Terpecahkan, Misteri Gagal Ginjal pada Anak 80 Tahun Lalu
Setelah 80 tahun berlalu, para peneliti akhirnya berhasil mengungkap misteri medis gagal ginjal pada anak-anak dan bayi tahun 1930-an. Anak-anak itu mengonsumsi susu, roti, sereal, dan margarin yang diperkaya vitamin D.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
Kasus gagal ginjal dan kematian melanda anak-anak dan bayi yang mengonsumsi susu, roti, sereal, dan margarin yang diperkaya vitamin D pada 1930 hingga 1940-an. Selama hampir 80 tahun penyebab gagal ginjal itu menjadi misteri medis, hingga peneliti menemukan adanya mutasi genetik pada anak-anak itu, tetapi ternyata itu tidak semuanya. Sekarang para ilmuwan telah menemukan mengapa beberapa bayi jatuh sakit bahkan tanpa mutasi.
Teka-teki ini dimulai pada awal 1900-an, ketika lebih dari 80 persen anak-anak di kawasan industri Eropa dan Amerika Utara terkena rakhitis, yang menyebabkan nyeri tulang, pertumbuhan yang buruk, serta tulang yang lunak, lemah, dan cacat.
Penemuan bahwa sinar matahari mencegah rakhitis akhirnya mendorong gerakan fortifikasi atau pengayaan makanan dengan vitamin D sejak 1930-an. Satu sisi, rakhitis itu bisa ditekan, tetapi wabah keracunan vitamin D melanda anak-anak dan menjadi fatal pada bayi.
Temuan ini memberikan informasi bahwa bentuk gen penting dalam pengaturan gen dan inilah alasan mengapa beberapa orang hidup dengan HCINF1 tetapi tanpa diagnosis pasti.
Gelombang kematian melanda bayi menyebabkan larangan fortifikasi di banyak negara Eropa pada 1950-an. Selama bertahun-tahun, penyebab kematian karena fortifikasi makanan dengan vitanin D ini masih menjadi misteri.
Mutasi genetika
Hingga pada tahun 2011, para peneliti mulai menemukan titik terang bahwa beberapa orang dilahirkan dengan mutasi gen CYP24A1, yang berarti mereka tidak dapat memetabolisme vitamin D dengan baik. Gangguan metabolisme tersebut kemudian diketahui sebagai hiperkalsemia infantil tipe 1 atau HCINF1.
Mutasi gen ini menyebabkan penumpukan kalsium dalam darah, menyebabkan batu ginjal dan kerusakan ginjal, yang dapat berakibat fatal pada bayi. Itulah alasan mengapa makanan yang diperkaya vitamin D pada 1930-an menyebabkan keracunan pada beberapa orang.
Namun, ada sekitar 10 persen pasien yang mengalami gangguan HCINF1 ternyata tidak memiliki mutasi genetik. Banyak kematian bayi dan gejala yang masih dialami oleh pasien saat ini dengan ciri-ciri HCINF1 tetap tidak dapat dijelaskan.
Baru-baru ini, para peneliti di University of East Anglia (UEA) telah menemukan sejumlah kasus pasien yang mengalami gangguan metabolisme vitamin D, tetapi tidak mengalami mutasi genetik ini.
Peneliti utama Darrell Green dari Norwich Medical School UEA mengatakan, sebagian besar pasien yang diskrining dan mengetahui bahwa mereka memiliki HCINF1 juga memiliki mutasi pada gen CYP24A1. Namun, sebagian orang tidak memiliki mutasi itu, tetapi masih kesulitan untuk memproses vitamin D dan terus mengalami masalah seumur hidup tanpa diagnosis yang tepat. Masalah bagi pasien dapat mencakup batu ginjal berulang dan nyeri hebat.
Bentuk gen abnormal
Titik terang itu didapatkan ketika salah seorang pasien, Shelley O’Connor (34), dari Norwich, baru didiagnosis dengan HCINF1, ketika dia hamil anak pertamanya pada usia 23 tahun atau 11 tahun yang lalu.
Ketika dia mulai mengonsumsi suplemen kehamilan untuk membantu bayinya, termasuk vitamin D, dia mulai menderita rasa sakit yang hebat yang membuat bidan mengira dia akan melahirkan hanya pada usia 23 minggu.
