Kesehatan Jiwa Remaja Saat Pandemi Pengaruhi Masa Depan
Pandemi tidak hanya membatasi ruang gerak remaja. Pandemi juga membuat mereka kehilangan beberapa momen penting, seperti sosialisasi dengan teman, kelulusan, dan masa orientasi sekolah baru.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gangguan kesehatan jiwa selama pandemi Covid-19 dialami pula oleh anak dan remaja. Padahal, generasi muda yang sehat jiwa dan raga akan memengaruhi masa depan bangsa, terutama saat puncak bonus demografi.
Menurut jajak pendapat U-Report Indonesia yang terbit pada Agustus 2020, anak dan remaja berusia 0-24 tahun mengalami gangguan kesehatan jiwa selama pandemi. Hal ini dinyatakan 53 persen dari 638 responden.
Sebagian responden mengaku mudah merasa bosan dan malas. Mereka juga mengalami perubahan perilaku, perubahan pola tidur yang ekstrem, seperti tidur terlalu lama atau sulit tidur, menarik diri dari interaksi sosial, kehilangan konsentrasi, serta mudah tersinggung, marah, dan kesal.
Mencintai diri juga berarti percaya pada kemampuan diri, bersikap baik pada diri sendiri, dan mampu memaafkan diri saat seseorang berbuat buruk pada dirinya sendiri.
Sebanyak 53 persen remaja juga merasa tertekan untuk terus produktif selama pandemi. Tekanan ini umumnya datang dari orangtua (38 persen), orang lain (29 persen), guru (14 persen), teman (12 persen), dan saudara (6 persen).
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada Sabtu (24/7/2021) mengatakan, pandemi tidak hanya membatasi ruang gerak remaja. Pandemi juga membuat mereka kehilangan beberapa momen penting, seperti sosialisasi dengan teman, kelulusan, dan masa orientasi sekolah baru.
”Kondisi ini secara tidak langsung menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian dalam diri anak,” katanya melalui Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Budi Mardaya pada pertemuan daring.
Menurut Bintang, banyaknya waktu yang dilalui remaja di rumah selama pandemi bisa digunakan buat mengenal dan mencintai diri sendiri. Mencintai diri atau self love adalah ketika seseorang dapat menerima kelebihan dan kekurangan dirinya. Mencintai diri juga berarti percaya pada kemampuan diri, bersikap baik pada diri sendiri, dan mampu memaafkan diri saat seseorang berbuat buruk pada dirinya sendiri.
Remaja yang mampu mencintai dirinya diyakini akan menjadi orang yang berdaya saing di masa depan. Ini karena orang tersebut mampu mengidentifikasi potensi dirinya.
”Mencintai diri sendiri berarti juga mengurangi risiko kesehatan mental seperti kecemasan dan stres. Mencintai diri dapat dimulai dari hal sederhana sehari-hari, seperti bersyukur atas kesehatan, rezeki, dan berhenti bicara hal negatif ke diri sendiri,” ucap Bintang.
Praktisi pendidikan keluarga Nyi Mas Diane Wulansari mengatakan, orang yang sehat mentalnya dapat menggunakan potensi dirinya secara maksimal. Sebaliknya, orang yang kesehatan jiwanya terganggu akan mengalami perubahan suasana hati serta memengaruhi caranya berpikir dan mengontrol emosi.
Remaja yang sehat jiwa dan raga dibutuhkan negara untuk menyiapkan generasi emas 2045 yang ditargetkan pemerintah. Selain itu, suksesnya bonus demografi Indonesia di masa depan juga bergantung pada kualitas generasi muda saat ini.
Sensus Penduduk 2020 mencatat ada 270,2 juta penduduk Indonesia. Sebanyak 70,72 persen di antaranya merupakan penduduk usia produktif. Kebanyakan kelompok usia produktif merupakan generasi Z dan milenial.
”Satu dari empat penduduk Indonesia pada 2017 adalah remaja. Di masa depan mereka akan menghadapi persaingan antarwarga dunia. Dibutuhkan remaja yang sehat jiwa dan raganya untuk mencapai bonus demografi dan generasi emas 2045,” kata Diane.
Menyikapi hal itu, dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Edward A Sutardhio, menekankan pentingnya remaja merawat diri, baik secara fisik maupun mental. Perawatan fisik antara lain istirahat cukup, berolahraga, dan makan makanan bergizi. Sementara itu, perawatan mental antara lain dengan meditasi, berlatih pernapasan, hingga menyalurkan emosi negatif ke kegiatan lain, seperti menulis, menggambar, berkebun, dan memelihara binatang.