Emak-emak Melawan Penculikan
Kasus penculikan anak yang belakangan kerap terjadi di Tanah Air membuat orang resah. Dalam situasi seperti ini, muncul solidaritas para ibu yang memanfaatkan ”the power of emak-emak” untuk melawan penculikan.

Siswa SD Negeri Joglo 01, Kembangan, Jakarta Barat, bermain lato-lato di taman saat menunggu dijemput orangtua mereka, Senin (30/1/2023).
Selasa (31/1/2023) siang, sekelompok ibu dari siswa kelas 2C SDN Negeri Joglo 01, Jakarta Barat, berkumpul di taman, di sebelah barat sekolah. Sambil bercengkerama, mata mereka awas memperhatikan setiap anak, baik yang sendirian maupun bersama orang lain, di sekitar taman. Jika ada yang mencurigakan, mereka segera bertindak.
Kelompok ibu-ibu ini setiap hari bekerja sama memastikan anak-anak pulang dari sekolah dengan aman. ”Biasanya, kalau sudah waktunya pulang, kami mengabari ibu-ibu. Nanti ibu-ibu membalas OTW, OTW,” ujar Ria (36), ibu dua anak, menjelaskan interaksi di grup Whatsapp mereka.
Tepat pukul 11.00, bel berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar dari kelas. Ibu-ibu ini langsung bersiaga. Mereka berbagi tugas. Ada yang membantu anak-anak menyeberang jalan. Ada yang mengumpulkan dan mengawasi anak-anak yang bermain di taman.
Sebagian ibu lainnya mengirim pesan di grup Whatsapp agar orangtua yang masih di rumah segera datang menjemput anak mereka. Apabila ada orangtua yang terlambat menjemput anaknya, ibu-ibu ini menemani sang anak di taman.
”Kalau belum datang juga, kami telepon terus orangtuanya. Kadang-kadang, kami antar anak itu sampai rumahnya,” kata May (36), ibu dua anak yang tinggal di daerah Petukangan, Jakarta.
Jika si anak dijemput tukang ojek, ibu-ibu itu akan memeriksa identitas dan pelat nomor sepeda motor si tukang ojek. Pokoknya, mereka berusaha memastikan penjemput si anak adalah tukang ojek yang sebenarnya.
Kadang ini jadi persoalan buat para tukang ojek. ”Sekarang, mau jemput anak sekolah prosedurnya panjang banget, dah,” kata Candra, pengemudi ojek yang memiliki langganan tetap dan memberi order menjemput anaknya yang masih SD dua kali sepekan.
Waktu pertama kali memberi order, si orangtua mengambil foto Candra terlebih dahulu untuk dikirimkan ke petugas satpam sekolah tempat anaknya belajar. ”Nah, waktu saya jemput, satpam akan mencocokkan foto yang dikirim orangtua si anak dengan wajah saya. Dicek juga nomor telepon, KTP, ditanya nama anak yang akan dijemput, kelas berapa. Kayak ikut kuis aja ditanya-tanya mulu,” tutur Candra.
Kadang yang bertanya ibu-ibu. ”Pokoknya, ribet sekarang, mah. Gara-gara tukang culik, tukang ojek yang kena getahnya,” gerutu Candra.

