Menulis sebagai Kewajiban Moral Memperluas Akses Bacaan
Rasio buku dengan jumlah penduduk di Indonesia 1:90. Artinya, satu buku ditunggu atau digunakan untuk 90 orang. Produksi buku perlu diperbanyak untuk memperluas akses bacaan masyarakat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Minimnya ketersediaan buku menjadi salah satu tantangan meningkatkan indeks literasi di Indonesia. Pegiat literasi didorong menjadikan aktivitas menulis sebagai kewajiban moral untuk memperluas akses bacaan masyarakat.
Rasio buku dengan jumlah penduduk di Indonesia 1:90. Artinya, satu buku ditunggu atau digunakan untuk 90 orang. Padahal, menurut penulis dan pegiat literasi Maman Suherman, untuk disebut sebagai negara yang literat, setiap warganya harus mengakses tiga buku baru per tahun.
Oleh karena itu, kesempatan penulis atau pegiat literasi mengakses banyak buku menjadi kemewahan dan privilese atau hak istimewa. “Jadi, karena hal yang elite dan mewah, jawab hal ini dengan menjadikan menulis sebagai kewajiban moral memperbanyak buku dan menghidupkan ekosistem perbukuan di negeri ini,” ujarnya dalam gelar wicara kepenulisan Perpusnas Writers Festival 2022 di Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Dengan meningkatkan produksi buku, Maman berharap tidak ada lagi fenomena 90 orang harus mengantre untuk mendapatkan atau mengakses satu buku di Tanah Air. Selain itu juga memperluas akses bacaan masyarakat sehingga bisa mendongkrak tingkat literasi.
Menurut Laporan Kinerja Perpusnas 2016, ketersediaan perpustakaan secara nasional hanya memenuhi 20 persen dari kebutuhan. Jumlah perpustakaan 154.359, sementara kebutuhan perpustakaan 767.951 unit (Kompas, 1/7/2021).
Dalam gelar wicara itu, Maman bercerita pengalamannya di dunia kepenulisan. Ia pernah menjadi wartawan hingga pemimpin redaksi di grup Kompas Gramedia serta berkarier di rumah produksi dan biro iklan.
“Perjalanan saya berawal dari dunia penulisan. Sejak saat itu, saya meyakini betul tentang kekuatan kata-kata,” ucapnya.
Meskipun tingkat melek huruf di Indonesia mencapai 98 persen, tetapi akses bacaan dan budaya membaca masyarakat belum optimal. Riset World’s Most Literate Nations Ranked pada 2016 menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara, dalam hal minat baca.
Novelis Ahmad Fuadi menuturkan, ketekunan menulis perlu diawali dengan pembiasaan. Ia, misalnya, memulainya dengan menulis catatan harian.
“Tidak harus catatan perjalanan yang luar biasa. Cerita sehari-hari juga tidak apa-apa. Intinya ada pembiasaan (menulis) pelan-pelan,” kata penulis novel Negeri 5 Menara tersebut.
Keanekaragaman literasi
Populasi Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa menjadi modal penting untuk memperbanyak sumber bacaan. Apalagi, keberagaman suku, budaya, geografis, dan lainnya bisa dijadikan inspirasi tulisan.
“Masih banyak hal yang belum diceritakan. Di luar keanekaragaman budaya dan lainnya, kita perlu dan harus mengisi keanekaragaman literasi. Memakai berbagai cara pandang, pendapat, cerita, supaya tidak hanya memproduksi dan mengonsumsi hal yang sama,” ujar penulis novel Cantik itu Luka, Eka Kurniawan.
Menurut Eka, banyak hal bisa ditulis dari kemajemukan masyarakat Indonesia itu. Ia berpesan untuk tidak takut gagal dalam menulis.
“Setiap penulis pasti menemukan kegagalan dalam bentuk berbeda. Jangan sesekali menyalahkan orang lain. Cobalah untuk reflektif terhadap tulisan sendiri,” katanya.
Pemimpin Redaksi Perpusnas Press Edi Wiyono menyebutkan, Perpusnas Writers Festival menjadi wadah bertemunya penulis dan pembaca. Kegiatan ini digelar secara hybrid pada 16-22 November 2022.
“Kami bagi dalam beberapa acara, seperti talkshow kepenulisan, bincang inkubator literasi, peluncuran dan diskusi buku, serta kelas menulis,” ucapnya.
Meskipun tingkat melek huruf di Indonesia mencapai 98 persen, tetapi akses bacaan dan budaya membaca masyarakat belum optimal. Riset World’s Most Literate Nations Ranked pada 2016 menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara, dalam hal minat baca. Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura di peringkat ke-36 dan Malaysia peringkat ke-53.