Olahraga, Antidepresan Alami untuk Remaja
Tren depresi di kalangan remaja cenderung meningkat. Program olahraga rutin minimal tiga hari seminggu masing-masing sejam dikaitkan dengan pengurangan gejala depresi yang signifikan di kalangan remaja.
JAKARTA, KOMPAS — Depresi menjadi gangguan mental paling umum di antara anak-anak dan remaja serta menjadi prediktor gangguan mental dan bunuh diri di masa depan. Penelitian menunjukkan, program olahraga rutin minimal tiga hari seminggu terkait dengan pengurangan gejala depresi di kalangan remaja.
Temuan ini didasarkan pada analisis data dari 21 penelitian yang melibatkan lebih dari 2.400 anak-anak dan remaja serta telah diterbitkan di JAMA Pediatrics pada 3 Januari 2023.
Walter Thompson, profesor fisiologi olahraga di Georgia State University di Atlanta, yang menjadi penulis studi ini mengutarakan, studi ini membuktikan bahwa olahraga sangat baik bagi anak-anak dengan gejala depresi. Studi ini ditulis bersama Eduardo Bustamante, asisten profesor kinesiologi dan nutrisi di Universitas Illinois, Chicago.
Thomson dan tim juga menghitung dosis latihan yang akan menghasilkan manfaat terbesar pada anak-anak, yaitu sekitar tiga hari seminggu, di mana masing-masing sekitar satu jam. Manfaat terbesar juga didapatkan jika olahraga yang dilakukan idealnya dalam program latihan yang melibatkan orang lain atau tim.
”Anda tahu, itu cukup dekat dengan apa yang direkomendasikan pemerintah federal (Amerika Serikat) sebagai olahraga teratur untuk anak-anak dan orang dewasa, antara 75 dan 150 menit seminggu,” kata Thompson.
Studi ini juga menemukan bahwa program latihan lebih pendek dari 12 minggu menghasilkan manfaat lebih besar. Hal ini karena program yang didefinisikan secara ketat memungkinkan peserta merasakan pencapaian yang positif. ”Program aktivitas fisik yang kami miliki ini mengurangi gejala depresi,” kata Bustamante.
Baca Juga: Atasi Kecemasan dan Depresi dengan Olah Pikir dan Olahraga
Hasil studi tersebut menawarkan respons potensial terhadap krisis kesehatan mental yang telah memengaruhi remaja dan dewasa muda di Amerika Serikat setelah pandemi Covid-19 dan perubahan sosial besar lainnya.
Laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS pada 2021 menunjukkan, hampir satu dari empat remaja telah mencari dan menerima perawatan kesehatan mental.
Thomson dan tim menulis, depresi adalah gangguan mental paling umum kedua di antara anak-anak dan remaja, serta merupakan prediktor kuat gangguan mental dan bunuh diri di masa depan. Hingga 67 persen orang muda dengan gejala depresi berisiko mengalami depresi atau kecemasan penuh di masa dewasa.
Usia sekolah menengah
Tim peneliti mengumpulkan data dari 21 uji klinis sebelumnya di mana anak-anak dan remaja berpartisipasi dalam program aktivitas fisik. Uji klinis itu awalnya untuk mempelajari sesuatu selain kesehatan mental, misalnya obesitas, keberhasilan pendidikan, dan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) atau gangguan mental yang memicu anak sulit memusatkan perhatian serta berperilaku hiperaktif. Semuanya menyertakan alat yang menilai gejala depresi peserta.
Salah satu gejala (depresi) yang lebih menonjol adalah kurangnya aktivitas fisik dan kurangnya keinginan melakukan sesuatu.
Para peneliti menemukan bahwa manfaat terbanyak dari aktivitas fisik rutin ini terjadi pada peserta berusia di atas 13 tahun. ”Itu masuk akal, mengingat negara bagian umumnya menghapus persyaratan pendidikan jasmani mereka sekitar kelas V,” kata Thompson.
Baca Juga: Kurang Gerak Meningkatkan Risiko Depresi pada Remaja
Setelah usia 12 tahun dan seorang anak memasuki sekolah menengah, tidak ada lagi persyaratan pendidikan jasmani. Ini berarti anak-anak tidak mendapatkan aktivitas fisik terstruktur lagi. ”Jadi yang kami lihat adalah peningkatan gejala depresi, yang diterjemahkan menjadi diagnosis klinis depresi, yang kemudian mengikuti mereka ke sekolah menengah dan menuju kedewasaan,” tuturnya.
