Perjumpaan Kecil yang Menyelamatkan Jiwa
Pemeriksaan ultrasonografi jadi salah satu cara meningkatkan deteksi dini adanya risiko pada kehamilan. Dengan mengetahui risiko sejak dini, rujukan bisa segera dilakukan demi menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Mata Nining Pujiastuti (41) tidak berpaling dari layar monitor yang menunjukkan hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) dari kondisi kehamilannya. Sesekali ia tersenyum menunjukkan kebahagiaan saat melihat gerakan bayinya.
Hal ini mungkin menjadi perjumpaan terakhir saat bayinya di dalam kandungan. Tidak lama lagi, Nining bisa berjumpa dan melihat langsung bayinya ketika lahir.
”Bayinya sehat. Kepalanya juga sudah di bawah. Besok tetap ikut senam ibu hamil, nggih. Minggu depan masuk minggu ke-37 (kehamilan) sudah persiapan persalinan,” tutur Annafsul, dokter Puskesmas Sedayu 1, Bantul, Yogyakarta, Jumat (10/2/2023).
Hari itu merupakan kunjungan kelima Nining ke puskesmas dalam pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC). Kunjungan terakhir akan dilakukan pekan depan sebelum persalinan. Dengan usia 41 tahun, Nining masuk pada kelompok berisiko tinggi dalam kehamilan.
Pemeriksaan rutin sangat penting untuk mengetahui tumbuh kembang janin juga kondisi kehamilannya. Dengan pemeriksaan rutin, faktor penyulit juga risiko kehamilan bisa diketahui lebih dini.
Hal itu sempat terjadi beberapa tahun lalu. ”Ada ibu yang ternyata mengalami gangguan pada janinnya. Setelah terdeteksi langsung dirujuk ke rumah sakit. Jika tidak terdeteksi mungkin kondisi ibu tidak tertolong,” kata Annafsul.
Baca Juga: Jangan Ada Lagi Kematian Ibu dan Bayi
Di Puskesmas Tegalrejo, Yogyakarta, Tri Suryani (34) juga menjalani pemeriksaan USG pada Kamis (9/2/2023). Kehamilan kali ini merupakan kehamilan ketiganya. Namun, pada kehamilannya yang kedua ia harus mengalami keguguran. Janin yang tidak berkembang menjadi penyebabnya.
Pengalaman tersebut yang kini menjadi pembelajaran bagi Tri untuk semakin menjaga janin di dalam kandungannya. Saran dari dokter tidak pernah luput ia jalankan. Mulai dari mengurangi makanan manis hingga mengurangi kegiatan yang membutuhkan tenaga yang besar.
Pemeriksaan rutin pun sangat penting untuk mengetahui tumbuh kembang janin juga kondisi kehamilannya. Dengan pemeriksaan rutin, faktor penyulit juga risiko kehamilan bisa diketahui lebih dini.
Rasa lega pun dirasakannya ketika dokter menyampaikan kondisi kehamilannya sehat. Jantung bayinya baik. Selain itu, berat dan tinggi bayi di dalam kandungannya sesuai dengan usia kehamilannya. Usia kehamilan Tri sudah mencapai 37 minggu. Hal itu berarti masa persalinan sudah di depan mata.
Sebelum ada layanan USG di puskesmas, Tri harus datang ke rumah sakit swasta atau laboratorium swasta untuk bisa menjalani pemeriksaan USG. Berbeda dengan pelayanan di puskesmas yang sudah ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional, ia mesti mengeluarkan biaya untuk layanan di rumah sakit swasta.
Pemeriksaan USG yang didapatkan sebelumnya dilakukan karena ada indikasi gangguan dalam kehamilan. Padahal, pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan lebih awal agar faktor penyulit dalam kehamilan bisa diketahui sejak dini.
Pemeriksaan kehamilan
Berdasarkan panduan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pemeriksaan kehamilan (ANC) dianjurkan diterapkan minimal delapan kali selama masa kehamilan. Dari panduan itu, Indonesia mengadopsi dengan memberikan layanan pemeriksaan kehamilan sebanyak enam kali dari sebelumnya hanya empat kali.
Baca Juga: Layanan USG Diperluas di Setiap Puskesmas
Secara detail, pemeriksaan dilakukan satu kali pada trimester pertama, dua kali pada trimester kedua, dan tiga kali pada trimester ketiga. Pemeriksaan USG pun masuk dalam layanan yang diberikan, yakni sebanyak dua kali pada trimester pertama dan trimester ketiga.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual.
Annafsul menyampaikan, pemeriksaan USG di setiap usia kehamilan memiliki manfaat yang berbeda. Pada trimester pertama, pemeriksaan USG umumnya dilakukan untuk mengonfirmasi kehamilan serta menentukan usia kehamilan dan estimasi waktu lahir.
Selain itu, pada trimester pertama, pemeriksaan USG bertujuan untuk mencari tahu jika ada kehamilan kembar, memeriksa detak jantung janin, mengidentifikasi kelainan janin, serta mendiagnosis jika ada risiko kehamilan ektopik atau kehamilan yang berkembang di luar rahim.
