Exxon, salah satu perusahaan minyak terbesar, secara akurat telah memperkirakan kenaikan suhu global akibat perubahan iklim sejak tahun 1970-an. Di sisi lain, perusahaan ini dikenal getol menentang sains terkait iklim.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Para aktivis Extinction Rebellion Indonesia menggelindingkan miniatur Bumi bertuliskan "G20" Kills di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (13/11/2022). Gerakan Extinction Rebellion Indonesia menggelar aksi untuk menyuarakan urgensi mitigasi krisis iklim di tengah penyelenggaraan KTT G20 di Bali. Aksi ini merupakan bagian dari agenda Rebellion Week yang berlangsung pada 12-17 November 2022.
ExxonMobil, salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia, secara akurat telah memperkirakan kenaikan suhu global akibat perubahan iklim sejak tahun 1970-an bakal mencapai 0,2 derajat celsius per dekade. Proyeksi saintis dari Exxon bahkan lebih akurat dibandingkan analisis peneliti dari National Aeronautics and Space Administration.
Pada tahun 2015, jurnalis di InsideClimate News menemukan bahwa Exxon telah mengetahui perubahan iklim sejak Juli 1977, ketika ilmuwan senior perusahaan ini, James Black, mulai menyampaikan pesan tentang topik tersebut kepada manajemen. Selain mewawancarai mantan karyawan Exxon, jurnalis ini juga menganalisis ratusan halaman dokumen internal perusahaan.
Tim peneliti Universitas Harvard dan Institut Potsdam kemudian menganalisis lebih dari 100 dokumen Exxon ini yang dikeluarkan antara tahun 1977 dan 2014 untuk menghitung prediksi kenaikan suhu global.
Mereka menemukan bahwa Exxon tidak hanya menyadari efek rumah kaca. Namun, perusahaan ini juga memiliki tim ilmuwan sendiri yang mengembangkan model untuk memproyeksikan efek emisi karbon pada iklim global. Dan model itu ternyata sangat akurat.
Analisis ini diterbitkan di jurnal ilmiah terkemuka Science pada Kamis (13/1/2023). âKami menemukan bahwa sebagian besar proyeksi mereka (Exxon) secara akurat meramalkan pemanasan yang konsisten dengan pengamatan selanjutnya,â tulis Geoffrey Supran dari Department of the History of Science Harvard University dan tim dalam tulisannya.
Perubahan suhu yang diamati secara historis (merah) dan konsentrasi karbon dioksida atmosfer (biru) dari waktu ke waktu, dibandingkan dengan proyeksi pemanasan global yang dilaporkan oleh ilmuwan ExxonMobil. (A) Proyeksi model Exxon 1982 âProprietaryâ. (B) Ringkasan proyeksi dalam tujuh memo internal perusahaan dan lima publikasi peer-review antara tahun 1977 dan 2003 (garis abu-abu). (C) Grafik pemanasan global âefek karbon dioksida pada skala interglasialâ yang dilaporkan secara internal tahun 1977. (A) dan (B) menampilkan rata-rata pengamatan suhu historis, sedangkan catatan suhu historis dalam (C) adalah simulasi model sistem Bumi yang diperhalus selama 150.000 tahun terakhir. Sumber: Geoffrey Supran, dkk. Science (2023)
Proyeksi Exxon juga sama tepatnya, bahkan lebih akurat, dibandingkan model akademik dan pemerintahan.
Dengan menggunakan teknik statistik Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Supran dan tim menemukan bahwa 63-83 persen proyeksi pemanasan global yang dilaporkan oleh ilmuwan Exxon konsisten dengan suhu yang diamati selanjutnya.
Ilmuwan perusahaan ini telah memperkirakan bahwa pembakaran bahan bakar fosil akan menghasilkan 0,20 ± 0,04 derajat celsius pemanasan global per dekade. Proyeksi yang dimodelkan oleh ilmuwan perusahaan migas ini memiliki âskor akurasiâ rata-rata 72 ± 6 persen, dengan skor tertinggi 99 persen.
