Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi. Kematian yang terjadi saat fase persalinan merupakan yang tertinggi. Padahal, peningkatan akses pada layanan kesehatan telah diupayakan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
KOMPAS/KRISTI D UTAMI
Seorang ibu hamil mengikuti kelas prenatal yoga di Klinik Ngesti Widodo, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (9/4/2022). Dalam prenatal yoga, para ibu hamil diajari mempersiapkan persalinan yang normal dan dilatih teknik pernapasan supaya lebih rileks saat menghadapi persalinan.
Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi. Kematian yang terjadi saat fase persalinan merupakan yang tertinggi. Padahal, peningkatan akses pada layanan kesehatan telah diupayakan sehingga memungkinkan persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan dengan tenaga yang terampil.
Dalam satu bulan terakhir, dua kisah tragis mengenai kematian bayi yang dipisahkan organ kepalanya saat persalinan ramai diperbincangkan di media sosial. Kisah pertama terjadi di Jombang, Jawa Timur, pada akhir Juli 2022.
Seperti dituliskan Kompas (11/8/2022), rumah sakit terpaksa melakukan dekapitasi atau pemisahan organ kepala dalam proses persalinan karena adanya shoulder dystocia (cedera akibat bahu bayi yang tersangkut di pinggul ibu). Sebelumnya, tenaga kesehatan yang menangani mendorong untuk melakukan proses persalinan normal.
Namun, proses tersebut tidak berlangsung lancar sehingga akhirnya operasi caesar baru dilakukan. Nyawa bayi pun tidak terselamatkan. Dalam keterangan tim medis, ibu dari bayi tersebut memiliki riwayat keguguran, memiliki diabetes, dan hipertensi.
Kasus serupa juga terjadi di Riau pada akhir Agustus 2022. Tindakan yang sama dilakukan oleh tenaga kesehatan di puskesmas setempat. Dalam penjelasan pihak puskesmas, bayi tersebut diketahui sudah meninggal dalam kandungan.
Kasus kematian bayi masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Angka kematian bayi yang tercatat masih tinggi. United Nations Inter-agency Group for Child Mortality Estimation 2021 memperkirakan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia 20 per 1.000 kelahiran.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI
Bidan di Puskesmas Kerinci Kanan, Kabupaten Siak, Riau, sedang berkoordinasi menyangkut aplikasi Alarm Persalinan. Sebuah aplikasi yang banyak membantu mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Foto diambil 18 Mei 2017.
Selain kematian bayi, kematian ibu juga menjadi masalah yang dihadapi saat ini. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2017, angka kematian ibu (AKI) Indonesia sebanyak 177 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini amat jauh dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura (8 kematian per 100.000 kelahiran hidup), Malaysia (29 kematian), Brunei Darussalam (31 kematian), Thailand (37 kematian), dan Vietnam (43 kematian).
Adapun kematian ibu di Indonesia paling banyak terjadi pada fase persalinan dan pasca-persalinan. Data sampling registration system (SRS) Kementerian Kesehatan pada 2018 menunjukkan, 76 persen kematian ibu terjadi pada fase persalinan dan pasca-persalinan. Rinciannya, sebanyak 24 persen kematian terjadi saat masa kehamilan, 36 persen saat persalinan, dan 40 persen pada saat pasca-persalinan. Kematian terbanyak terjadi di rumah sakit, yakni 70,6 persen.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (4/9/2022), mengatakan, sebagian besar kematian ibu dan bayi sebenarnya bisa dicegah dengan deteksi dini sejak masa kehamilan. Itu sebabnya pemeriksaan kehamilan (ANC) secara berkala menjadi penting.
”Jika sudah diketahui ada risiko saat persalinan, tata laksana persalinan yang aman bisa disiapkan dengan baik. Namun, yang lebih banyak terjadi risiko itu terlambat diketahui sehingga penanganan menjadi terlambat,” katanya.
Penyebab kematian ibu tertinggi adalah perdarahan. Selain itu, penyebab lainnya adalah hipertensi dalam kehamilan, sepsis atau komplikasi akibat infeksi, penyumbatan pada pembuluh darah, dan aborsi yang tidak aman.
Kematian ibu akibat faktor risiko tersebut bisa dicegah jika terdeteksi sejak dini. Pengelolaan kehamilan yang baik bisa memperbaiki kondisi kesehatan ibu dan bayi. Persalinan yang aman pun bisa dipilih untuk meminimalkan risiko.
