Aspirasi para tokoh adat dan pegiat budaya dari seluruh daerah akan disampaikan pada Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20. Suara mereka penting karena kebudayaan akan dijadikan dasar hidup berkelanjutan ke depan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Para tokoh adat dan pegiat budaya dilibatkan dalam rangkaian Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20 yang berlangsung di kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 12-13 September 2022. Aspirasi mereka akan diwadahi melalui Rapat Raksasa, kemudian diserahkan ke para menteri kebudayaan yang bersidang.
Pelibatan mereka dimulai dengan pertemuan 83 tokoh adat dan penghayat kepercayaan dari berbagai provinsi di Bangsal Kepatihan, Kota Yogyakarta, Minggu (11/9/2022). Kehadiran mereka bersama jajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi diterima oleh Wakil Gubernur DI Yogyakarta Paku Alam X.
Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X sebenarnya dijadwalkan hadir, tetapi batal karena alasan kesehatan. Pertemuan itu pun mestinya dilanjutkan dengan dialog kebudayaan, tetapi dialog diundur ke Rapat Raksasa yang akan berlangsung pada Senin (12/9/2022) di Taman Lumbini, kawasan Candi Borobudur, Magelang.
”Aspirasi para pemangku bidang kebudayaan akan disuarakan di rapat ini, lalu dikonsolidasikan menjadi pernyataan, kemudian diberi ke menteri-menteri (kebudayaan G20) yang bersidang,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid.
Aspirasi mereka penting karena kebudayaan akan dijadikan basis pembangunan di masa depan. Gagasan ini diajukan Indonesia saat menjadi tuan rumah G20 tahun 2022. Negara-negara anggota G20 telah menyepakati gagasan ini.
Komitmen negara G20 akan dibahas lebih lanjut di pertemuan tingkat menteri kebudayaan. Pertemuan ini juga bakal membahas Dana Pemulihan Global di Bidang Seni dan Budaya. Isu ini akan dibahas kembali di presidensi G20 selanjutnya di India dan diharapkan bisa segera diimplementasikan.
”Kemarin, saya ke India dan bertemu menteri kebudayaan (India). Menurut dia, bukan hanya kementerian kebudayaan India yang punya perhatian terhadap kebudayaan, tetapi juga perdana menteri. Kemungkinan, kebudayaan akan jadi perspektif penting di G20 selanjutnya,” ujar Hilmar.
Kerusakan lingkungan
Hilmar menambahkan, dunia saat ini menghadapi degradasi lingkungan hidup dan perubahan iklim. Pandemi Covid-19 pun merupakan buntut dari kerusakan lingkungan. Dampak perubahan iklim pun telah dirasakan masyarakat, seperti pergeseran musim hingga bencana hidrometeorologi yang kian sering. Penduduk Bumi di masa depan pun menghadapi ancaman penurunan kualitas hidup karena buruknya kualitas udara dan air bersih.
Kenaikan suhu Bumi juga dikhawatirkan menimbulkan penyakit baru. Sebelumnya, para ilmuwan menemukan virus-virus purba yang terperangkap di gletser es selama 15.000 tahun di dataran tinggi Tibet. Virus dapat terlepas ke lingkungan jika es mencair (Kompas.id, 25/1/2020).
Bumi mengalami banyak masalah mungkin karena kearifan yang membimbing masyarakat selama puluhan hingga ratusan tahun mulai pudar. Untuk pulih setelah pandemi, kita perlu dipandu kearifan.
Di sisi lain, masyarakat memiliki kearifan lokal yang mengajarkan cara hidup selaras dengan alam. Kearifan ini diwariskan melalui beragam bentuk kebudayaan, seperti ritual, pengetahuan, tarian, dan cerita rakyat. Kebudayaan pun diangkat kembali sebagai referensi hidup berkelanjutan ke depan.
”Bumi mengalami banyak masalah mungkin karena kearifan yang membimbing masyarakat selama puluhan hingga ratusan tahun mulai pudar. Untuk pulih setelah pandemi, kita perlu dipandu kearifan,” kata Hilmar.
Adapun kearifan itu akan ditunjukkan masyarakat adat dan pegiat budaya di forum G20, yakni pada Kirab Budaya pada Senin (12/9/2022) dan Ruwatan Bumi pada Selasa (13/9/2022). Kirab Budaya melibatkan sekitar 2.000 penduduk desa sekitar Borobudur.
Sementara itu, Ruwatan Bumi dilakukan masyarakat adat dari berbagai daerah selama lebih kurang 1,5 jam setelah Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20. Ruwatan ini dipimpin empat pemimpin adat dari suku Karo, Mentawai, Dayak Iban, dan Mulu. Ruwatan akan diisi dengan doa dan cuplikan ritual masyarakat adat.
”Dalam tradisi Jawa, ruwatan merupakan bagian utama dalam proses selamatan. Selain untuk memohon lindungan-Nya agar segala sesuatu yang akan dilaksanakan tercapai dengan selamat, (ruwatan) juga memuat ajaran perencanaan,” kata Paku Alam X, mewakili Sultan Hamengku Buwono X.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden Widiarsi Agustina mengatakan, pemulihan dunia setelah pandemi Covid-19 mesti dilakukan secara utuh. Peradaban pun mesti dibangun kembali. Kebudayaan dinilai tepat untuk membangun peradaban yang berkelanjutan.