Pengelola panti asuhan menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan operasional panti. Mereka harus kreatif agar kebutuhan hidup anak-anak asuhnya tetap terpenuhi.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Saat ini sejumlah pengelola panti asuhan atau lembaga kesejahteraan sosial anak atau LKSA berjuang keras untuk bertahan dalam situasi keuangan yang terbatas menyusul penurunan jumlah bantuan masyarakat dan para donatur di masa pandemi Covid-19. Di sisi lain, panti asuhan dituntut pemerintah untuk meningkatkan mutu dan standar nasional pengasuhan anak.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah panti asuhan mulai menjalankan unit usaha guna mencukupi kebutuhan operasionalnya setiap bulan. Ada yang membuka usaha berjualan makanan dan minuman, termasuk kebutuhan pokok. Beberapa panti asuhan memacu anak-anak asuhnya untuk maju dan berprestasi di sekolah dan mengembangkan kemampuan olahraga dan seninya.
Di Tebet, Jakarta Selatan, pengelola Panti Asuhan Kampung Melayu harus mencari cara agar kebutuhan operasional panti terpenuhi menyusul sumbangan donatur yang turun sampai 70 persen.
Selain mengandalkan donatur sebagai pemasukan, mereka juga menjalankan usaha penjualan air minum isi ulang yang peralatannya diberi donatur. Dalam sebulan, pendapatan dari usaha tersebut sekitar Rp 4 juta. ”Meski tak seberapa, pendapatan dari penjualan air isi ulang ini cukup membantu kebutuhan anak asuh,” kata Kepala Panti Asuhan Ujang Supratman, Senin (31/10/2022).
Sementara Panti Putra Nusa di Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang memiliki 40 anak, selama masa pandemi Covid-19 membuka usaha penjualan kebutuhan pokok. ”Jumlah donatur sudah tidak seperti dulu karena ada yang meninggal dunia, usahanya berkurang, atau bahkan terdampak pandemi Covid-19,” kata Upik, pengelola Panti Putra Nusa bagian putri.
Infografik Kondisi Panti Asuhan di Indonesia
Laba dari usaha kebutuhan pokok itu digunakan untuk membiayai pendidikan sebesar Rp 10 juta per bulan, juga untuk makan dan listrik, termasuk uang saku anak-anak asuh.
Mengantisipasi keuangan panti asuhan yang sedang menipis, pengelola panti asuhan juga mengatur uang saku anak-anak. Jika lokasi sekolah mereka dekat dari panti, mereka akan mendapat Rp 5.000 per hari. Sementara jika jauh akan mendapat Rp 20.000-Rp 25.000 per hari.
Di Palembang, Sumatera Selatan, pengelola Panti Asuhan Cahaya Ummi yang berlokasi di Jalan Seduduk Putih, Kecamatan Ilir Timur II, selain menjalankan efisiensi, juga membuka usaha jual-beli celengan demi membiayai kebutuhan 20 anak asuhnya.
”Saat ini, jumlah donatur bisa dihitung dengan jari. Bantuan pemerintah tidak datang lagi. Padahal, sebelum pandemi pemerintah selalu membantu. Biasanya kami mendapatkan dana dari pemerintah sekitar Rp 13 juta-Rp 18 juta per bulan,” ujar Nirwana, pemilik Panti Asuhan Cahaya Ummi, Kamis (27/10/2022).
Saat ini, jumlah donatur bisa dihitung dengan jari. Bantuan pemerintah tidak datang lagi. Padahal, sebelum pandemi pemerintah selalu membantu. Biasanya kami mendapatkan dana dari pemerintah sekitar Rp 13 juta-Rp 18 juta per bulan.
Adapun pengelola Panti Asuhan Rumah Kasih, Lembang, Jawa Barat, James Damima, mengungkapkan, di saat donasi menurun, pengelola dan anak-anak panti asuhan membuat makanan kecil, lantas dijual kepada tetangga dan komunitas. Hasilnya untuk menambah belanja sehari-hari panti asuhan.
