Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan dalam Presidensi G20 Indonesia menginisiasi sistem satu portal verifikasi sertifikat vaksin Covid-19. Sistem ini untuk memudahkan pelaku perjalanan internasional.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 telah mengubah sebagian besar tatanan hidup masyarakat. Perubahan itu tidak hanya berdampak secara nasional melainkan juga memengaruhi secara global. Berbagai pembatasan pun dilakukan di setiap negara untuk mencegah semaksimal mungkin potensi penularan Covid-19 antarmanusia.
Pada awal pandemi, bahkan pergerakan masyarakat sangat dibatasi. Pintu-pintu masuk sebagian besar negara ditutup untuk kedatangan dari luar negeri. Hal itu turut berdampak pada pergerakan rantai pasok lainnya, seperti bahan makanan, produk perdagangan, hingga kebutuhan obat dan alat kesehatan.
Kondisi tersebut mulai membaik ketika kasus penularan Covid-19 dilaporkan menurun. Itu juga terjadi saat vaksinasi Covid-19 mulai masif dijalankan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pintu-pintu masuk di sejumlah negara pun mulai dibuka dengan beberapa persyaratan khusus. Selain syarat uji bebas Covid-19 yang dibuktikan melalui pemeriksaan tes usap, bukti telah divaksin dosis lengkap juga menjadi dokumen yang harus dipenuhi oleh pelaku perjalanan yang akan masuk ke suatu negara.
Terkait dengan vaksinasi, setiap negara telah mengeluarkan sertifikat vaksinasi Covid-19. Sertifikat ini digunakan sebagai bukti yang harus ditunjukkan untuk masuk ke negara lain.
Namun, sertifikat vaksin yang diterbitkan masing-masing negara berbeda-beda. Hal ini terkadang me.njadi kendala dalam proses validasi dari sertifikat vaksin tersebut. Untuk itu, proses validasi terkadang membutuhkan waktu cukup lama dengan proses cukup rumit. Sejumlah negara pun masih memberlakukan cara manual dalam proses validasi.
Saat ini, beberapa jaringan global terpercaya (trust network global) digunakan dalam sistem validasi sertifikat vaksin. Beberapa jaringan global itu meliputi antara lain IATA Travel Pass dari International Air Transport Association, EU Green Certificate dari European Union, Common Trust Network dari East African Community, National Healthcare Data Network dari Brazil, dan Common Trust Network Organizations.
Perbedaan ini menimbulkan kesulitan dalam mengenali kode sertifikat vaksin pada orang yang melakukan perjalanan antarnegara dengan sistem yang berbeda.
Atas dasar itulah, akhirnya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Digital Transformation Office menginisiasi adanya Federated Public Trust Directory. Inisiatif ini diusulkan agar jaringan-jaringan terpercaya yang digunakan di setiap negara bisa diharmonisasikan, khususnya untuk memverifikasi sertifikat vaksin atau dokumen kesehatan lainnya yang difasilitasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hal itu disampaikan sebagai inisiatif Indonesia dalam Presidensi G20. Inisiasi ini terutama terkait salah satu agenda prioritas yang diangkat, yakni harmonisasi standar protokol kesehatan global. Federated Public Trust Directory merupakan kerangka kerja global yang menyatukan infrastruktur antarnegara dalam verifikasi otentisitas di seluruh jaringan global terpercaya.
Adapun kerangka kerja yang diinisiasi oleh Indonesia ini dikembangkan bersama dengan organisasi internasional, seperti Economic Cooperation and Development (OECD), World Health Organization (WHO), Global Digital Health Partnership (GDHP), serta didukung oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
Validasi lintas negara
Chief Operating Officer Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan Daniel Oscar Baskoro, saat ditemui di Bali, Jumat (28/10/2022), menuturkan, pendekatan verifikasi secara universal (universal verifier) sebenarnya merujuk pada pendekatan sama yang digunakan pada paspor.
