Mereka Menaruh Asa untuk Masa Depan di Panti Asuhan
Kemiskinan membuat sejumlah anak dari beberapa daerah terpaksa harus menjalani kehidupan terpisah dengan orangtua. Demi mengenyam pendidikan yang layak, mereka hidup di panti asuhan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·5 menit baca
Empat belas tahun yang lalu, bayi kembar Dhika dan Drian berusia delapan bulan dan kurang gizi dibawa ibunya ke Panti Asuhan Rumah Kasih, Lembang, Jawa Barat. Sang ibu sempat tinggal sekitar tiga bulan bersama mereka, kemudian pergi dan tak pernah kembali. Hingga kini, Dhika dan Drian hanya tahu nama ibu dan ayahnya dari pemilik panti asuhan tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh menjadi anak yang sehat. Kini, keduanya tumbuh menjadi remaja laki-laki dan duduk di kelas IX sekolah menengah pertama (SMP). Keduanya memiliki hobi yang sama, yakni bermain sepak bola. Mereka bahkan pernah bergabung dengan sebuah klub sepak bola di Bandung. Dhika juga suka musik dan sering membuat rekaman lalu mengunggahnya ke media sosial.
”Saya ingin jadi orang sukses. Kalau bisa, jadi pengusaha, lalu mencari orangtua. Kami hanya ingin tahu saja, di mana mama, di mana papa. Hanya ingin tahu, bukan untuk membuat susah,” ujar Dhika, Sabtu (29/10/2022).
Meskipun di sekolah dan di kalangan teman-temannya mereka sering diremehkan karena tinggal di panti asuhan, baik Dhika maupun Drian tetap bersyukur. Meskipun tinggal di panti asuhan, mereka memiliki tempat tinggal, mengenyam pendidikan, bahkan bisa menyalurkan hobi mereka. ”Yang masih punya orangtua jangan anggap enteng mereka,” ujar Dhika kepada anak-anak di luar panti.
Di panti yang sama, ada juga Olin (15), remaja putri asal Blitar, Jawa Timur. Ayahnya telah meninggal. Sejak kecil, Olin sering ditinggalkan ibunya yang bekerja sebagai pekerja migran di luar negeri. Ia sering dititipkan kepada orang lain. Sekitar 7 tahun yang lalu, dia dibawa ke panti asuhan Rumah Kasih, Lembang.
Olin sering kontak dengan orangtuanya melalui media sosial. Dulu, ibunya rutin mengirim uang ke panti, tetapi beberapa tahun terakhir agak berkurang, seiring ibunya tidak lagi menjadi pekerja migran. ”Saya ingin jadi juru masak, kayaknya uangnya banyak,” ujar Olin.
Tinggal di panti asuhan dan melanjutkan sekolah juga dialami oleh Suhendi (22) asal Cianjur, Jawa Barat. Sekitar enam tahun yang lalu, setelah tamat di sekolah dasar (SD), Suhendi sempat putus sekolah selama dua tahun. Pada tahun 2017 ibunya yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga mengajaknya ke Jakarta dan memintanya tinggal di Panti Asuhan Kampung Melayu, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Awalnya, dia tidak tahu akan dimasukkan panti asuhan, tetapi kemudian dia mengetahui bahwa ibunya membawanya ke panti asuhan agar bisa melanjutkan. ”Di sini, saya punya banyak teman dan banyak kegiatan, seperti belajar marawis dan kegiatan lainnya,” katanya. Saat ini, dia telah lulus SMK jurusan tata boga.
Saya ingin jadi orang sukses. Kalau bisa, jadi pengusaha, lalu mencari orangtua. Kami hanya ingin tahu saja, di mana mama, di mana papa. Hanya ingin tahu, bukan untuk membuat susah.
Semenjak masuk ke panti asuhan, Suhendi jarang pulang ke kampungnya di Cianjur. Dia hanya pulang satu tahun sekali. Selama di panti asuhan, ibunya tidak pernah datang menjenguknya. Hanya tantenya yang kerap menjenguk.
Saat ini, Hendi masih tinggal di panti asuhan. Meskipun sudah lulus, Panti Asuhan Kampung Melayu mewajibkan anak yang telah menyelesaikan sekolahnya harus mengabdi minimal enam bulan sambil mencari pekerjaan atau ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Syahril Agustian (20) asal Bogor menyatakan, sejak kelas V SD, dia tinggal di panti demi melanjutkan pendidikannya. Sebelumnya, kedua kakak Syaril pernah tinggal di panti asuhan yang sama. Bersama 22 anak panti asuhan lainnya, ia belajar hidup disiplin, waktu bermain dibatasi, dan tidak boleh memegang telepon genggam, Syahril rela menjalani hidup seperti itu demi melanjutkan sekolahnya. ”Enaknya di sini tidak bayar, semua gratis. Mau apa-apa, keperluan sekolah, tinggal bilang, nanti di kasih,” ujarnya.
Demi untuk bersekolah hingga perguruan tinggi juga, membuat Putri Seleste Lopez (12) dan Fransisko Junior Lopez (13) mau tinggal di Panti Asuhan Pelita Harapan Bangsa, di Kota Bandar Lampung. Mereka diserahkan oleh ibunya sejak kelas IV SD.
Kakak beradik tersebut tinggal di panti setelah ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat hendak bekerja sebagai buruh migran. Sementara ibu mereka harus merawat neneknya yang sakit-sakitan sembari bekerja sebagai buruh cuci. Karena kondisi ekonomi keluarganya yang susah, pihak keluarga menyarankan agar mereka dikirim ke Panti Asuhan Pelita Harapan Bangsa.
Nasib yang sama dialami Putri Nabila (20) asal Jakarta. Delapan tahun yang lalu, saat baru duduk di bangku SMP, dia diantar pamannya ke Panti Asuhan Darul Ilmi, Depok, Jawa Barat. Ayahnya sudah meninggal serta ibunya sudah menikah lagi dan tinggal di Jawa Tengah. ”Sebelumnya, aku tinggal di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat, sama nenek,” ujar Putri yang kini telah bekerja itu.
Sekretaris Jenderal Forum Nasional Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak-Panti Sosial Asuhan Anak (LKSA-PSAA) Suryadi Albarr mengatakan, sebagian besar panti asuhan di Indonesia dikelola oleh swasta. Dana yang dikelola biasanya berasal dari donatur tetap atau masyarakat sekitar. Selain sumber daya manusia, dukungan dana menjadi tantangan, termasuk pada saat pandemi Covid-19 yang berdampak pada berkurangnya donasi.
Semua anak yang diasuh di panti asuhan mendapat akses pendidikan formal dan nonformal. Umumnya, anak disekolahkan hingga SMA. Anak juga dibekali sejumlah keterampilan, seperti memasak dan keterampilan digital. ”Tugas LKSA adalah mengantar anak hingga menjelang dewasa dan bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri apakah mereka mau tetap tinggal di lembaga, kembali ke keluarga, bekerja, atau dilepas,” ucapnya.
Akan tetapi, dukungan pemerintah daerah terhadap panti asuhan belum signifikan. Padahal, pemenuhan hak anak berikut perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. ”Hak anak belum benar-benar terpenuhi. Pemerintah seharusnya hadir,” kata Suryadi, Rabu (26/10/2022).(REN/ESA/COK/VIO/SKA/EGI/Z02/Z03/Z14/SON)