Pertahanan Imunisasi Jebol, KLB Polio Dilaporkan di Aceh
KLB polio dilaporkan terjadi di Kabupaten Pidie, Aceh, setelah ditemukannya satu kasus baru sejak status bebas polio diterima Indonesia pada 2014. Kasus ini diketahui tidak memiliki riwayat imunisasi apa pun sebelumnya.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejadian luar biasa polio dilaporkan terjadi di Aceh. Cakupan imunisasi yang rendah selama beberapa tahun terakhir, terutama selama masa pandemi Covid-19, membuat kekebalan yang sudah terbentuk menjadi rapuh.
Satu kasus polio dilaporkan terjadi di Kabupaten Pidie, Aceh. Pasien tersebut berusia sekitar tujuh tahun dengan gejala kelumpuhan total pada kaki kiri. Hasil sekuensing yang dilaporkan pada 10 November 2022 menunjukkan positif terhadap virus polio liar tipe 2. Kasus ini diketahui tidak memiliki riwayat imunisasi apa pun.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (19/11/2022), mengatakan, eradikasi virus polio tipe 2 di Indonesia telah dinyatakan pada 2015. Namun, cakupan imunisasi yang terus menurun membuat kerentanan pada penularan polio kembali meningkat.
”Pada November (2022) ini tercatat ada 30 provinsi dan 415 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kriteria berisiko tinggi (polio). Kewaspadaan bersama perlu kita tingkatkan dan penting untuk meningkatkan cakupan imunisasi polio, baik bOPV (polio tetes) maupun IPV (polio suntik),” tuturnya.
Cakupan imunisasi polio OPV pada tahun 2020 tercatat mencapai 86,8 persen dan pada 2021 menurun menjadi 80,2 persen. Sementara untuk cakupan IPV pada 2020 hanya 37,7 persen dan pada 2021 mencapai 66,2 persen. Kekebalan bisa tercapai apabila cakupan imunisasi bisa mencapai 90 persen.
Maxi menegaskan, temuan kasus polio di Kabupaten Pidie, Aceh, harus menjadi peringatan bagi seluruh wilayah. Sebab, cakupan imunisasi polio yang rendah juga terjadi di berbagai wilayah, seperti Sumatera dan Papua. Surveilans perlu ditingkatkan agar penemuan kasus bisa dilakukan dengan baik.
”Apa pun jenis antigennya kalau tidak bisa mencapai target pada periode dua sampai tiga tahun berturut-turut, itu artinya kita tinggal menunggu waktu panen KLB. Kasus difteri juga tahun lalu banyak dilaporkan meninggal di Kalimantan Barat. KLB campak juga sudah ada di mana-mana,” tuturnya.
Khusus untuk wilayah Aceh, cakupan imunisasi OPV dan IPV sudah dilaporkan menurun selama empat tahun terakhir. Cakupan makin menurun pada masa pandemi sejak 2020. Selain karena pelayanan yang sempat terkendala selama pandemi, pemahaman serta kesadaran yang minim dari orangtua akan pentingnya imunisasi menjadi penyebabnya.
Kewaspadaan bersama perlu kita tingkatkan dan penting untuk meningkatkan cakupan imunisasi polio, baik bOPV (polio tetes) maupun IPV (polio suntik).
Tidak imunisasi
Berdasarkan hasil survei cepat yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 26 rumah tangga di Kabupaten Pidie, Aceh, hanya ada delapan anak dari 33 anak yang sudah mendapatkan imunisasi OPV lengkap. Sementara itu, dari 33 anak tersebut tidak ada yang pernah mendapatkan vaksin IPV.
Alasan paling banyak dari orangtua yang tidak mau mengimunisasi anaknya adalahh karena takut efek samping atau kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI), ayah yang tidak mengizinkan, dan pengasuh tidak mengerti imunisasi polio. Alasan lainnya karena ada pengalaman tidak menyenangkan saat diimunisasi sebelumnya, seperti pelayanan tidak ramah dan antrean panjang.
Polio merupakan penyakit infeksi yang disebabkan virus polio. Virus ini menyerang sistem saraf yang dapat menyebabkan lumpuh layu secara permanen. Virus polio masuk melalui mulut dan kemudian dapat memperbanyak diri di dalam usus.
Virus ini dapat menyebar di lingkungan sekitar melalui feses. Kebersihan lingkungan dan sanitasi yang buruk akan mempercepat penyebaran virus tersebut. Gejala awal yang muncul biasanya berupa demam, sakit kepala, muntah, kelelahan, kaku pada leher, dan nyeri pada tungkai.
Pelaksana tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine mengatakan, kader dan tenaga kesehatan berperan besar untuk meningkatkan kesadaran orangtua atau pengasuh, terutama di wilayah Aceh.
Dari survei yang dilakukan, sumber informasi dari orangtua atau pengasuh mengenai lokasi dan jadwal imunisasi anak di Aceh mayoritas berasal dari kader atau relawan serta petugas kesehatan.
”Penurunan cakupan imunisasi mungkin juga karena kader kurang diinfokan terus-menerus oleh tenaga kesehatan. Informasi mengenai pentingnya imunisasi harus terus berlanjut,” katanya.
Adanya kasus polio di Aceh harus ditanggapi segera oleh seluruh daerah untuk lebih waspada akan risiko kemunculan kasus baru. ”Cakupan imunisasi harus segera ditingkatkan di masing-masing daerah. Jangan sampai ada anak yang terlewatkan agar daerah mereka tidak tertular,” kata Prima.
Maxi menuturkan, outbreak response immunization (ORI) sebagai upaya pengendalian KLB polio akan dilakukan di Kabupaten Pidie pada 28 November 2022. Sementara ORI di Provinsi Aceh akan dilakukan mulai 5 Desember 2022 sebanyak dua putaran. Imunisasi dasar lengkap rutin dan imunisasi tambahan juga terus ditingkatkan untuk mencegah KLB pada penyakit lain yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi.
”Vaksinasi bivalen khusus untuk virus polio tipe dua sebenarnya sudah tidak ada lagi karena virus itu sudah dianggap tidak ada setelah adanya eradikasi. Karena itu, saat ini kami segera minta izin ke WHO untuk kembali memberikan vaksin tersebut. Vaksin yang diperlukan tersebut sudah diproduksi oleh Bio Farma,” katanya.
Meski satu kasus polio ditemukan di Indonesia dan status KLB sudah ditetapkan, Indonesia kini masih berstatus bebas polio. Dalam berita sebelumnya disampaikan status polio yang dicapai Indonesia pada 2014 kini runtuh.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama dihubungi di Jakarta, Minggu (20/11/2022) mengatakan, status bebas polio yang didapatkan pada 2014 untuk virus polio liar. Sementara pada kasus yang dilaporkan di Aceh akibat dari VDVP (Vaccine Derived Poliovirus).
Demikian pula dengan dua kasus yang dilaporkan di Papua pada 2019. Dua kasus itu terinfeksi cVDPV1 (circulating vaccine-derived poliovirus type 1). Di dunia, hanya Afganistan dan Pakistan yang tidak bebas polio.
"Sekarang harus dilakukan upaya maksimal agar kasus di Aceh tidak merebak luas dan kita punya pengalaman panjang mengendalikan polio di Indonesia," kata Tjandra.