Sebagai perbandingan, prediksi pemanasan global ilmuwan National Aeronautics and Space Administration (NASA) James Hansen yang disampaikan kepada Kongres Amerika Serikat (AS) pada tahun 1988 memiliki skor akurasi berkisar antara 38 persen dan 66 persen.
Studi tersebut menemukan bahwa ilmuwan dari perusahaan minyak ini secara akurat memprediksi kapan pemanasan global akibat ulah manusia pertama kali terdeteksi, dan telah menghitung âanggaran karbonâ untuk menahan pemanasan Bumi di bawah 2 derajat celsius. Ilmuwan mereka juga dengan tepat menolak teori bahwa zaman es akan datang pada saat peneliti lain masih memperdebatkan prospeknya.
âAnalisis kami menunjukkan bahwa data Exxon sendiri bertentangan dengan pernyataan publiknya, termasuk melebih-lebihkan ketidakpastian, mengkritik model iklim, membuat mitos pendinginan global, dan berpura-pura tidak mengetahui kapanâatau jikaâpemanasan global yang disebabkan manusia dapat diukur,â sebut Supran.
Naomi Oreskes, profesor sejarah sains di Universitas Harvard, yang turut menulis kajian ini, mengatakan, temuan ini memperdalam reputasi Exxon atas disinformasi iklim dan hal ini dapat membawa konsekuensi hukum.
Meski hampir terlambat, upaya mencapai emisi net-zero tak bisa ditunda-tunda lagi, apa pun motifnya.
Saat ini dua lusin kota, kabupaten, dan negara bagian AS menggugat Exxon dan perusahaan energi lainnya karena dianggap menyesatkan publik tentang kontribusi mereka terhadap perubahan iklim.
Pihak Exxon sendiri telah membantah tuduhan ini. âMasalah ini telah muncul beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir dan, dalam setiap kasus, jawaban kami sama: mereka yang berbicara tentang bagaimana âExxon tahuâ dalam kesimpulan mereka adalah keliru,â sebut pernyataan resmi Exxon, sebagaimana dilaporkan BBC News pada 14 Januari 2023.
Selama beberapa dekade Exxon dan sejumlah perusahaan minyak lain sangat gigih menentang sains terkait iklim untuk menghalangi pengurangan penggunaan bahan bakar fosil.
Sejumlah perusahaan minyak ini secara terbuka menggembar-gemborkan ketidakpastian dalam ilmu iklim, termasuk pertanyaan apakah pemanasan yang disebabkan oleh manusia benar-benar terjadi.
Upaya CEO Exxon Lee Raymond, yang memimpin perusahaan dari tahun 1993 hingga 2005, untuk melawan sains perubahan iklim ini telah didokumentasikan Steve Coll dalam bukunya, Private Empire: ExxonMobil and American Power (2012).
Perubahan sikap
Belakangan, para eksekutif Exxon mulai menunjukkan perubahan sikap terkait iklim. Tahun lalu, perusahaan ini merilis rencana untuk mencapai emisi net-zero dari semua aset yang dimiliki dan dioperasikannya. Exxon juga berjanji untuk berinvestasi dalam teknologi rendah karbon.
Pada Desember 2022, perusahaan ini menyatakan bakal menginvestasikan 17 miliar dollar AS pada teknologi seperti biofuel atau bahan bakar nabati, hidrogen, serta penangkapan dan penyerapan karbon pada tahun 2027.
Meski hampir terlambat, upaya mencapai emisi net-zero tak bisa ditunda-tunda lagi, apa pun motifnya. Dari naiknya konsentrasi gas rumah kaca hingga memanasnya lautan, beberapa indikator utama pemanasan iklim terus mencetak rekor baru dari tahun ke tahun, sementara sebagian gletser mencapai titik tidak dapat kembali lagi dan permukaan laut semakin meninggi. Waktu kita hampir habis....