Siswa SD Negeri Joglo 05, Kembangan, Jakarta Barat, menunggu dijemput di halaman sekolah, Senin (30/1/2023). Maraknya kasus penculikan anak membuat pihak sekolah lebih berhati-hati menjaga anak didik mereka saat pulang sekolah.
May mengatakan, dirinya dan ibu-ibu bergerak lantaran khawatir pada keselamatan anak-anak di tengah maraknya kasus penculikan. ”Saya kasihan. Membayangkan kalau itu anak sendiri,” ujar May.
Kebiasaan ibu-ibu menunggu anak pulang sekolah sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Namun, belakangan ini mereka lebih aktif bekerja sama lantaran kasus penculikan anak marak. Mereka menjadi lebih waspada dan siaga menjaga anak.
Baca juga: Balada Satpam Metropolitan
Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, terdapat 21 laporan kasus penculikan anak sepanjang 2022, meningkat dari 11 kasus pada 2021. Mayoritas kasus yang dilaporkan terjadi di wilayah Jabodetabek. Dari jumlah tersebut, ada delapan kasus yang terungkap (Kompas, 6/1/2023).
Kasus yang masih hangat dalam ingatan adalah penculikan Malika Anastasya. Bocah perempuan itu diculik dari rumah orangtuanya di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, pada Desember tahun lalu. Oleh si penculik, Malika dipaksa mengemis dan memungut barang bekas.
Di Cilegon, polisi menangkap seorang pria yang menculik keponakannya, FR (3). Selama 23 hari, pria tersebut membawa FR menemaninya jadi badut pengamen dan mengemis di Jakarta. Di Makassar, M Fadil Sadewa (11) tewas setelah diculik oleh dua pelaku, Al (17) dan Fa (14). Kedua pelaku menculik dan membunuh korban lantaran ingin menjual organ tubuh Dewa (Kompas, 11/1/2023).
Kabar tentang kasus penculikan anak membuat ibu-ibu resah. Biasanya, ibu-ibu ini mendapatkan informasi mengenai kasus penculikan di media sosial. Sebagian informasi yang beredar ternyata hoaks. ”Tapi, terlepas itu (kabar) benar atau bohong, kami tetap waspada,” kata Riani (29), ibu dari seorang siswa di SDN Joglo 05.

Orangtua mengantar anaknya hingga ke gerbang sekolah di SD Negeri Joglo 05, Kembangan, Jakarta Barat, Selasa (31/1/2023). Tidak hanya mengantar dan menjemput, orangtua dan sekolah juga berupaya memberi pengertian kepada anak untuk tidak menerima pemberian dan bujuk rayu dari orang asing.
Kumpulan ibu-ibu siaga juga muncul di SDN Negeri Joglo 05. Shinta (34), ibu dua anak, menyebutkan, kelompoknya baru berkumpul sekitar pukul 10.00. ”Kalau pagi kami sibuk masak, cuci baju. Maklum, emak-emak. Setelah beres, baru kami jemput anak,” katanya.
Sambil menunggu anak, Shinta dan kawan-kawan melakukan beragam aktivitas untuk mengusir bosan. Mereka makan rujak atau arisan. Mendekati jam pulang sekolah, mereka baru bersiaga memastikan anak-anak dijemput orang yang tepat.
Dian (28), salah satu ibu, mengatakan sangat terbantu dengan aksi solidaritas ibu-ibu. Dian pernah terlambat menjemput anak pertamanya karena ia kerepotan mengurus anak kedua yang masih bayi. Ibu-ibu kemudian menemani anaknya hingga Dian datang. ”Saya jadi tenang saat terlambat menjemput,” ucapnya.
Tanggung jawab
Upaya mencegah penculikan juga datang dari pihak sekolah. Guru kelas 1 SDN 05 Joglo, Helmi Yusuf, menceritakan, sebenarnya sesuai prosedur standar operasi dari dinas pendidikan, pihak sekolah punya tugas mendampingi anak sampai gerbang sekolah.
Saat penjemput datang, guru turut memastikan apakah sang penjemput benar orangtua sang anak. ”Kalau yang menjemput tukang ojek, kami akan menelepon orangtua terlebih dahulu untuk memastikan sebelum melepas anak,” paparnya.
Helmi sudah terbiasa dengan tugas ini. ”Kebetulan saya mengajar kelas kecil, anak-anak masih mudah dibilangin. Kalau anak kelas 5 atau 6 SD sudah remaja, justru lebih menantang,” katanya.
Tantangan mengawasi anak, menurut Helmi, terletak pada spontanitas sang anak. Saat melihat pedagang makanan, anak bisa begitu saja ngacir untuk jajan. Bagi Helmi, keberadaan kelompok ibu-ibu yang bahu-membahu menjaga anak sangat berguna.
”Alhamdulillah, ini sangat membantu. Kami bisa koordinasi dan komunikasi menjaga anak di samping terus memberikan edukasi kepada anak agar mereka tidak terbujuk orang asing,” jelasnya.

