Program Kampus Merdeka Vokasi mengintegrasikan pendidikan tinggi dengan dunia industri. Selain itu, kampus juga dituntut menghadirkan solusi atas beragam persoalan di tengah masyarakat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Program Kampus Merdeka Vokasi menjadi terobosan untuk mengoptimalkan pembelajaran di pendidikan tinggi berbasis vokasi. Tujuannya bukan sekadar menghasilkan lulusan sesuai dengan kebutuhan industri, melainkan juga menghadirkan solusi atas beragam persoalan di tengah masyarakat.
Program ini memungkinkan kurikulum pembelajaran disusun bersama dengan melibatkan dosen, mahasiswa, dan dunia kerja. Dengan begitu, mahasiswa tidak hanya dibekali teori, tetapi juga pengalaman praktik untuk melatih soft skill mereka.
”Bagaimana memberikan pembelajaran sesuai kebutuhan. Tantangan saat ini adalah menghasilkan produk yang bisa menyelesaikan atau menjadi solusi atas permasalahan masyarakat,” ujar Direktur Politeknik Pertanian Negeri Kupang Johanis A Jermias di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (29/11/2022).
Oleh karena itu, kampus dituntut menelusuri berbagai persoalan yang dihadapi warga. Masalah itu ditelaah, didiskusikan, dan menjadi materi pembelajaran.
Johanis mencontohkan, saat ini pihaknya sedang merancang sistem pertanian terpadu untuk diterapkan di NTT. Rancangan ini muncul berdasarkan analisis terhadap petani di provinsi itu yang menggeluti lebih dari satu sektor pertanian.
Selain berladang, petani juga mempunyai ternak dan membudidayakan ikan. ”Program ini mengolaborasikan jurusan pertanian, peternakan, dan perikanan untuk membantu meningkatkan produktivitas petani,” jelasnya.
Menurut rencana, program tersebut akan dijalankan di Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Dosen dan mahasiswa juga didorong menyelaraskan model pertanian dengan kondisi iklim.
Kampus dituntut menelusuri berbagai persoalan yang dihadapi warga. Masalah itu ditelaah, didiskusikan, dan menjadi materi pembelajaran.
Johanis menambahkan, Program Kampus Merdeka Vokasi membuka kesempatan lebih luas bagi perguruan tinggi untuk berinovasi. Sebab, kampus berpeluang mendapatkan berbagai dukungan seperti melalui skema pendanaan competitive fund dan matching fund.
”Salah satu tanggung jawab kami adalah menyiapkan generasi muda yang siap membantu masyarakat. Oleh sebab itu, mahasiswa perlu banyak dilibatkan dalam berbagai proyek pembelajaran yang relevan dengan kondisi saat ini,” ujarnya.
Mahasiswa di Program Studi Teknologi Pangan, misalnya, dilibatkan dalam membuat jagung bose atau bubur jagung instan sebagai sumber gizi untuk mengatasi anemia pada remaja putri. Jika masalah ini tidak ditangani, remaja putri yang kemudian menjadi ibu berpotensi melahirkan anak stunting.
Dosen Program Studi Teknologi Pangan Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Ludi Gasong, mengatakan, NTT mempunyai beragam pangan lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah gizi pada anak. Namun, hal ini membutuhkan inovasi agar pangan lokal itu diminati dan bisa disajikan lebih praktis.
Pihaknya melakukan survei kepada puluhan remaja putri di Kupang tentang pangan lokal yang paling disukai. Mayoritas menjawab jagung bose.
”Kami membuat penyajian yang lebih praktis sekitar 10 menit. Kami juga menambahkan zat besi untuk meningkatkan nutrisinya,” katanya.
Mahasiswa Jurusan Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Eka Feriyando Kenni Punye, menuturkan, Program Kampus Merdeka memungkinkan mahasiswa belajar di luar bidang studinya. Ia, misalnya, mengikuti pelatihan daring tentang kecerdasan buatan selama enam bulan.
”Mungkin ada yang menganggap tidak ada hubungannya dengan program studi saya. Namun, setelah dijalani, ini sangat berguna. Saya membantu pembudidaya membuat website agar bisa memasarkan ikan hias secara daring,” ujarnya.