Pemerintah daerah perlu berkomitmen dalam melindungi pekerja migran yang berasal dari daerahnya. Perlindungan meliputi saat sebelum penempatan/keberangkatan, saat ditempatkan, dan ketika pulang.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pelindungan bagi pekerja migran Indonesia atau PMI membutuhkan kontribusi pemerintah serta mitranya hingga level terkecil seperti RT. Pelindungan bagi pekerja migran mulai saat menjadi calon PMI hingga purna nanti ini memegang peran krusial. Untuk itu, setiap daerah diharapkan bahu-membahu melahirkan inisiatif-inisiatif lokal dalam melindungi PMI.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI) mencatat, sebanyak 198.754 PMI ditempatkan di luar negeri. Jumlah ini meningkat 173,7 persen dari tahun 2021 yang hanya 72.624 PMI karena terdampak pandemi.
Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo Agus Pramono, mengatakan, penguatan desa sebagai aspek terkecil pemerintah dimulai dari tingkat RT dan RW, khususnya dalam pendataan PMI yang selalu berubah-ubah. Kabupaten Ponorogo menganggarkan Rp 10 juta per tahun untuk sekitar 60.000 RT agar mitra terkecil pemerintah itu lebih percaya diri dalam bekerja.
"Pelindungan bagi PMI dimulai saat sebelum mereka bekerja, selama mereka bekerja, dan setelah mereka bekerja," ujarnya dalam seminar Penguatan Inisiatif Lokal dalam Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran yang diselenggarakan secara hibrida, Jumat (13/1/2023).
Ponorogo merupakan daerah asal PMI terbanyak se-Jawa Timur. Pada periode 2020-2022, sebanyak 17.075 PMI asal Ponorogo ditempatkan di luar negeri. Jumlah itu didominasi PMI sektor domestik sebesar 71,9 persen dan 28,1 persen sisanya bekerja di sektor non domestik.
Salah satu bentuk inisiatif lokal Kabupaten Ponorogo untuk melindungi PMI adalah membentuk Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pelindungan PMI. Aturan itu mencakup sejumlah persyaratan bagi calon PMI, seperti wajib membuat surat pernyataan untuk mempertahankan status perkawinan bagi yang sudah menikah dan tidak memiliki anak kandung berusia kurang dari dua tahun bagi calon PMI perempuan.
PMI juga tidak selamanya harus menjadi PMI. Mereka perlu kembali dan berdaya secara ekonomi. Oleh karena itu, pelindungan dari hilir ke hulu menjadi elemen utama untuk diperhatikan. (Sukamdi)
Selain itu, Pemkab Ponorogo berupaya memberdayakan purna PMI mereka dengan membangun "Kampung Taiwan". Pembentukan itu dilatarbelakangi bahwa Taiwan merupakan negara yang paling diminati calon PMI Ponorogo dan belum optimalnya upaya memberdayakan purna PMI.
Peneliti senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada, Sukamdi, menuturkan, inisiatif-inisiatif dari lokal juga perlu disinkronisasi dengan kebijakan yang ada di pusat. Hal ini penting karena pelindungan PMI merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah.
"PMI juga tidak selamanya harus menjadi PMI. Mereka perlu kembali dan berdaya secara ekonomi. Oleh karena itu, pelindungan dari hilir ke hulu menjadi elemen utama untuk diperhatikan," ucap Sukamdi.
Direktur Sistem dan Strategi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Amerika Dan Pasifik BP2MI Devriel Sogia, mengapresiasi inisiatif Kabupaten Ponorogo yang menerbitkan Perda Nomor 7 Tahun 2021. Pihaknya juga berharap Kabupaten Ponorogo dapat bekerjasama dengan pemerintah pusat bersama dengan sembilan kabupaten lainnya di Jawa Timur.
"Sinergi ini untuk meningkatkan pemahaman dan mensosialisasikan peran kelurahan atau desa dalam perlindungan PMI," tutur Devriel.
Selain itu, peluang kerja di 18 negara yang berpotensi untuk diisi oleh PMI telah dibuka. Menurut Devriel, salah satunya adalah Benua Afrika yang membutuhkan banyak pekerja di berbagai sektor. Kebutuhan ini merupakan kesempatan bagi PMI untuk berkarya dari luar negeri.