Publik Mendukung Aksi Iklim bila Negara Lain Juga Berkomitmen
Ketika negara-negara lain tidak bergabung dalam pajak karbon, persetujuan terkait dari domestik turun menjadi 53 persen.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
Perjanjian atau kesepakatan internasional terkait perubahan iklim tidak hanya penting untuk mengurangi emisi karbon dioksida tetapi juga penting untuk menggalang dukungan politik di dalam negeri. Hal ini karena publik lebih bersedia menanggung biaya aksi iklim jika negara lain berkontribusi juga.
Temuan ini didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Michael Bechtel (anggota Cluster of Excellence ECONtribute dari University of Cologne), Kenneth Scheve (Yale University), dan Elisabeth van Lieshout (Stanford University), yang baru-baru ini telah diterbitkan dalam jurnal Nature Communications.
Dalam survei bersifat representatif itu, mereka meneliti dukungan publik terkait kebijakan iklim yang mahal. Dicontohkan terkait pengenaan pajak karbon domestik. Hasilnya menunjukkan bahwa jika negara lain berinvestasi dalam aksi iklim, publik domestik lebih bersedia untuk menyetujui pajak karbon domestik karena individu mengharapkan upaya kebijakan ini lebih adil dan lebih mungkin efektif.
Jika orang umumnya tidak menyukai biaya, mereka lebih bersedia menerima kenaikan biaya jika negara lain juga memberikan kontribusi yang lebih tinggi.
Dalam kajian itu, tim menyurvei 10.000 warga di Jerman, Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat pada awal tahun 2019. Responden diminta untuk menunjukkan apa yang mereka setujui atau tidak setujui terkait penerapan pajak karbon. Sebanyak 60 persen responden mendukung pajak karbon jika negara lain juga menerapkannya.
Namun, ketika negara-negara lain tidak bergabung dalam upaya ini, persetujuan pajak karbon oleh domestik turun menjadi 53 persen. ”Kami juga menemukan bahwa ketika langkah-langkah iklim domestik tertanam secara internasional, orang lebih cenderung percaya bahwa reformasi ini akan berdampak positif pada tujuan keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang penting,” kata Michael Bechtel dalam siaran pers University of Cologne, 3 November 2022.
Biaya aksi iklim
Dalam studi kedua, tim peneliti menyelidiki keberterimaan biaya aksi iklim di dalam negeri jika negara lain mengejar aksi yang lebih ambisius sehingga biayanya lebih mahal. Peserta ditanya apakah mereka bersedia mendukung skenario kebijakan iklim yang mahal di mana para peneliti memvariasikan tingkat kontribusi yang dibuat oleh negara lain.
Jika biaya rumah tangga bulanan domestik meningkat dari yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi, dalam kasus Jerman misalnya dari 39 euro menjadi 77 euro per bulan, dukungan turun 7 persen jika harga karbon dioksida tetap rendah di luar negeri. Namun, jika negara industri lain memutuskan untuk menerapkan biaya rumah tangga bulanan yang tinggi, dukungan kebijakan domestik turun hanya sekitar 5 persen sebagai respons terhadap kenaikan harga CO2 domestik.
”Bahkan, jika orang umumnya tidak menyukai biaya, mereka lebih bersedia menerima kenaikan biaya jika negara lain juga memberikan kontribusi yang lebih tinggi,” kata Bechtel.
Dengan demikian, langkah-langkah perubahan iklim di negara lain memainkan peran penting dalam mengamankan dukungan massa untuk kebijakan iklim domestik, menurut riset tersebut. ”Berinvestasi dalam perjanjian internasional yang berfungsi dengan baik bermanfaat tidak hanya dari perspektif ilmu alam, tetapi juga bagi pembuat kebijakan yang tertarik untuk mendapatkan dukungan publik yang lebih luas untuk aksi iklim yang mahal di dalam negeri,” kata Bechtel.
Pembahasan komitmen dunia akan pengendalian perubahan iklim saat ini sedang berlangsung dalam Konferensi Para Pihak (COP) Ke-27 UNFCCC di Mesir. Dalam pernyataan resmi, tuan rumah menyatakan visi dan tujuan Mesir dalam konferensi ini, yaitu inklusif, berdasarkan aturan dan ambisius, hasil substantif, sepadan dengan tantangan berdasarkan sains dan dipandu oleh prinsip-prinsip yang membangun kesepakatan, keputusan, janji dan komitmen, dari Rio 1992 hingga Glasgow 2021.
”Kami berusaha mempercepat aksi iklim global melalui pengurangan emisi, upaya adaptasi yang ditingkatkan dan peningkatan aliran pendanaan yang sesuai. Kami menyadari bahwa ’transisi yang adil’ tetap menjadi prioritas bagi negara-negara berkembang di seluruh dunia,” kata Presiden COP27 Sameh Shoukry dalam situs resmi COP27.
Dia menekankan bahwa meskipun kondisi ekonomi dan geopolitik saat ini cukup menantang, keadaan eksternal ini tidak boleh dibiarkan memengaruhi proses negosiasi secara negatif. Momentum COP digelar di Afrika harus dapat mempertimbangkan kebutuhan negara-negara berkembang dan memastikan keadilan iklim melalui pemanfaatan dana dan dukungan sarana implementasi lainnya. Sebab, negara yang paling tidak bertanggung jawab atas emisi adalah yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim.