Sebagian anak balita yang tampaknya aktif dan ceria di Jakarta ternyata mengalami ”stunting” atau tengkes. Pendekatan humanis dan langsung melibatkan orangtua tepat untuk mengatasi tengkes.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Selasa (31/1/2023) pagi, puluhan ibu dan anak balita berbondong-bondong ke RPTRA Triputra Persada Hijau Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Seketika ruang terbuka berukuran 1.100 meter persegi itu riuh oleh ibu-ibu saling sapa, ibu menenangkan anaknya yang rewel, hingga anak balita berlarian dan bermain.
Susi (33) menggendong anaknya yang berusia 2,5 tahun. Bocah lelaki ini anteng sambil celangak-celinguk seakan mencari sesuatu. Tingginya 92 cm dengan berat 8,9 kg berdasarkan pengukuran oleh petugas puskesmas dan dinas kesehatan.
”Doyan makan, aktif anaknya. Suka lari ke sana ke sini, tetapi pas tes hasilnya positif stunting (tengkes). Kurang asupan gizi, harus 10 kg,” ujar Susi.
Buah hatinya itu melahap nasi, ikan, sayur, dan panganan lainnya. Akan tetapi, tidak suka minum susu formula. Sebaliknya rutin mengonsumsi susu kemasan. Tak pelak, tenaga kesehatan mewanti-wanti ibu dua anak ini untuk memperbaiki pola makan dan asupan gizi anaknya.
”Setiap Selasa ada penyuluhan dan latihan mengolah makanan bergizi. Kami juga dapat makanan anak balita dan vitamin,” ujarnya.
Susi dan anaknya merupakan satu dari 50 ibu dan anak balita yang tengah menjalani program Semper Barat Cegah Stunting Balita (Sebar Cinta). Secara berkala tenaga kesehatan dari puskesmas dan dinas kesehatan memeriksa perkembangan anak balita supaya bebas tengkes.
Pagi itu, sudah 21 anak balita yang bebas tengkes dan mendapatkan sertifikat sebagai apresiasi sekaligus pengingat untuk menjaga tumbuh kembang sang anak. Sisanya 29 anak balita lagi akan terus berproses hingga tumbuh kembangnya normal.
Darmini (53) menenangkan keponakan berusia 1 tahun yang rewel seharian. Berat badan anak balita ini turun dari 8,4 kg jadi 7,9 kg dan tingginya 72 cm.
”Lagi sakit panas. Kemarin-kemarin suka makan. Sekarang lagi rewel. Doyan jajan, ngemil ketimbang makan nasi atau sayur,” kata Darmini.
Situasi tersebut berkebalikan dengan Siti Juleha (33) yang semringah sambil mengawasi bocah 2 tahun yang asyik main perosotan. Berat badan anaknya naik dari 9 kg menjadi 10,4 kg sehingga bebas tengkes.
”Sekarang sudah doyan makan, enggak hanya jajan. Kalau lapar, dia ngomong minta makan. Jadi lebih aktif lari-larian,” kata Siti.
Intervensi
Tengkes merupakan gagal tumbuh kembang karena kurang gizi. Intervensi untuk mempercepat penurunan tengkes perlu lebih fokus pada usia di bawah dua tahun karena 1.000 hari pertama kehidupan jadi masa krusial untuk mencegah adanya kasus tengkes baru (Kompas, 27 Januari 2023).
Anak-anak ceria cuma tinggi dan berat badannya kurang. Besok saya mau bertemu Menteri Kesehatan membahas tengkes.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memastikan tengah berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga untuk mengatasi tengkes di Ibu Kota. Pemerintah membutuhkan data nama dan alamat agar intervensi tepat sasaran.
Data sementara dari Dinas Kesehatan, tercatat temuan 777 kasus rawan tengkes di Cilincing. Sudah 134 kasus tertangani atau bebas tengkes. Wilayah lain di Jakarta Utara juga masih berkutat mengatasi tengkes. Misalnya 144 kasus di Koja dan 116 kasus di Penjaringan.
”Anak-anak ceria cuma tinggi dan berat badannya kurang. Besok saya mau bertemu Menteri Kesehatan membahas tengkes,” ucap Heru seusai meninjau program Sebar Cinta.
Sejauh ini, Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan makanan tambahan seperti daging ayam, telur, dan daging. Juga pengecekan dan intervensi dari puskesmas dan dinas kesehatan.
Heru turut meminta orangtua anak balita untuk memperhatikan dan merawat anaknya. Ayah dan ibu memberikan makanan bergizi agar tumbuh kembang anak dapat optimal.
”Sinkronkan data dengan benar. Setelah itu, turun atasi tengkes di lapangan,” katanya.
Senin (30/1/2023) berlangsung rapat terbatas Pemprov DKI Jakarta, BPS Jakarta, dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Salah satunya membahas sinkronisasi data untuk mengatasi tengkes. Data bersumber dari Carik Jakarta yang terkoneksi dengan Sistem Informasi Keluarga BKKBN.
Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tavip Agus Rayanti mengatakan, pihaknya mendata 68 juta penduduk pada tahun 2021 dan 37 juta keluarga tahun 2022. Tujuannya untuk menemukan warga yang punya risiko tengkes.
”Dalam waktu dekat, kami akan tetapkan sampel untuk memastikan data yang ada di Carik yang sudah terkoneksi di BKKBN itu sasarannya tepat,” ucap Tavip.
Data sesuai nama dan alamat akan ditautkan dengan program bantuan sosial Pemprov DKI Jakarta. Dari data itu juga akan jadi bentuk koordinasi antara daerah dan pusat.
Laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan, angka tengkes secara nasional menurun menjadi 21,6 persen atau turun 2,8 persen dari tahun sebelumnya. Pemerintah menargetkan setidaknya angka tengkes menurun 3 persen setiap tahun untuk mencapai target 14 persen pada 2024.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, jumlah anak tengkes tahun 2021 pada usia 0-11 bulan sebanyak 565.479 anak. Dari jumlah itu, ekspektasi jumlah anak tengkes tahun 2022 atau satu tahun setelahnya pada anak usia 12-23 bulan diperkirakan tetap, yakni 565.479 anak. Namun, pada 2022 dilaporkan angka tengkes pada usia tersebut justru meningkat menjadi 978.930 anak (Kompas, 27 Januari 2023).
Pendekatan humanis dengan melibatkan orangtua didasari data dan program yang tepat menjadi cara cepat untuk mengatasi tengkes. Mengatasi tengkes sejak dini berarti menyelamatkan penerus yang sehat yang turut menentukan masa depan bangsa.