Petugas satpam sekolah memastikan siswa dijemput oleh orangtua ataupun keluarga siswa saat pulang sekolah di SD Negeri Joglo 05, Kembangan, Jakarta Barat, Senin (30/1/2023). Maraknya kasus penculikan anak membuat pihak sekolah menerapkan kebijakan bagi siswa agar menunggu jemputan di halaman sekolah.
Pengelola SMP Islam Al Mansoura, Tangerang Selatan, menyadari potensi penculikan tersebut. Untuk itu, sekolah menyiagakan petugas khusus. ”Ada Mas Danu di sekolah yang menjaga anak-anak sampai sekolah tutup,” kata Lucky Satria, pengurus sekolah.
Baca juga: Jadi Tetangga Jangan Gitulah
Saat jam pulang sekolah, penjemput biasanya sudah menghubungi siswa terlebih dahulu sehingga siswa sudah bersiap. Penjemput menunggu di halaman sekolah. Tidak ada siswa yang keluyuran di luar kelas. Bentuk bangunan sekolah yang serupa ruko memudahkan pengontrolan terhadap siswa atau pengawasan terhadap penjemput.
Jika menggunakan jasa ojek daring, orangtua memberi tahu siswa nomor kendaraan dan nama pengemudinya.
Hiro (13), siswa SMP Islam Al Mansoura, buru-buru keluar gedung sekolah ketika nama ibunya disebut-sebut pengemudi ojek daring. Dia lalu mengecek ponsel pengemudi ojek daring untuk memastikan bahwa benar-benar ibunya yang memesan ojek untuk dia.
”Kalau sudah cocok, berarti benar, tenang,” kata Hiro yang beberapa kali diminta untuk selalu disiplin menjaga kewaspadaan.
Sosiolog dan pengamat perlindungan anak Rita Pranawati menjelaskan, kejahatan penculikan bisa dicegah lewat berbagai cara. Salah satunya, dengan mempertebal fungsi keluarga sebagai penjaga utama keamanan dan keselamatan anak.
”Ketika ada transisi anak dari keluarga ke tempat lain, seperti ke sekolah, harus ada proses transisi yang jelas,” ujar mantan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia ini. Di situlah, sekolah memegang tanggung jawab menjaga keamanan dan keselamatan anak. Sekolah tidak boleh abai menjalankan kewajiban ini.
Lingkungan sekitar, lanjut Rita, juga mesti berkontribusi memberikan proteksi sosial pada anak. Masalahnya, di kota-kota besar seperti Jakarta, kepedulian warga yang satu dengan yang lain tergolong rendah. Apalagi, sejak pandemi Covid-19, banyak orang yang lebih senang menjalankan aktivitasnya secara individual.

Seorang siswa berpamitan kepada ibunya saat tiba di SD Negeri Joglo 05, Kembangan, Jakarta Barat, Senin (30/1/2023). Orangtua yang mengantar dan menjemput anak mereka saat pulang sekolah merupakan salah satu upaya mencegah tindakan kriminal penculikan.
Munculnya solidaritas di kalangan emak-emak untuk mengamankan anak dari kejahatan penculikan patut diapresiasi. Hal ini mengingatkan kita pada solidaritas warga yang juga tumbuh saat kasus pembegalan pengendara sepeda motor marak terjadi pada 2014 dan 2015. Saat itu, muncul gerakan pulang bersama di malam hari. Salah satunya dikoordinasi oleh akun Twitter @pulangkonvoi.
Baca juga: Kisah Warga Urban, Ujug-ujug Jadi Ketua RT/RW
Gerakan ini mengajak pengendara yang biasanya pulang sendiri memiliki teman seiring perjalanan. Mereka yang diteror ketakutan bakal dibegal saat perjalanan pulang jadi memiliki keberanian. Lambat laun, gerakan yang memiliki ribuan pengikut ini menjadi gerakan kolektif warga yang memberi rasa aman di saat negara belum mampu menghadirkannya.
Apa yang dilakukan para ibu dengan ”the power of emak-emak”-nya tampak sederhana. Tetapi dampaknya bisa sangat besar, yakni rasa aman dan tenteram yang harganya makin mahal.
Lagi pula, siapa yang berani melawan emak-emak? Tidak terkecuali para penculik. (BSW/MHF)