Studi ini juga mengungkap manfaat lebih besar dari olahraga di antara anak-anak yang mengalami depresi atau penyakit mental lainnya. ”Itu bukan kejutan,” kata Anish Dube, Ketua Dewan Asosiasi Psikiatri Amerika untuk Anak, Remaja, dan Keluarga, menanggapi kajian ini.
”Salah satu gejala (depresi) yang lebih menonjol adalah kurangnya aktivitas fisik dan kurangnya keinginan melakukan sesuatu,” kata Dube. Aktivitas fisik itu mirip dengan intervensi yang kerap disebut aktivasi perilaku, di mana pasien terlibat dalam aktivitas yang berarti untuk membantu mengatasi depresi ini.
Program latihan
Thomson menyebutkan, ada beberapa alasan mengapa aktivitas fisik dapat membantu meredakan depresi. Olahraga melepaskan hormon otak disebut endorfin yang meningkatkan perasaan sejahtera dan meningkatkan suasana hati secara keseluruhan.
Aktivitas fisik juga bisa membuat anak merasa lebih baik dengan membuat tubuh mereka lebih sehat dan meningkatkan kualitas tidur. Selain itu, latihan meningkatkan kesehatan dan kekuatan otak serta keterampilan sosial.
”Kami memiliki bukti bahwa, ketika anak-anak berolahraga, kinerja otak mereka meningkat sehingga bagian otak yang berkomunikasi antardaerah menjadi lebih saling terkait dan lebih efisien,” tutur Bustamante. Jadi, bagian otak anak-anak yang bertanggung jawab untuk fokus menjadi lebih aktif setelah mereka berolahraga.
Mitch Prinstein, psikolog perkembangan yang tergabung dalam American Psychological Association, mengatakan, olahraga permainan akan memberi manfaat terbaik karena memungkinkan anak-anak berinteraksi dengan anak-anak lain dan orang dewasa. Hal ini dapat mengalihkan pikiran dari masalah mereka.
”Saat berolahraga, kita cenderung tidak memikirkan apa pun karena secara fisik membebani tubuh kita; dan itu hal yang baik,” kata Prinstein. Hal itu mendorong perhatian penuh. Hal itu kadang membawa kita keluar dari gaya perenungan ketika kita sedang depresi, yang benar-benar berpikir atau khawatir mengenai penyebab stres baru-baru ini.
Baca Juga: Kesehatan Jiwa Remaja Saat Pandemi Pengaruhi Masa Depan
Namun, Thompson dan ahli lainnya mencatat bahwa hasil ini sebagian besar berasal dari program latihan yang terorganisir dan diawasi. ”Mudah bagi kami untuk mengatakan pergi keluar dan bermain, tetapi kami tidak tahu apa artinya. Beberapa anak akan pergi keluar dan ide bermain mereka adalah menggunakan ponsel mereka,” ujarnya.
Terkait hal itu, orangtua dianjurkan untuk pergi ke sekolah anak-anak mereka dan memastikan mereka terdaftar di kelas pendidikan jasmani atau ekstrakurikuler olahraga. Dengan demikian, mereka dapat mengembangkan kebiasaan sehat yang akan mengikuti mereka hingga dewasa.
”Meskipun siswa sekolah menengah dan atas sering kali tidak diwajibkan untuk mengikuti kelas pendidikan jasmani, banyak sekolah menawarkan kelas tersebut sebagai pilihan,” kata Thompson.
Dia mencontohkan, olahraga tenis membutuhkan keterampilan dan tempat yang bagus untuk mempelajari keterampilan itu adalah sekolah menengah dan sekolah menengah atas.
Orangtua juga dapat membuat anak-anak mereka lebih sering berolahraga dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana melakukannya, menggabungkan aktivitas fisik secara teratur ke dalam kehidupan mereka sendiri. ”Jika Anda adalah orangtua dan aktif secara fisik, kemungkinan besar anak Anda akan aktif secara fisik,” kata Thompson.