Kemensos Beri Santunan ke Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan
Pemerintah memberi santunan Rp 15 juta dan paket sembako ke ahli waris korban tragedi Kanjuruhan. Layanan psikososial juga akan diberi ke keluarga korban.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah melalui Kementerian Sosial memberi santunan kepada keluarga korban tragedi kerusuhan seusai laga Persebaya versis Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Santunan sebesar Rp 15 juta dan paket sembako diberikan ke 125 ahli waris.
“Kalau korbannya dalam satu keluarga ada dua (orang), kami juga berikan dua (santunan). Kalau ada tiga (orang), ya, kita berikan tiga. Standarnya begitu. Kita berikan ini (santunan), kemudian kita beri sembako,” kata Menteri Sosial Tri Rismaharini melalui keterangan tertulis saat berkunjung ke Malang, Senin (3/10/2022).
Kemensos juga akan mendata ahli waris yang merupakan ibu hamil, anak usia dini, anak sekolah, lansia, dan penyandang disabilitas ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Adapun DTKS merupakan basis data penerima bantuan sosial.
Selain santunan, Layanan Dukungan Psikososial juga diberi ke keluarga korban. Bantuan evakuasi korban saat kerusuhan terjadi Sabtu (1/10) juga diberikan. Evakuasi dilakukan Kemensos melalui Pelopor Perdamaian (Pordam) dan Taruna Siaga Bencana (Tagana). Menurut Risma, tragedi Kanjuruhan juga termasuk konflik sosial yang perlu diperhatikan.
Setidaknya ada 125 orang meninggal setelah laga pekan ke-11 BRI Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya, Sabtu malam. Kerusuhan terjadi setelah Arema FC kalah. Penonton kecewa karena Arema selama ini selalu menang saat bermain di kandang sendiri. Beberapa penonton pun turun ke lapangan.
Saat kondisi memanas, polisi melepaskan gas air mata. Penonton pun berusaha keluar dari stadion. Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten malang Wiyanto Wijoyo mengatakan bahwa rata-rata korban meninggal karena terinjak-injak dan sesak napas.
Adapun tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) dan Disaster Victim Identification (DVI) Polri telah mengidentifikasi para korban. Ada 450 orang korban yang terdiri dari 125 orang meninggal, 21 korban luka berat, dan 304 korban luka ringan. Dari 125 korban meninggal, 34 orang di antaranya meninggal di Stadion Kanjuruhan (Kompas.id, 3/10/2022).
“Sebagai pribadi, saya ikut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya. Mudah-mudahan bapak/ibu semua diberi kesabaran dan keikhlasan,” kata Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Adapun Muhadjir dan Mensos Risma berkunjung ke keluarga korban di Kota dan Kabupaten Malang mewakili Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Kunjungan itu juga dihadiri antara lain Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Wali Kota Malang Sutiaji, Ketua DPRD Kabupaten Malang Darmadi, dan anggota DPRD Jawa Timur Tri Untari.
Sementara itu, menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab terhadap anak-anak yang kehilangan orangtua akibat tragedi Kanjuruhan. Ia juga mendesak pemerintah untuk segera menyelidiki tragedi yang menyebabkan ratusan orang meninggal, termasuk anak-anak.
Pemerintah juga didorong memberi rehabilitasi psikis bagi para korban, terutama anak-anak yang masih dirawat di rumah sakit. “Anak-anak yang orangtuanya meninggal butuh dukungan negara. Sebab, mereka mendadak jadi yatim atau bahkan yatim piatu. Tulang punggung keluarganya ikut menjadi korban tewas di peristiwa ini,” ujar Retno.
Saat dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia Eunike Sri Tyas Suci mengatakan, bantuan ke keluarga korban bisa merujuk ke psychologocal first aid (PFA), yakni bantuan psikososial di situasi darurat yang dikembangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). PFA penting untuk memilah orang yang butuh bantuan psikologis lanjutan.
Adapun PFA dapat dilakukan dengan tiga prinsip utama. Pertama, mengecek keselamatan penyintas, orang yang memerlukan kebutuhan dasar mendesak, dan orang dengan reaksi tertekan yang serius. Kedua, menghampiri orang yang perlu bantuan, menanyakan, dan mendengarkan penyintas. Ketiga, membantu orang mengakses bantuan mendasar, memberi informasi, dan memberi dukungan sosial.
“Setiap orang punya resiliensi berbeda. Ada yang merasa ini traumatis karena mungkin baru pertama kali mengalami kejadian buruk seperti ini. Tapi, ada orang lain yang mungkin pernah mengalami kejadian seperti ini atau lebih parah, sehingga ia mampu (mengatasinya). Jadi tidak bisa dipukul rata semua keluarga pasti butuh bantuan psikososial,” kata Eunike.