Perguruan Tinggi Tertatih Menyongsong Bonus Demografi
Kemajuan bangsa ditopang tersedianya sumber daya manusia unggul dan inovasi. Namun, perguruan tinggi Indonesia yang strategis menopang pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi, masih menghadapi berbagai ketidaksiapan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi Indonesia yang berjumlah sekitar 4.300 institusi menghadapi tantangan untuk memastikan kualitas dan relevansi dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul. Padahal, peran perguruan tinggi penting untuk meningkatkan sumber daya manusia dengan produktivitas tinggi dan inovasi. Hal ini agar Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi dan menghindari jebakan sebagai negara berpenghasilan menengah.
Kesiapan Indonesia memanfaatkan bonus demografi untuk kemajuan bangsa dinilai masih jauh dibandingkan dari negara-negara lain yang sudah menjalaninya. Bahkan, ada tantangan juga setelah bonus demografi lewat untuk tetap memastikan pertumbuhan ekonomi negara yang tinggi dengan sumber daya manusia (SDM) produktif dan inovasi lewat pendidikan tinggi dan dunia usaha/industri.
”Berbicara tentang pendidikan tinggi dan pendidikan pada umumnya, berarti berbicara tentang maju mundurnya suatu bangsa. Tugas besar perguruan tinggi (PT) sebagai jembatan usia menuju profesional. Pekerjaan rumah kita tidak hanya akses, tetapi untuk memastikan investasi di pendidikan tinggi menghasilkan SDM berkualitas dan inovasi,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nizam.
PT tidak lagi hanya mentransfer iptek, tetapi wadah berjejaring untuk mengembangkan keunggulan agar dapat berdaya saing dan menginspirasi.
Hal itu disampaikan dia dalam webinar bertajuk ”Pendidikan Tinggi di Masa Depan: Menggali Diferensiasi, Memperkuat Daya Saing” yang digelar Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas di Jakarta, Selasa (18/10/2022). Diskusi ini untuk penyusunan studi latar belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Nizam memaparkan, sampai saat ini angkatan kerja lulusan PT baru berkisar 12 persen serta 60 persen lainnya lulusan SD, SMP, bahkan tidak sekolah. Kondisi tersebut jauh dibandingkan dengan Korea Selatan yang ketika memasuki bonus demografi lulusan PT berkisar 50 persen.
Dari berbagai data, bonus demografi jadi kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jepang meningkat hampir dua kali lipat, China 9,2 persen per tahun, serta Singapura sekitar 7 persen. Kondisi Indonesia sekitar 5,4 persen, jauh dibandingkan China atau Singapura.
Setelah bonus demografi dilewati, pertumbuhan ekonomi Jepang terjun bebas di kisaran 6,9 persen, China 6,7 persen, sedangkan Singapura 2 persen. ”Tantangan bagi Indonesia untuk memetakan setelah tahun 2030 ke atas ketika bonus demografi sudah lewat, untuk meningkatkan pertumbuhan agar keluar dari middle income trap (jebakan negara berpenghasilan menengah). Di sinilah pentingnya SDM produktif dan inovasi yang jadi beban PT,” kata Nizam.
Nizam memaparkan, kondisi PT di Indonesia secara umum tertatih-tatih dalam meningkatkan kualitas dan relevansi. Jumlah PT banyak, tetapi pembiayaan rendah. Sebagai contoh di PTN, biaya operasional minimum mutu baru berkisar 20-30 persen.
Jika dibandingkan dengan Malaysia, biaya operasional minimum di PTN Indonesia tersebut baru berkisar seperempat dari biaya per mahasiswa dan investasi sepersepuluh. Sementara jika dibandingkankan dengan Singapura baru seperdelapan. Anggaran PT dalam APBN Indonesia sama dengan anggaran The Nanyang Technological University (NTU) maupun National University of Singapore (NUS) di Singapura.
Sementara itu, pendanaan swasta ke PT kecil. Data dari Bank Dunia baru 24 persen investasi swasta ke penelitian dan pengembangan (litbang) serta pemerintah masih sekitar 76 persen. Di Thailand, anggaran riset sudah sembilan kali lipat dari produk domestik bruto (PDB) dan 75 persen dari swasta, sedangkan Indonesia baru 0,01 persen dari PDB dan terbanyak pemerintah.
