
Studi ini menyoroti beberapa faktor dalam mikrobioma bayi yang memengaruhi kesehatan metabolisme anak. Seiring dengan perubahan keragaman jamur, penelitian ini menemukan faktor lain yang berkontribusi terkait dengan BMI bayi. Ini termasuk BMI ibu dan pola makannya, paparan antibiotik, dan keragaman bakteri di usus bayi.
Penelitian ini telah menemukan hubungan kuat antara komposisi mikrobioma usus bayi, lintasan pertumbuhan bayi, dan risiko kelebihan berat badan atau obesitas. Namun, sedikit yang diketahui tentang peran jamur, juga dikenal sebagai mycobiome, dalam kesehatan dan perkembangan anak usia dini.
Hal ini merupakan studi pertama untuk menunjukkan jenis jamur usus tertentu berperan dalam penambahan dan pertumbuhan berat badan pada anak usia dini. Temuan ini mengungkapkan jamur usus kemungkinan berpengaruh penting pada perkembangan anak usia dini, menyoroti perlunya riset lebih lanjut berfokus pada peran jamur usus dalam kesehatan manusia selama tahun-tahun pertama kehidupan.
Studi tersebut melibatkan 100 bayi yang terdaftar dalam CHILD Study. Studi ini tidak dirancang untuk dan tidak menunjukkan sebab-akibat antara keragaman jamur usus bayi dan risiko anak menjadi kelebihan berat badan atau obesitas.