Terapkan Harmonisasi Standar Protokol Kesehatan Global
Negara-negara G20 membahas harmonisasi standar protokol kesehatan global. Dengan data kesehatan digital terintegrasi antarnegara, hal itu diharapkan memperkuat sistem ketahanan kesehatan global.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 lebih dari dua tahun terakhir ini menghambat mobilitas penduduk antarnegara yang menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat demi mencegah penyebaran penyakit infeksi tersebut. Situasi ini memengaruhi berbagai sektor, termasuk perdagangan, pariwisata, dan pendidikan. Untuk itu, perlu ada harmonisasi protokol kesehatan global.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan hal itu dalam pembukaan The First G20 Health Working Group Meeting bertema ”Harmonisasi Standar Protokol Kesehatan Global”, Senin (28/3/2022), di Yogyakarta. Indonesia menjadi tuan rumah G20 Health Working Group Meeting. Acara itu dihadiri para peserta dari negara-negara G20 dan organisasi internasional secara luring (luar jaringan) dan daring (dalam jaringan).
Adapun tema utama rangkaian acara G20 Health Working Group Meeting (Pertemuan Kelompok Kerja Kesehatan G20) adalah reformasi kesehatan global. Menurut Budi Gunadi, ada beberapa agenda utama dalam rangkaian pertemuan Pokja Kesehatan G20 tersebut meliputi penguatan daya tahan sistem kesehatan global, harmonisasi protokol standar protokol kesehatan global, redistribusi kemampuan riset, serta produksi vaksin dan terapeutik.
Saat ini untuk membuka pintu masuk antarnegara, negara-negara mulai mengimplementasikan pengurangan risiko kesehatan publik pada perjalanan lintas negara. Namun, otoritas ataupun pelaku perjalanan luar negeri harus menerapkan protokol kesehatan berbeda dan tak terhubung antarnegara, sehingga meningkatkan biaya, rumit, dan menimbulkan ketidaknyamanan.
Penyakit infeksi tak mengenal batas antarnegara. Pada tahun 2021, para pemimpin G20 mengakui perlunya standar protokol kesehatan bagi pelaku perjalanan luar negeri sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ”Kita perlu harmonisasi standar protokol kesehatan untuk memastikan keamanan dalam mobilitas penduduk antarnegara serta membantu pemulihan ekonomi serta sosial,” kata Budi Gunadi.
”Pandemi menjadi pelajaran bahwa dunia saling terhubung. Kita perlu bekerja sama dalam penyediaan informasi kesehatan secara digital, seperti syarat testing (pengujian) dan hasil, sertifikat vaksinasi, dan aplikasi digital, yang diakui antarnegara,” ujarnya. Dengan demikian, perlu ada standardisasi proses kesehatan di seluruh dunia dengan memakai teknologi digital.
Saat ini sejumlah negara memiliki aplikasi digital penerapan protokol kesehatan dengan versi berbeda-beda antara lain di Indonesia, Arab Saudi, dan negara-negara Uni Eropa. Aplikasi Peduli Lindungi telah diakui di 82 negara. Diperkirakan 2 miliar penduduk melaksanakan perjalanan. Penggunaan aplikasi digital itu diharapkan turut mencegah penyebaran Covid-19 antarnegara.
Capaian vaksinasi Covid-19 di sejumlah negara berkembang amat rendah sehingga sertifikat vaksinasi dinilai belum bisa menjadi syarat perjalanan internasional.
”Tentu standar protokol kesehatan tersebut memberi fleksibilitas karena setiap negara memiliki kebutuhan dan syarat berbeda. Harmonisasi protokol kesehatan menghargai prinsip kedaulatan negara dalam memutuskan kebijakan protokol kesehatan,” kata Budi Gunadi. Nantinya standar protokol kesehatan diberlakukan sama dengan protokol keimigrasian.
Kapasitas beragam
Digital Health Technology Unit Head WHO Garrett Mehl mengakui ada sejumlah kendala harmonisasi standar protokol kesehatan secara global antara lain perbedaan kemampuan teknologi antarnegara. Karena itu, nantinya data kesehatan pelaku perjalanan atau semacam paspor kesehatan bisa memakai aplikasi digital terkoneksi antarnegara ataupun dokumen manual. Pembuatan paspor kesehatan dalam tahap pembahasan.
Tantangan lain adalah ketimpangan global terkait akses layanan vaksinasi Covid-19. Capaian vaksinasi Covid-19 di sejumlah negara berkembang amat rendah sehingga sertifikat vaksinasi dinilai belum bisa menjadi syarat perjalanan internasional. Jika pelaku perjalanan belum punya sertifikat vaksin lengkap, bisa menunjukkan hasil tes PCR (reaksi rantai polymerase) negatif.
Untuk mencegah penyebaran Covid-19 pada pelaku perjalanan internasional, beberapa langkah bisa dilakukan. Selain vaksinasi lengkap ditambah dosis penguat untuk mencegah keparahan, langkah lain meliputi tes PCR dengan hasil negatif, serta menerapkan protokol kesehatan berupa mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.