Jumlah personel polisi hutan di Indonesia dinilai masih terbatas. Padahal, keberadaan polisi hutan sangat penting untuk menjaga kelestarian ekosistem hutan dari pembalakan liar dan ancaman lainnya.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perlindungan dan pengawasan kelestarian hutan di Indonesia dinilai masih belum memadai. Hal ini ditandai dengan minimnya jumlah polisi kehutanan yang tersebar di sejumlah daerah. Kondisi tersebut mengakibatkan ekosistem hutan dan habitat hewan di dalamnya terancam keberadaannya.
Menurut Ketua Umum Polisi Kehutanan Seluruh Indonesia Suryadi, jumlah personel polisi kehutanan (polhut) saat ini masih jauh dari ideal. Jumlahnya saat ini sangat sedikit dari saat awal dibentuk pada 1966.
”Pada 2019, saya dan beberapa NGO lingkungan telah melakukan penelitian untuk mencari jumlah ideal polisi kehutanan. Ditemukan bahwa kita kekurangan 125 persen atau membutuhkan setidaknya 6,5 juta personel,” kata Suryadi pada acara peringatan Hari Ulang Tahun Ke-56 Polisi Kehutanan pada Rabu (21/12/2022) di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta.
Suryadi menilai, kurangnya personel polisi kehutanan disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, kurangnya kuota pengadaan formasi bagi calon anggota, padahal minat calon taruna cukup tinggi. Terlebih tugas seorang polisi hutan saat ini cukup kompleks. Tidak hanya melindungi hutan di dalam kawasan hutan, tetapi juga mencegah dan menindak pelaku perusakan hutan ataupun pencurian flora dan fauna yang dilindungi.
”Selain itu, sumber daya manusia yang benar-benar mengabdi mencintai lingkungan sangat sedikit. Standar yang ditetapkan untuk menjadi polisi kehutanan juga tinggi,” ujarnya. Harapannya, ke depan pemerintah dapat menambah kuota jumlah personel polisi kehutanan yang ada seiring dengan tantangan ke depan yang semakin beragam dan kompleks.
Menurut Suryadi, selain penindakan, fokus saat ini dari polisi kehutanan ialah mengedukasi masyarakat di dalam dan disekitar hutan agar dapat hidup berdampingan dengan alam. Kebanyakan kasus yang ditemui saat ini, banyak warga memanfaatkan alam dengan eksploitatif.
”Tantangannya di situ. Bagaimana kami (polisi kehutanan) dapat mengedukasi masyarakat. Sebab, sangat sulit dan sudah menjadi kebiasaan mereka. Kami memastikan masyarakat juga bisa berdampingan dengan alam,” ujarnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dalam pernyataan tertulis, mengatakan, dalam lima tahun terakhir ini personel polisi kehutanan di KLHK telah bertambah 634 personel. Jumlah total polisi kehutanan di KLHK dan pemerintah daerah saat ini mencapai 8.643 personel.
Tantangannya, bagaimana kami (polisi kehutanan) dapat mengedukasi masyarakat. Sebab, sangat sulit dan sudah menjadi kebiasaan mereka. Kami memastikan masyarakat juga bisa berdampingan dengan alam.
”Dalam rangka peningkatan kapasitas polhut, KLHK saat ini mempersiapkan tempat latihan dan kelembagaan khusus untuk membentuk pasukan-pasukan polisi kehutanan yang andal dan trengginas,” kata Siti.
Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Polisi Kehutanan Ahli Utama Sustyo Iriyono mengutarakan, dalam tujuh tahun terakhir, sekitar 1.800 operasi telah dilakukan untuk mengamankan dan menyelamatkan hutan Indonesia.
”Selama tahun 2022, paling banyak perambahan kawasan, illegal logging, kemudian peredaran tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Terbaru, kami menggagalkan penyelundupan kayu merbau dari Papua ke Surabaya,” kata Sustyo. Pihaknya berkomitmen meningkatkan kemampuan polisi kehutanan serta menunjang sarana prasarananya agar menjadi polisi kehutanan yang andal.
Peluncuran buku
Dalam puncak perayaan HUT Ke-56 Polisi Kehutanan, penegakan hukum (gakkum) KLHK bekerja sama dengan Ikatan Polisi Kehutanan Indonesia (IPKI) meluncurkan buku yang mengulas tentang sejarah jejak perjalanan polisi kehutanan berjudul ”Merapah Jejak Polisi Kehutanan Kesatria Penjaga Rimba Raya Indonesia”.
”Selama ini belum adanya rujukan informasi tentang jejak peran besar polisi kehutanan dalam menjaga kekayaan hayati Indonesia. Hal ini menjadi alasan buku ini dibuat,” kata Sulistyo.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani menceritakan secara singkat bagaimana buku sejarah polisi kehutanan tersebut disajikan dengan dokumen yang lengkap, bahkan sejak zaman kerajaan Sriwijaya di Sumatera.
”Buku sejarah polhut ini merupakan bacaan sangat menarik, kita akan diimajinasikan dalam wisata sejarah perlindungan kawasan hutan, mulai dari Kerajaan Sriwijaya yang menetapkan kawasan pencadangan dan perlindungan hutan hingga dinamika polisi kehutanan sampai dengan saat ini,” ucapnya.