Belajar berwirausaha
Ketua Forum Daerah LKSA Lampung Amir Hamzah mengungkapkan, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah panti asuhan mulai menjalankan unit usaha demi mencukupi kebutuhan operasionalnya. Misalnya, Panti Asuhan Pelita Harapan Bangsa yang dipimpinnya kini menjalankan tiga jenis usaha, yakni jasa penyewaan papan bunga, penjualan gas elpiji, dan minuman isi ulang.
”Selain untuk menambah penghasilan panti asuhan, usaha tersebut juga sekaligus menjadi wadah untuk anak-anak panti asuhan yang ingin belajar berwirausaha,” kata Amir.
Langkah serupa ditempuh Panti Asuhan Bussaina Lampung yang merawat bayi telantar dan anak-anak korban kekerasan. Selain usaha pembuatan roti, mereka juga membuka warung kebutuhan pokok.
Sebelumnya, panti asuhan yang merawat sekitar 60 anak asuh ini mempunyai usaha tambak udang. Hasil usaha tambak tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan panti asuhan. ”Setiap bulan, kebutuhan untuk makanan dan keperluan lainnya sekitar Rp 60 juta,” ujar Ketua Yayasan Bussaina Lampung Budi Hidayat.
Pada masa pandemi Covid-19, Panti Asuhan Rumah Hati Suci, Tanah Abang, Jakarta, juga merasakan berkurangnya donasi yang masuk. Menghadapi kondisi itu, mereka kemudian membuka usaha penjualan kue yang dibuat oleh anak-anak panti asuhan.
Infografik Upaya Perlindungan bagi Anak Panti Asuhan
Penjualan kue melalui media sosial tersebut mendapat perhatian yang cukup baik, terutama dari warga di kawasan Tanah Abang. Dalam setahun terakhir mereka juga menjual kue di kantin sekolah Hati Suci, yang juga satu kompleks dengan panti asuhan tersebut.
Meskipun pendapatan dari berjualan kue tidak terlalu besar, usaha itu dapat mendukung keuangan panti asuhan selama pandemi. ”Usaha ini tidak hanya upaya mendukung finansial, tetapi juga jadi kegiatan untuk mengasah kemampuan anak-anak, baik memasak maupun menjual kue,” ujar Direktur Panti Asuhan Rumah Hati Suci Imelda Tjandra.
Selain membuka usaha, Panti Asuhan Rumah Hati Suci juga mendorong anak-anaknya untuk mengembangkan bakat seni dan olahraga, misalnya berlatih paduan suara, menari, serta bermain basket, futsal, dan bela diri.
Beberapa dari program tersebut, menurut Imelda, berhasil meningkatkan kemampuan anak-anak asuh secara akademis. ”Paduan suara kami diundang dalam acara G20 di Bali pada November nanti. Saya rasa ini adalah prestasi yang luar biasa, dan menunjukkan bagaimana berbakatnya anak-anak kami,” ujarnya.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Kanya Eka Santi mengatakan, bantuan pemerintah telah diberikan melalui berbagai program, seperti Program Keluarga Harapan dan Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi).
Pemerintah juga melakukan pemberdayaan sosial, pembekalan keterampilan, hingga bantuan usaha kepada keluarga anak. ”Bantuan itu bertujuan agar keluarga berdaya dan mampu mengasuh anak. Dengan demikian, anak tidak perlu diserahkan ke panti asuhan,” kata Kanya.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Nahar menambahkan, sebagai lembaga pengasuhan alternatif dan pilihan terakhir dalam pengasuhan anak, panti asuhan masih menghadapi berbagai tantangan, terutama soal kapasitas pengasuh dalam merawat dan mengasuh anak.
Tantangan lainnya adalah jumlah sumber daya pelaksana, sarana prasarana pendukung, termasuk pemenuhan hak lainnya, seperti pemenuhan hak sipil anak dan informasi, termasuk pemenuhan hak anak atas kesehatan, seperti menu makanan dan gizi anak. (RENY SRI AYU/EMANUEL EDI SAPUTRA/COKORDA YUDHISTIRA/VINA OKTAVIA/SEKAR GANDHAWANGI/RHAMA PURNA JATI/KRISTI DWI UTAMI/REGINA RUKMORINI/MIS FRANSISKA DEWI/RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN/AYU NURFAIZAH/SONYA HELLEN SINOMBOR)