Pemeriksaan kehamilan
Hasto mengatakan, pemeriksaan rutin selama masa kehamilan diperlukan agar gangguan yang terjadi pada ibu hamil bisa terdeteksi sejak dini. Itu kemudian disertai dengan tindakan persalinan yang aman. Pada kehamilan berisiko, persalinan dengan tindakan seksio sesarea (caesar) lebih disarankan yang didukung dengan oleh SDM kesehatan yang kompeten dan sarana yang memadai.
Jika sudah diketahui ada risiko saat persalinan, tata laksana persalinan yang aman bisa disiapkan dengan baik. Namun, yang lebih banyak terjadi risiko itu terlambat diketahui sehingga penanganan menjadi terlambat. (Hasto Wardoyo)
Namun, sejumlah tantangan masih dihadapi, seperti pendidikan yang rendah, kemiskinan, dan tidak meratanya sumber daya kesehatan di Indonesia. Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya masa kehamilan juga masih rendah.
”Hamil itu jangan hanya sekadar hamil. Masa kehamilan itu adalah masa krusial. Karena itu, mengapa merencanakan kehamilan sangat penting. Banyak kehamilan yang baru diketahui setelah tiga bulan sehingga akhirnya banyak ditemui kehamilan berisiko,” tutur Hasto.
Menurut dia, ketika kehamilan tidak disiapkan dan tidak direncanakan, kepedulian seseorang akan masa kehamilan menjadi berkurang. Keengganan untuk melakukan pemeriksaan rutin serta menjaga kesehatan ibu dan bayi juga berkurang. Hal ini membuat risiko dalam persalinan pun tidak diketahui sejak dini.
Hasto mengakui, keterbatasan sumber daya kesehatan serta fasilitas kesehatan terjadi di Indonesia. Sejumlah masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan terluar pun masih kesulitan mengakses layanan kesehatan, terutama pelayanan persalinan untuk tindakan darurat.
HUMAS RSMH PALEMBANG
Tim dokter RSUP Mohammad Hoesin Palembang melakukan persalinan bayi kembar siam, Jumat (14/1/2022). Kondisi kesehatan bayi terus menurun dan akhirnya meninggal tiga jam setelah dilahirkan.
Kondisi ini sementara bisa diatasi dengan mendekatkan pasien pada layanan yang tersedia. Ketika hari persalinan hampir tiba, ibu bisa dirujuk ke rumah sakit yang bisa menangani persalinan darurat terlebih dahulu.
”Pada usia kehamilan 32 minggu, pemeriksaan bisa dilakukan untuk mengetahui adanya risiko persalinan, seperti letak plasenta dan posisi bayi. Jika plasenta atau ari-ari ada di bagian bawah menutupi jalan lahir, itu bisa menyebabkan perdarahan. Begitu pula jika letak bayi sungsang, persalinan caesar perlu dilakukan,” ujar Hasto.
Ia menambahkan, proses rujukan dari fasilitas kesehatan primer ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut juga menentukan pencegahan kematian pada ibu dan bayi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, ada keterlambatan dalam merujuk pasien sebesar 31 persen. Selain itu, hanya 9 persen pasien yang dirujuk dilakukan stabilisasi pra-rujukan yang memadai.
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto menyampaikan, upaya menekan kematian ibu dan bayi menjadi fokus intervensi yang dilakukan pemerintah untuk mendukung capaian pembangunan nasional. Angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi menjadi penanda akses pelayanan kesehatan yang kurang baik.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah berupaya meningkatkan layanan ibu dan bayi melalui peningkatan layanan pemeriksaan kehamilan (ANC) di fasilitas kesehatan primer. Pemeriksaan kehamilan yang sebelumnya hanya dilakukan empat kali kini ditingkatkan menjadi enam kali termasuk dua kali untuk pemeriksaan USG pada trimester pertama dan ketiga oleh dokter kandungan.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Bayi yang baru dilahirkan berada di ruang bayi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari, Surabaya, Jumat (11/11/2011). Banyak warga memilih tanggal unik, yaitu 11-11-2011 untuk menikah ataupun melahirkan.
Pada ibu yang belum terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional, jaminan persalinan pun dapat diberikan. Jaminan ini khususnya untuk masyarakat yang masuk dalam golongan fakir miskin dan tidak mampu yang tidak memiliki jaminan kesehatan.
Agus menyampaikan, layanan yang ditanggung dalam jaminan persalinan tersebut meliputi layanan pada ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas. Setiap ibu diharapkan tidak khawatir mengakses fasilitas kesehatan meski belum terdaftar sebagai peserta JKN-KIS.
”Dengan begitu, risiko kematian pada ibu dan bayi bisa ditekan, bahkan seharusnya tidak ada lagi kematian ibu dan bayi di Indonesia,” katanya.