Dari riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), investasi industri untuk iklan 10 kali lipat. Padahal, litbang itu nyawa bagi pengembangan industri yang berdaya saing. Upaya menarik industri untuk mendukung litbang salah satunya dilakukan dengan matching fund.
”Jika sudah anggaran kecil dan tidak jelas arahnya, sayang sekali. Kita berupaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi dengan desain. Karena itu, PT bermitra kuat dengan industri, dengan model matching fund, cukup berhasil,” kata Nizam.
Tren perguruan tinggi
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Subandi Sardjoko mengatakan dalam visi 2045 pembangunan SDM dan Iptek sebagai prayarat untuk keluar dari middle income trap, manusia unggul, berkarakter dan menguasai iptek. PT menyiapkan pasokan tenaga kerja dan penciptaan inovasi teknologi dan menjadi kekuatan moral bangsa. Kini dengan kondisi dunia yang berubah, PT harus mengembangkan pembelajaran aktif dan keterampilan yang relevan.
”Jadi, PT tidak lagi hanya mentransfer iptek, tetapi wadah berjejaring untuk mengembangkan keunggulan agar dapat berdaya saing dan menginspirasi,” kata Subandi.
Namun, dari hasil diskusi kelompok terpumpun tentang RPJMN 2020-2024, ada empat isu strategis pembangunan pendidikan yang membutuhkan kebijakan strategis di jangka panjang dan menengah. Ada masalah tentang pemerataan akses ke PT berkualitas, penciptaan lulusan SDM berkualitas, peningkatan daya saing PT, serta penataan kelembagaan pengelolaan PT.
Direktur PT dan Iptek, Kementerian PPN/Bappenas Tatang Muttaqin mengatakan rancangan untuk perencanaan pembangunan PT harus berbasis bukti dan hasilnya di tahun 2023 mulai dikonsultasikan kepada publik. Pengembangan PT Indonesia perlu menyelaraskan dengan tren PT sehingga perlu pendekatan yang tidak biasa-biasa saja alias dengan terobosan/inovasi.
Sesuai hasil evaluasi paruh waktu RPJMN 2022-2024, pembangunan PT masih menghadapi tantangan. Untuk akses PT di Indonesia berkisar 31,2 persen. Namun, hal yang menggembirakan, yaitu ada perbaikan terkait pemerataan di antaranya kelompok 20 persen termiskin yang bisa kuliah mencapai 16 persen. Terkait kebekerjaan lulusan PT, tingkat pengangguran lulusan PT masih tinggi, bahkan yang bekerja di segmentasi semiterampil sekitar 42 persen dan tidak terampil 10,5 persen.
Isu daya saing PT, antara lain masih sedikit program studi terakreditasi internasional, serta kinerja publikasi dan sitasi belum optimal. Adapun terkait penguatan tata kelola dan pembiayaan PT berkualitas, saat ini kondisinya ada 22 kementerian/lembaga pengelola institusi PT dan disparitasnya cukup besar, diferensiasi misi PT belum sepenuhnya terwujud, serta program merger PT kecil dan tidak sehat belum optimal.
Rektor IPB University Arif Satria mengatakan, inovasi jadi kunci untuk daya tahan suatu bangsa. Ketika dunia menghadapi suatu krisis, akan muncul inovasi baru sehingga umat manusia bisa bertahan.
Menurut Arif, Bappenas perlu memilih PT Indonesia yang harus siap secara global. Selain itu, harus ada keterikatan kampus, lingkungan kampus, kota/kabupaten, dan provinsi. Hal ini akan menjadi ekosistem besar dan program inovasi akan meluas.
”Masa depan penuh ketidakpastian, tetapi ada cara untuk menghadapinya dengan menciptakan praktik masa depan dan inovasi-inovasi. Bappenas butuh memikirkan inovasi untuk alternatif mempercepat proses pengembangan PT,” kata Arif.