Perguruan Tinggi dan Industri Kolaborasi dalam Hilirisasi Riset
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didukung inovasi membutuhkan kolaborasi perguruan tinggi dengan dunia usaha dan industri. Selain mendukung pendanaan, kolaborasi menyinkronkan riset dengan kebutuhan industri.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kolaborasi perguruan tinggi dengan dunia usaha dan industri dalam hilirisasi hasil riset terus difasilitasi, salah satunya melalui Kedaireka, platform yang dikembangkan dan dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Harapannya, terjadi pertukaran informasi terkait tantangan, kebutuhan, hasil riset, dan inovasi program-program strategis riset dan pengembangan.
Dalam rangka memperkuat ekosistem kolaborasi inovasi, Kedaireka menginisiasi Matchmaking Innovation Forum(MMIF)2022 yang digelar bersama program Kerja Sama Riset dan Inovasi (KeRIs)Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Acara yang digelar di Surabaya ini memfasilitasi pertemuan antara pelaku industri dan para inovator dan peneliti terbaik dari perguruan tinggi di Indonesia.
Di acara tersebut, Rabu (14/12/2022), Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemdikbudristek, Nizam menjelaskan, forum “perjodohan” inovasi ini merupakan bagian dari ekosistem Kedaireka yang memberi kesempatan mitra industri/pemerintah/lembaga swadaya masyarakat untuk bertemu, bertukar gagasan, dan berkolaborasi secara langsung dengan insan perguruan tinggi. ”Adanya pertemuan seperti ini diharapkan dapat meningkatkan potensi kolaborasi antara pelaku industri dan insan perguruan tinggi,” ujar Nizam.
Kolaborasi lintas sektor dibutuhkan dalam menjawab tantangan-tantangan kebutuhan inovasi.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menekankan pentingnya kolaborasi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan produktivitas bisnis usaha, khususnya pada program-program strategis yang berkelanjutan.
”Kolaborasi lintas sektor dibutuhkan dalam menjawab tantangan-tantangan kebutuhan inovasi. Kebutuhan pada sektor industri strategis menjadi yang utama karena diperlukan dukungan dari penelitian dan pengembangan untuk mendorong inovasi,” kata Nadiem.
Pada 2022, Kedaireka meluncurkan program Matching Fund dengan fokus riset yang menitikberatkan lima sektor, yaitu ekonomi hijau, ekonomi biru, ekonomi digital, pariwisata, dan infrastruktur kesehatan. Selain itu, Kedaireka juga meluncurkan tujuh program Ekosistem Kedaireka yang meliputi Kedaireka Academy, RekaTalks, Match Making Innovation Forum, RekaPitch, CEO Mentorship, RekaPreneur, dan RekaPods.
Ekonomi hijau
Dalam pertemuan terpisah di Bali beberapa waktu lalu, perjodohan perguruan tinggi dengan industri yang difasilitasi platform Kedaireka di bidang ekonomi hijau menghasilkan kolaborasi perguruan tinggi akademik dan vokasi dengan dua BUMN, yakni PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Pelindo. Di ajang RekaPitch, PT PLN menetapkan Yuyun Tajunnisa dan Tri Widjaja (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) serta Prof Trio Adiono (Institut Teknologi Bandung) sebagai tiga inovator dalam riset teknologi kelistrikan tepat guna di Indonesia.
Adapun PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) menetapkan tiga inovator, yakni Berlian Al Kindhi (Institut Teknologi Sepuluh Nopember), Abdul Kadir Muhammad (Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar), dan Muhammad Pramulya (Universitas Tanjungpura) untuk berkolaborasi dalam inovasi jasa kepelabuhan yang berkelanjutan. Para pemenang RekaPitch akan mendapatkan pembiayaan riset 100 persen dari PT PLN dan PT Pelindo.
Dalam Nationally Determined Contribution (NDC) pada Konferensi iklim PBB ke-27 (COP27), Indonesia menyatakan akan meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri. Sementara itu, jika mendapat dukungan dari internasional, penurunan dapat mencapai 43,20 persen.
Guna mendukung komitmen tersebut, Pemerintah Indonesia mendorong beragam sektor industri untuk mulai mengadaptasi konsep ramah lingkungan di setiap aktivitas dan kebijakannya. Indonesia merancang rencana transisi energi melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sejak tahun 2017. Dalam rencana tersebut, pemerintah menargetkan bauran energi nasional mencapai 23 persen pada 2025 dan diharapkan meningkat menjadi 31 persen pada 2050.