Asah Kreativitas Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek
Kurikulum Merdeka dapat membantu menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan sesuai kebutuhan siswa. Hal ini akan mendorong siswa dan guru lebih banyak berkreasi dan berinovasi di sekolah.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila mulai dijalankan pada sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka. Salah satu dimensi profil yang ditanamkan ialah kreatif. Untuk mewujudkan profil itu pendidik berperan untuk menuntun, mengenali, sekaligus menjadi panutan.
Ketika seorang pendidik menjadi profil yang kreatif diharapkan siswa melihatnya, mempelajarinya, dan mengikutinya. Terlebih peserta didik leluasa dalam menentukan tema pembelajaran sesuai kompetensi yang diminati.
Koordinator Data, Kemitraan, dan Komunikasi Publik Direktorat Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan (KSPSTK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Paiman menjelaskan, Kurikulum Merdeka yang berbasis proyek dapat mendorong siswa dan guru untuk lebih banyak berkreasi dan berinovasi.
”Untuk menumbuhkan karakter para siswa, diperlukan peran semua pihak seperti kepala sekolah, guru-guru, siswa, hingga orangtua dan masyarakat,” katanya saat webinar bertajuk ”Merancang Program Kreatif dalam Implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila” di Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Kompetensi profil pelajar Pancasila meliputi beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Adapun pembelajaran berbasis proyek bisa mengambil tema seperti kearifan lokal, gaya hidup berkelanjutan, kewirausahaan, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Salah satu implementasi penguatan profil pelajar Pancasila di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Labschool Kebayoran DKI Jakarta adalah proyek bertema gaya hidup berkelanjutan yang diharapkan dapat berdampak pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Menurut Kepala SMP Labschool Kebayoran DKI Jakarta Yati Suwartini, sekolahnya menerapkan Kurikulum Merdeka sejak dua tahun lalu. Proyek penguatan pelajar Pancasila dilakukan dengan mengelola sampah organik dan anorganik.
”Sebagai sekolah yang berada di DKI Jakarta dengan jumlah sampah yang dihasilkan mencapai 7,2 juta ton per hari, itu membuat guru dan siswa merancang cara mengelola sampah baik sampah organik maupun anorganik. Proyek ini dapat berjalan dengan kolaborasi bersama masyarakat sekitar sekolah,” tuturnya.
Untuk menumbuhkan karakter para siswa, diperlukan peran semua pihak seperti kepala sekolah, guru-guru, siswa, hingga orangtua dan masyarakat.
Hal serupa juga diungkapkan Kepala TK Islam Plus e-school Sulawesi Selatan Hijriah Syam. Ia mencontohkan, siswa di sekolahnya mempraktikkan cara memilah sampah plastik, kertas, dan kaleng. Lalu, mereka mengolah sampah kertas itu menjadi sebuah kerajinan tangan. Siswa juga diajak untuk menabung di bank sampah sekolah.
Proyek ini bertujuan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak. Menurut Syam, tema pembelajaran berbasis proyek itu telah disesuaikan dengan isu-isu di sekitar sekolah. Harapannya, siswa antusias terlibat karena pembelajaran lebih kontekstual.
Siswa yang memiliki dimensi kreatif diharapkan mampu menghasilkan sesuatu yang bermakna, bermanfaat, dan berdampak untuk mengatasi berbagai persoalan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungan di sekitarnya. Kepala SD Negeri 077 Sejahtera Kota Bandung Ihat Solihat mengatakan, selain di dalam kelas, pembelajaran juga dilakukan di luar kelas dalam bentuk proyek kerja.
Upaya yang dapat dilakukan ialah mengajak siswa berkeliling lingkungan sekolah untuk menemukan suatu masalah. Setelah itu, siswa dapat mencari solusi dari permasalahan tersebut.
”Sebagai contoh, karena proyek penguatan profil pelajar Pancasila bertema kewirausahaan, maka bisa dengan kegiatan menanam sayuran mulai dari pembibitan hingga proses pengelolaan sayur dengan baik. Jika tentang lingkungan, bisa dengan kegiatan cara mengolah pupuk kompos,” kata Ihat.