Kolaborasi Kampus Vokasi dengan Industri Didorong Optimalkan Inovasi
Program dana padanan atau ”matching fund” memperbesar peluang kolaborasi pendidikan tinggi vokasi dengan industri. Kolaborasi riset ini didorong mengoptimalkan berbagai inovasi yang sejalan dengan kebutuhan dunia kerja.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program dana padanan atau matching fund memperbesar peluang kolaborasi pendidikan tinggi vokasi dengan industri. Kolaborasi riset ini didorong mengoptimalkan berbagai inovasi yang sejalan dengan kebutuhan dunia kerja dan bisa menjawab beragam masalah di tengah masyarakat.
Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Beny Bandanadjaja mengatakan, program itu diharapkan membuat perguruan tinggi semakin memahami kondisi di dunia kerja. Dengan begitu, lembaga pendidikan dapat menempah lulusan yang sejalan dengan tantangan industri.
”Tujuan utama program ini mempertemukan dunia pendidikan dan industri untuk menghasilkan dan mengoptimalkan inovasi. Dengan demikian, kerja sama akan semakin erat dan bermanfaat bagi kedua pihak,” ujarnya dalam Sosialisasi Program Matching Fund Vokasi Tahun 2023 secara daring, Kamis (5/1/2023).
Beny menuturkan, saat pertama kali diadakan pada 2021, terdapat 1.321 proposal penelitian yang diajukan melalui platform Kedaireka. Sebanyak 160-an proposal di antaranya berasal dari pendidikan tinggi vokasi.
Jumlahnya meningkat menjadi 5.400 usulan pada 2022. Proposal dari pendidikan tinggi vokasi berjumlah 640-an usulan.
Platform Kedaireka dibutuhkan dalam merintis ekosistem kolaborasi riset. Melalui kerja sama ini, produk riset inovasi berpotensi dikomersialisasikan atau menjadi gagasan membuat usaha rintisan.
”Program matching fund memiliki tingkat pengusulan cukup tinggi. Hal ini menunjukkan manfaatnya telah dirasakan oleh dosen dan perguruan tinggi, termasuk vokasi,” ujarnya.
Program matching fund kembali digelar tahun ini. Program dibagi dalam dua skema besar, yaitu kemitraan inovasi hilirisasi hasil riset dan kepakaran serta kemitraan dalam pemberdayaan masyarakat dan efisiensi tata kelola pemerintahan.
Menurut Beny, berdasarkan evaluasi program dua tahun terakhir, keberhasilan program ini dipengaruhi dukungan dari pimpinan pendidikan tinggi. ”Kami berharap pimpinan sivitas akademika mendukung program ini dengan memberi kesempatan dosen mengajukan usulan (penelitian) bersama industri,” katanya.
Program matching fund menopang perguruan tinggi vokasi dalam pendanaan riset. Selain itu, juga memastikan inovasi penelitian bisa dipakai serta berguna untuk memudahkan aktivitas dan membantu masyarakat.
Beny menambahkan, pengajuan proposal penelitian paling lambat pada 31 Januari. Melalui kolaborasi, industri diharapkan memaparkan berbagai persoalan yang dihadapi, sementara perguruan tinggi menawarkan solusi melalui produk inovatif.
”Dengan demikian, kemajuan pendidikan vokasi di Indonesia akan semakin cepat dan dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja. Semoga program ini bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin,” katanya.
Dosen Politeknik Manufaktur Bandung, Jawa Barat, Pipit Anggraeni, menyebutkan, program matching fund menopang perguruan tinggi vokasi dalam pendanaan riset. Selain itu, juga memastikan inovasi penelitian bisa dipakai serta berguna untuk memudahkan aktivitas dan membantu masyarakat.
Menurut Pipit, data dari penelitian yang dilakukan di pendidikan tinggi vokasi menghasilkan luaran riset yang sangat potensial untuk diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat maupun keperluan industri.”Namun, produk-produk ini banyak yang akhirnya hanya tersimpan di tempat tertentu tanpa dikembangkan komersialisasinya,” ujarnya.
Pipit menuturkan, perguruan tinggi memiliki berbagai kepakaran yang bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan di industri. Hal ini diharapkan meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional.
”Tujuannya mendorong kerja sama atau kolaborasi saling menguntungkan antara pendidikan tinggi dan mitra lewat pemanfaatan hasil riset,” ujarnya.
Mencari solusi
Pipit menyebutkan, dalam dua tahun terakhir, usulan topik proposal masih didominasi dari pendidikan tinggi. Oleh sebab itu, industri didorong memaparkan masalah dan kebutuhan yang dihadapi untuk mencari solusinya lewat riset-riset di kampus.
Setiap pendidikan tinggi vokasi dapat mengajukan proposal untuk semua skema matching fund. Sementara dosen sebagai pengusul memiliki rekam jejak yang relevan, terdaftar di platform Kedaireka, dan tidak berafiliasi atau memiliki hubungan keluarga dengan mitra.
Setelah pengajuan proposal berakhir pada 31 Januari, pengumuman evaluasi awal akan berlangsung hingga 10 Februari. Sementara penetapan penerima pendanaan dijadwalkan pada akhir Maret.
Riset matching fund diharapkan mendukung transformasi ekonomi Indonesia. Adapun bidang yang diprioritaskan meliputi ekonomi hijau (pertanian berkelanjutan dan energi terbarukan), ekonomi biru (pengelolaan sumber daya laut), ekonomi digital, kemandirian kesehatan, dan penguatan pariwisata.
Penelitian dengan topik tersebut telah berjalan dalam program tahun lalu. Dua di antaranya smart green house oleh Politeknik Negeri Surabaya dan pengembangan retrofit pada mobil karoseri oleh Universitas Negeri Yogyakarta untuk mendukung percepatan transportasi listrik di Tanah Air.