Sementara pemeriksaan USG di trimester ketiga biasanya dilakukan untuk melihat jenis kelamin jamin, mengonfirmasi jika ada kematian intrauterin (kematian janin dalam kandungan), memantau kadar cairan ketuban, memeriksa risiko cacat lahir, serta mengidentifikasi adanya masalah pada rahim dan plasenta.
Dengan mengetahui adanya gangguan atau kelainan sejak dini, penanganan diharapkan makin cepat diberikan. Harapannya, risiko kematian ibu dan bayi bisa dicegah. Lewat USG, pertumbuhan janin yang terlambat bisa dilihat sehingga intervensi gizi bisa segera diberikan untuk mencegah risiko tengkes (stunting) pada bayi di kemudian hari.
Saat ini, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi. Menurut Survei Penduduk Antarsensus 2015, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 305 kasus per 100.000 kelahiran hidup, tertinggi kedua di antara negara-negara Asia Tenggara setelah Laos.Angka tersebut jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 sebesar 183 kasus per 100.000 kelahiran hidup.
Data sampling registration system (SRS) Kementerian Kesehatan pada tahun 2018 menunjukkan 76 persen kematian ibu terjadi pada fase persalinan dan pascapersalinan.
Penyebab kematian ibu yang tertinggi adalah hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan pasca-persalinan. Kondisi tersebut seharusnya diidentifikasi sejak dini dan diantisipasi sejak masa kehamilan sehingga tidak semakin memburuk hingga persalinan tiba. Itu sebabnya pemeriksaan kehamilan rutin menjadi sangat penting.
Pengadaan
Administrator Kesehatan Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Bertharia Sinaga menyampaikan, penambahan layanan pemeriksaan kehamilan menjadi enam kali ditambah dengan pemeriksaan USG di semua puskesmas merupakan intervensi yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Ditargetkan, pada 2023 ini semua puskesmas sudah memiliki alat USG. Per 10 Februari 2023 tercatat 66,6 persen dari 10.321 puskesmas mempunyai alat USG untuk pemeriksaan kehamilan. Selain penyediaan alat, pelatihan pada dokter umum di puskesmas untuk mengoperasikan alat USG dilakukan. Saat ini sekitar 42 persen dokter telah dilatih.
Baca Juga: Sulitnya Menurunkan Angka Kematian Ibu
”Pemeriksaan USG ini menjadi salah satu cara untuk meningkatkan deteksi dini adanya risiko pada kehamilan. Dengan mengetahui risiko sejak dini, rujukan pun bisa dilakukan dengan cepat untuk bisa menyelamatkan ibu dan bayi,” kata Bertha.
Namun, pencegahan kematian ibu tidak cukup dengan pengadaan alat USG saja. Adanya sumber daya kesehatan kompeten yang mampu mengoperasikan alat USG diperlukan. Selain itu, memastikan ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan secara lengkap sangat penting.
Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan cakupan kunjungan neonatal lengkap pada 2018 hanya 43,5 persen. Layanan sulit diakses, tak adanya sumber daya kesehatan di sejumlah puskesmas, serta minimnya pengetahuan warga jadi tantangan. Apalagi, Indonesia memiliki kondisi geografis serta latar belakang masyarakat beragam.
Tidak hanya itu. Untuk menekan angka kematian ibu, rujukan yang cepat dan tepat juga diperlukan jika ada ibu hamil yang terindikasi mengalami kelainan atau gangguan dalam kehamilan.
Inovasi yang dilakukan di Kabupaten Sleman bisa jadi contoh. Pemerintah setempat menerbitkan Pedoman Rujukan Maternal Neonatal Kabupaten Sleman untuk menekan angka kematian ibu dan bayi di wilayah itu. Pedoman ini untuk menyederhanakan sistem rujukan ibu hamil dan bayi baru lahir agar penanganan bisa lebih cepat.
Baca Juga: Keterlambatan Penanganan Picu Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan
Ketua Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sleman Esti Kurniasih menuturkan, pedoman itu disepakati dinas kesehatan setempat bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan Cabang Sleman, serta rumah sakit umum daerah dan RS vertikal di Sleman.
Rujukan pun tidak lagi berbelit. ”Jika ada indikasi masalah dalam kehamilan dan diprediksi mengalami masalah persalinan dan kelahiran, rujukan bisa langsung dilakukan ke rumah sakit PONEK (pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif) sesuai panduan,” katanya.
Di era otonomi daerah saat ini, komitmen bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah amat penting. Perluasan layanan pemeriksaan kehamilan juga fasilitas pemeriksaan USG akan maksimal dimanfaatkan jika pelaksanaannya dilakukan terencana dan berkelanjutan.
Tantangan di setiap daerah pun perlu dihadapi sesuai dengan kondisi setiap daerah. Dengan begitu tidak ada lagi kematian ibu dan kematian bayi yang seharusnya bisa dicegah.