Perdagangan orang hingga kini mengancam masyarakat Indonesia di sejumlah daerah. Langkah bersama mencegah perdagangan orang sangat dibutuhkan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Perdagangan orang masih menjadi masalah serius bagi bangsa Indonesia. Para korban yang disasar pelaku adalah kelompok rentan, terutama perempuan dan anak. Kemiskinan, rendahnya pendidikan, terbatasnya laporan pekerjaan, serta minimnya literasi membuat masyarakat kelompok rentan menjadi korban perdagangan korban.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sejak tahun 2019 sampai tahun 2021 terdapat 1.331 korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Di antara jumlah tersebut, sebanyak 1.291 korban atau sebesar 97 persen adalah perempuan dan anak. Adapun modus perdagangan orang saat ini semakin canggih, bahkan teknologi menjadi tren baru perdagangan orang.
”Perdagangan orang semakin dekat dengan kehidupan kita dengan modus yang semakin beragam. Penggunaan teknologi untuk menjerat korban perdagangan orang menjadi tren baru yang banyak digunakan pelaku,” ujar Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GTPP-TPPO) dengan tema ”Optimalisasi dan Penguatan Kinerja GTPP-TPPO di Tingkat Pusat dan Daerah”, Rabu (14/9/2022), di Tangerang.
Menurut Bintang, teknologi digunakan dalam kasus TPPO mulai dari proses perekrutan, melalui pemanfaatan media sosial hingga manajemen keuangan bisnis pelaku. ”Dalam kasus-kasus TPPO, perempuan dan anak merupakan kelompok paling rentan. Korban diperdagangan untuk dijadikan pekerja, dikawinkan secara paksa atau dilacurkan. Pada korban anak-anak sering kali ditawarkan dalam adopsi ilegal,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Menteri PPPA selaku Ketua Harian GTPP-TPPO akan mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan, serta mengajak perwakilan kementerian/lembaga anggota gugus tugas, seluruh pemangku kebijakan agar mengoptimalkan perannya. Koordinasi harus dilakukan secara komprehensif, tepat, dan cepat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan, koordinasi semua pihak sangatlah penting mengingat kerentanan yang dihadapi masyarakat di desa-desa karena kemiskinan, pendidikan rendah, serta minimnya literasi tentang bahaya TPPO. ”Tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus mendapat perhatian semua pihak,” ujar Mahfud, yang juga Ketua II GTPP-TPPO.
Perdagangan orang semakin dekat dengan kehidupan kita dengan modus yang semakin beragam. Penggunaan teknologi untuk menjerat korban perdagangan orang menjadi tren baru yang banyak digunakan pelaku. (I Gusti Ayu Bintang Darmawati)
Senada dengan Menteri PPPA, Mahfud menegaskan, perempuan dan anak-anak adalah korban yang paling rentan. Mereka biasanya berasal dari desa dengan pendidikan rendah dan miskin, dibawa ke kota besar, tetapi tidak mengerti lingkungan dan situasi, serta tidak memiliki pengetahuan yang cukup sehingga rentan mengalami eksploitasi.
Kesulitan mendapat pekerjaan menjadi pendorong masyarakat untuk bekerja ke luar negeri, menjadi pekerja di sektor pekerja rumah tangga, buruh pabrik dan perkebunan kelapa sawit, dan sebagainya.
Menurut Mahfud, berdasarkan data di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), per Juli 2022 ada sekitar 80.000 pengiriman PMI yang berangkat ke luar negeri. Mayoritas berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Lampung. Selain daerah tersebut, sebenarnya hampir semua provinsi rentan menjadi penyuplai TPPO.
”Karena itu diperlukan kerja sama kita semua, antarlembaga. Kerja-kerja (gugus tugas) harus menyentuh keluarga masyarakat, lembaga pendidikan mulai dari desa sampai pusat,” kata Mahfud.
Rakornas GTPP-TPPO yang akan berlangsung hingga Kamis (15/9/2022) dalam rangka memastikan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang GTPP-TPPO. Adapun Kementerian PPPA sebagai Ketua Harian GTPP-TPPO berperan mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan TPPO baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Selain Rakornas TPPO, selama dua hari, sejak Selasa (13/9/2022), Kementerian PPPA juga menggelar Rakornas PPPA dengan tema ”Konvergensi Kebijakan dan Program Perlindungan Perempuan dan Anak”. Pada penutupan rakornas, para pemangku kepentingan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang menjadi peserta rakornas menyampaikan rekomendasi dalam bentuk ”Komitmen Cisadane 2022”.