”Itu sangat menakutkan,” kata O’Connor, dalam rilis yang dikeluarkan UEA, Rabu (25/1/2023). ”Saya sangat takut dengan bayinya. Namun, ketika saya melakukan MRI, mereka menemukan bahwa itu sebenarnya adalah batu ginjal yang disebabkan oleh konsumsi vitamin D sebagai suplemen kehamilan.”
O’Connor mengatakan, dia didiagnosis dengan HCINF1. ”...dan itu menjelaskan banyak hal karena saya pernah mengalami hal-hal seperti sakit perut dan sakit seperti itu di masa kanak-kanak,” katanya.
O’Connor sekarang secara teratur mengeluarkan batu ginjal dan perlu minum obat pereda nyeri. Dia juga harus menjalani operasi setiap enam bulan untuk membersihkan penumpukan kalsium yang menyebabkan batu ginjal.
”Saya sangat senang diundang untuk mengambil bagian dalam penelitian ini dan saya berharap temuan ini dapat membantu orang lain seperti saya,” katanya.
Tim UEA kemudian bekerja sama dengan rekan-rekan di Rumah Sakit Universitas Norfolk dan Norwich, di mana mereka bekerja dengan 47 pasien seperti O’Connor untuk mengetahui bagaimana orang dapat memiliki kondisi tersebut tanpa mutasi.
Mereka menggunakan kombinasi urutan genetik generasi berikutnya dan pemodelan komputasi untuk mempelajari sampel darah dari 10 persen ”pasien yang membingungkan” itu.
Green mengatakan, ”Seorang mahasiswa PhD di laboratorium saya, Nicole Ball, melakukan analisis genetik yang lebih luas dari enam sampel darah pasien dan kami menemukan bahwa bentuk fisik gen CYP24A1 pada pasien HCINF1 yang tampak ini tidak normal.”
Temuan ini memberikan informasi bahwa bentuk gen penting dalam pengaturan gen dan inilah alasan mengapa beberapa orang hidup dengan HCINF1 tetapi tanpa diagnosis pasti. Temuan ini dipublikasikan dalam Journal of Bone and Mineral Research pada 10 Januari 2023.
Green menjelaskan perbedaan antara mutasi genetik dalam pengurutan DNA dan bentuk gen, dan apa artinya bagi pasien. Pada skala yang lebih luas yang relevan dengan genetika dan kesehatan, kita tahu bahwa gen harus memiliki urutan yang benar untuk menghasilkan protein yang benar. Namun, kita sekarang tahu bahwa gen juga harus memiliki bentuk fisik yang benar.
Dalam kebanyakan kasus, pasien ini diskrining dan mengetahui bahwa mereka memiliki mutasi CYP24A1 dan gangguan tersebut sekarang diketahui sebagai hiperkalsemia infantil tipe 1 atau HCINF1. ”Namun, pada sekitar 10 persen pasien yang diduga HCINF1, mereka tidak menunjukkan mutasi yang jelas pada CYP24A1 dan terus mengalami masalah seumur hidup tanpa diagnosis yang tepat,” kata Green.
Hindari suplemen
Bill Fraser, profesor dari Norwich Medical School dan Rumah Sakit Universitas Norfolk dan Norwich, yang turut dalam kajian ini, mengatakan, ”Penyebab genetik dari toksisitas vitamin D dapat dibiarkan tidak terdiagnosis untuk waktu yang lama, hingga dewasa, kemudian terkadang terungkap selama kehamilan ketika dilakukan fortifikasi ibu dengan vitamin D. Kami juga melihat pasien dengan penyebab batu ginjal berulang yang tidak terdiagnosis yang memiliki memiliki kondisi ini selama bertahun-tahun.”
Menurut Fraser, pengobatan yang harus dilakukan untuk pasien dengan gen abnormal ini termasuk menghindari suplementasi vitamin D. Selain itu, ada beberapa obat antijamur yang bisa membantu menurunkan kadar kalsium dan dapat memberi pasien kualitas hidup yang lebih normal. ”Itu telah kami mulai resepkan pada beberapa pasien,” katanya.
Temuan ini menunjukkan, terkadang butuh puluhan tahun untuk memahami misteri medis yang menelan banyak korban. Namun, sisi baiknya, selain untuk mengobati masalah pada mereka yang yang mengalami gangguan metabolisme vitamin D, temuan ini juga memberi jalan terang bagi penanganan masalah kesehatan lainnya. Kini para peneliti berencana untuk menyelidiki peran bentuk gen pada kelainan lain seperti kanker.