Kematian akibat Gangguan Ginjal Akut pada Anak Terus Bertambah
Dari 245 laporan kasus gangguan ginjal akut pada anak, angka kematian sudah mencapai 141 jiwa. Laporan kematian ini datang dari 26 provinsi, mulai dari Aceh hingga Papua.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gangguan ginjal akut pada anak terus meluas ke 26 provinsi dan kini mencapai 245 penderita. Gangguan ginjal akut yang diduga terkait cemaran pada obat sirop ini pun menewaskan 141 anak. Orangtua diimbau agar waspada dan membawa anak ke rumah sakit jika mengalami gejala prodromal disertai berkurangnya volume buang air kecil.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan, data terakhir kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak mencapai 245 kasus dengan sebaran di 26 provinsi. Adapun DKI Jakarta memiliki kasus tertinggi, yakni 55 laporan dengan angka kematian 27 jiwa atau sekitar 50 persen.
Angka kasus tertinggi itu diikuti Jawa Barat, yakni 34 laporan dengan angka kematian mencapai 18 jiwa. Sementara Aceh memiliki 28 laporan dengan angka kematian 21 jiwa. Ditotalkan dengan seluruh 23 provinsi lainnya, jumlah kematian anak akibat gangguan ginjal akut mencapai 141 jiwa atau sekitar 58 persen dari total keseluruhan kasus.
”Dalam tiga bulan terakhir kasus naik, angka kematian juga cukup banyak, yakni 58 persen. Ini menjadi perhatian bagi kita semua karena naiknya (penyakit ini) cepat sekali dan angka kematian yang sangat tinggi,” ujarnya dalam siaran yang dilakukan di Radio Republik Indonesia, Jakarta, Senin (24/10/2022).
Mohammad Syahril menegaskan, pemerintah berupaya mencari penyebab dengan beberapa upaya secara serentak. Salah satunya adalah dengan langkah pengawasan melalui penyelidikan epidemiologi dengan menyusuri dan mendatangi rumah keluarga pasien dalam rangka mencari riwayat penyakit anak serta riwayat obat yang dikonsumsi.
Selain itu, edukasi dan sosialisasi gejala dilakukan agar masyarakat waspada. Di tingkat fasilitas layanan kesehatan, beberapa waktu lalu, Kemenkes menetapkan pedoman penanganan dan tata laksana kasus gangguan ginjal akut pada anak. Khusus kepada pasien yang sedang dirawat, obat penawar untuk meredakan gejala telah disiapkan.
Keracunan obat
Mohammad menambahkan, kini dugaan penyebab telah mengarah ke intoksikasi atau keracunan obat sirop yang masih diteliti Kemenkes beserta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hingga saat ini telah ada beberapa obat sirop yang dilarang peredarannya karena memiliki cemaran senyawa, seperti etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman.
BPOM telah memeriksa 33 dari 102 obat sirop yang dikumpulkan Kemenkes dalam penyelidikan epidemiologi. Dari 33 produk tersebut, ditemukan tiga produk bernama Unibebi Batuk Sirop, Unibebi Demam Sirop, dan Unibebi Demam Drops produksi Universal Pharmaceutical Industries yang mengandung EG dan DEG di atas ambang batas aman.
Dalam tiga bulan terakhir kasus naik, angka kematian juga cukup banyak, yakni 58 persen. Ini menjadi perhatian bagi kita semua karena naiknya (penyakit ini) cepat sekali dan angka kematian yang sangat tinggi.
”Hingga saat ini, BPOM masih melakukan sampling dan pengujian terhadap 69 produk dari 102 produk yang diserahkan Kemenkes,” kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam konferensi pers kelima terkait gangguan ginjal akut di Jakarta, Minggu (23/10/2022).
Selain itu, BPOM telah memeriksa seluruh produk obat berbentuk sirop dan tetes yang teregistrasi. Hasilnya, ditemukan 133 produk obat yang aman digunakan sesuai aturan pakai karena tidak menggunakan bahan-bahan obat seperti propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol. Sejumlah bahan obat itu diduga BPOM mengandung cemaran EG dan DEG.
Juru Bicara Pemerintah dr Reisa Broto Asmoro menyampaikan orangtua harus ekstra waspada mengawasi anak, terutama yang berusia di bawah lima tahun atau balita. Pengawasan harus berfokus pada gejala yang dialami anak. Jika anak terkena gejala prodromal, seperti demam atau batuk tanpa ada penurunan urine (oliguria), orangtua sebaiknya menghindari produk obat sirop penurunan panas atau obat sirop batuk.
Jika anak mengalami gejala tersebut, orangtua sebaiknya memberi anak kompres air hangat, makanan bergizi, dan asupan minum yang cukup. ”Orangtua juga bisa melakukan skin to skin contact dengan menggendong anak yang mengalami gejala tersebut,” tambahnya.
Reisa menambahkan, jika anak mengalami gejala oliguria atau tidak mengeluarkan urine sama sekali (anuria) dengan atau tanpa gejala prodormal, orangtua harus segera membawa anaknya ke fasilitas layanan kesehatan atau langsung ke rumah sakit. Penggunaan obat cair dalam bentuk sirop ataupun tetes sebaiknya dihindari. Untuk obat yang telah diumumkan aman oleh BPOM, dapat dikonsumsi dengan aturan dokter. Ia menganjurkan untuk menggunakan obat bentuk lain apabila anak membutuhkan pengobatan.