Dengan pendekatan ini, verifikasi pada sertifikat vaksin bisa dilakukan secara mudah tanpa harus mengganti sertifikat ataupun mengganti sistem yang sudah digunakan di masing-masing negara. “Jadi, sudut pandang yang digunakan dalam sistem ini untuk mempermudah pelaku perjalanan,” ucapnya.
Verifikator universal yang dibuat pun sesuai dengan standar dari WHO. Karena itu, bagi negara yang sudah merujuk pada standar tersebut tidak perlu mengganti sistem serta kode QR yang sudah digunakan dalam dokumen kesehatan, seperti untuk sertifikasi vaksinasi.
Sudut pandang yang digunakan dalam sistem ini untuk mempermudah pelaku perjalanan. (Daniel Oscar Baskoro)
Sistem yang digunakan dalam verifikator universal dapat memberikan informasi mengenai infrastruktur dari kunci publik (public key) yang dapat dikenali oleh portal yang saling terkoneksi. Informasi ini tentu sudah mendapatkan persetujuan dari otoritas berwenang di setiap negara.
Dengan memberikan public key tersebut, perubahan informasi dari setiap negara pun bisa diperbarui secara otomatis sehingga lebih mudah diterapkan. “Yang terpenting juga bahwa privasi dan keamanan data amat terjamin karena tidak ada pertukaran data apapun pada sistem ini,” kata Oscar.
Secara teknis, verifikasi yang dilakukan pada sertifikat vaksin yang dikeluarkan melalui WHO DIVOC (Digital Infrastructure for Vaccination Open Credentialing) menggunakan skema public key yang disimpan pada format JavaScript Object Notation (JSON).
Sistem tersebut dikembangkan menggunakan arsitektur layanan mikro dengan API yang bisa diakses oleh publik (Open API). Itu bisa diimplementasikan secara on-premise maupun dengan komputasi awan.
Pintu masuk negara
Pada tahap awal, sistem ini dikembangkan untuk memverifikasi sertifikat vaksin Covid-19 pada pelaku perjalanan luar negeri. Sistem verifikator universal dapat diimplementasikan di pintu masuk negara.
Apabila kode QR yang dipakai untuk membaca sertifikat vaksin dari pelaku perjalanan sesuai standar WHO, pelaku perjalanan itu tak lagi perlu mengunduh aplikasi berbeda yang digunakan di negara tujuan. Petugas imigrasi atau petugas kesehatan di pintu masuk negara tujuan hanya perlu memakai sistem satu portal verifikasi sertifikat vaksin Covid-19 (Covid-19 Vaccine Certificate Single Verification Portal).
Setelah memilih negara asal dari pelaku perjalanan, kode QR yang dimiliki oleh pelaku perjalan yang digunakan untuk membawa sertifikat vaksin Covid-19 dapat langsung dipindai. Tidak perlu waktu yang lama, sertifikat vaksin pun berhasil divalidasi.
“Ke depan, kita akan mengembangkan agar sistem ini tidak hanya untuk memvalidasi vaksin Covid-19 namun juga dokumen kesehatan lainnya. Dengan begitu, pemanfaatannya bisa jangka panjang. Setelah Presidensi G20 Indonesia selesai, sistem ini pun akan dibawah pengelolaan WHO,” kata Oscar.
Secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan yang juga Chair Health Working Group I G20, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, seluruh negara anggota G20 telah menyepakati konsep harmonisasi protokol kesehatan global yang diimplementasikan melalui penyelarasan dokumen kesehatan tersebut.
Direncanakan, implementasi platform global untuk kemudahan verifikasi sertifikat digital vaksinasi Covid-19 lintas negara dapat diimplementasikan pada kuartal pertama 2023. Diharapkan pula sistem ini bisa diterapkan secara global tidak terbatas pada negara-negara anggota G20.
Digitalisasi dalam dokumen kesehatan ini pun akan diusulkan dalam revisi Regulasi Kesehatan Internasional (IHR) dalam pertemuan majelis kesehatan dunia (WHO) tahun depan agar implementasi sistem ini bisa berlanjut.