Rendahnya minat baca berdampak terhadap penjualan buku di Tanah Air saat pandemi. Indonesia International Book Fair (IIBF) 2022 diharapkan kembali menggairahkan industri perbukuan nasional.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penjualan buku di negara-negara dengan indeks literasi tinggi melonjak selama pandemi Covid-19. Namun, kondisi sebaliknya terjadi di Indonesia yang tingkat literasinya rendah. Indonesia International Book Fair (IIBF) 2022 diharapkan menjadi momentum kebangkitan perbukuan nasional sekaligus mendekatkan akses bacaan ke masyarakat.
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha mengatakan, Indonesia tidak kurang dalam kemampuan membaca karena tingkat melek hurufnya mencapai 98 persen. Namun, akses bacaan dan budaya membaca masyarakat belum optimal.
Rendahnya minat baca berdampak terhadap penjualan buku saat pandemi. Pameran buku, seperti IIBF yang digelar secara hybrid, diharapkan kembali menggairahkan industri perbukuan di Tanah Air.
“Acara ini (IIBF) berbalut optimisme dunia perbukuan akan bangkit setelah diterpa pandemi,” ujarnya dalam pembukaan IIBF 2022 di Jakarta Convention Center, DKI Jakarta, Rabu (9/11/2022).
IIBF 2022 diikuti 134 peserta dari dalam dan luar negeri pada 9-13 November. Pameran ini menargetkan 25.000 pengunjung. Sementara kegiatan secara daring dilakukan di lokapasar Shopee.
Menurut Arys, penjualan buku di negara dengan indeks literasi tinggi, seperti Finlandia, Norwegia, dan Amerika Serikat, meningkat selama pandemi. Namun, kondisi di Indonesia justru merosot.
Riset World’s Most Literate Nations Ranked pada 2016 menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara, dalam hal minat baca. Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura di peringkat ke-36 dan Malaysia peringkat ke-53.
Arys menuturkan, peningkatan indeks literasi perlu diawali dengan menumbuhkan kegemaran membaca, salah satunya lewat pameran buku. Setelah itu, mendekatkan akses bacaan dan membudayakan kebiasaan membaca di tengah masyarakat.
Industri perbukuan tidak hanya dipengaruhi pandemi, tetapi juga disrupsi teknologi. Oleh karenanya, penerbit perlu bertransformasi melalui produk dan pemasaran digital.
Menurut Arys, buku tidak bisa dipertentangkan dengan kemajuan teknologi. Sejak dulu, buku telah menjadi sumber dari berbagai bentuk perubahan. Jadi, adaptasi sangat penting karena upaya memenuhi kebutuhan masyarakat juga berubah akibat kemajuan teknologi.
“Jika buku tidak penting dan sudah tergantikan oleh mesin pencari, tentu Google tidak akan membuat play books. Tentu Steve Jobs (pendiri Apple) tidak merekomendasikan 15 buku pilihan untuk dibaca. Elon Musk juga tidak akan mengumumkan 12 judul buku yang mengubah jalan hidupnya,” jelasnya.
IIBF mempunyai zona kalap yang menyediakan sekitar 6.000 judul buku dengan harga mulai dari Rp 10.000. Buku dari berbagai penerbit di zona ini juga menetapkan diskon hingga 80 persen
Arys menambahkan, penerbit di Indonesia melakukan berbagai cara untuk menghadapi dampak pandemi, salah satunya bertransformasi digital. Namun, hal ini menghadapi tantangan dengan masifnya pembajakan buku, baik cetak maupun digital.
“Ini juga pesan ke masyarakat untuk hanya mengakses buku orisinal. Membuat penulis, editor, desainer, dan ilustrator tetap berkarya serta penerbit terus melahirkan buku bermutu. Buku untuk dibaca, bukan dibajak,” jelasnya.
Ketua Panitia IIBF 2022 Wahyu Rinanto mengatakan, selain pameran, IIBF juga menggelar berbagai kegiatan seperti promosi dan diskusi buku. Dengan begitu, para penulis dapat bertemu dan berdialog dengan pembaca.
IIBF ke-42 itu dilaksanakan bersamaan dengan International Publishers Congress ke-33. Kegiatan ini merupakan agenda rutin International Publishers Association (IPA) setiap dua tahun yang dihadiri insan perbukuan di seluruh dunia.
“Kegiatan ini diharapkan momentum kebangkitan perbukuan nasional setelah pandemi dua tahun terakhir,” ucapnya.
Zona kalap
IIBF mempunyai zona kalap yang menyediakan sekitar 6.000 judul buku dengan harga mulai dari Rp 10.000. Buku dari berbagai penerbit di zona ini juga menetapkan diskon hingga 80 persen.
“Kalau ada pihak-pihak yang mau menyumbangkan buku ke perpustakaan desa, dipersilakan datang (ke zona kalap),” ujarnya.
Zona kalap menjadi sudut pameran yang paling banyak didatangi pengunjung. Di area terdapat buku fiksi dan nonfiksi dengan beragam tema, mulai dari politik, hukum, sejarah, teknologi, hingga anak-anak.
Saat membuka IIBF, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan, buku merupakan media mendialogkan dan mentransformasikan gagasan. IIBF diharapkan mengampanyekan buku sebagai nadi kehidupan bangsa.
“Menguasai sebuah bangsa sering dimulai dari penguasaan karya tulisnya. Tidak sedikit sejarah dunia mencatat hancurnya peradaban sebuah bangsa sering dimulai dari hancurnya perpustakaan,” katanya.