Kebudayaan Dipromosikan sebagai Referensi Hidup Berkelanjutan di G20
Kebudayaan mengandung pengetahuan tentang hidup berkelanjutan. Kebudayaan diusulkan menjadi salah satu elemen pemulihan global pascapandemi Covid-19 di forum G20.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertemuan perdana negara-negara anggota G20 di bidang kebudayaan dimulai hari ini, Jumat (22/4/2022). Pertemuan tersebut akan membahas pemanfaatan budaya untuk membangun hidup berkelanjutan secara global.
Pertemuan yang disebut Senior Officials Meeting (SOM) G20 ini dilaksanakan secara daring. SOM G20 akan dihadiri, antara lain, oleh delegasi dari 19 negara G20, 11 negara undangan, dan organisasi internasional seperti Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Ini adalah pertemuan perdana sebelum Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20 dilaksanakan pada 12-13 September 2022 di Candi Borobudur.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, gaya hidup manusia masa kini rentan terhadap gejolak. Ini tampak dari disrupsi tatanan hidup masyarakat akibat pandemi Covid-19.
”Kini ada banyak pemikiran tentang bagaimana mengembangkan cara dan gaya hidup baru yang lebih tahan, lebih resilien terhadap gejolak. Kami melihat bahwa kebudayaan berperan penting. Kita dapat menggunakan sumber daya kebudayaan, pengetahuan dan kearifan lokal, serta ekspresi budaya yang beragam untuk itu (hidup berkelanjutan),” kata Hilmar secara daring.
Selain rentan gejolak, gaya hidup masyarakat masa kini pun eksploitatif sehingga berdampak buruk ke lingkungan. Tren mode cepat atau fast fashion, misalnya, sejalan dengan peningkatan produksi pakaian jadi.
Buku Fashionopolis: The Price of Fast Fashion and the Future of Clothes (2019) mencatat produksi garmen naik dua kali lipat di periode 2000-2014. Jumlah pakaian yang diproduksi per tahun rata-rata 100 miliar pakaian.
Di sisi lain, berton-ton pakaian tak terjual dari industri mode cepat dibuang. Gurun Atacama di Chile menjadi salah satu tempat pembuangan sampah pakaian tersebut.
Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang (UNCTAD) sebelumnya menyatakan, industri mode merupakan industri paling berpolusi di dunia setelah perminyakan. Industri ini menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 1,2 miliar ton per tahun.
Hilmar mengatakan, dampak gaya hidup masyarakat mesti ditelaah lebih lanjut, kemudian dievaluasi. Hasil evaluasi akan dijadikan dasar menyusun kesepakatan atau kebijakan yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
”Pertemuan akan mengeksplorasi kemungkinan normal baru, yaitu transisi menuju kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada keadilan sosial-ekologis berdasarkan keragaman sumber daya budaya,” tuturnya.
Kami melihat bahwa kebudayaan berperan penting. Kita dapat menggunakan sumber daya kebudayaan, pengetahuan dan kearifan lokal, serta ekspresi budaya yang beragam untuk itu (hidup berkelanjutan).
Pada Pekan Kebudayaan Nasional, November 2021, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa kearifan lokal masa lalu dapat jadi rujukan menyelesaikan tantangan masa kini. ”Kebudayaan kita tumbuh dari berbagai kesulitan nenek moyang. Kebudayaan kita merupakan cara hidup yang tumbuh dalam peradaban kita. Kebudayaan kita dikembangkan dari interaksi nenek moyang kita dengan sesama dan interaksi dengan alam,” ucap Presiden.
SOM G20 juga akan membahas pemulihan sektor kebudayaan. Ini karena sektor kebudayaan turut terdampak pandemi. Sejumlah kegiatan kebudayaan terpaksa dihentikan sementara atau dibatalkan sehingga para pekerja seni dan budaya pun kehilangan pekerjaan. Selain itu, sejumlah museum dan galeri ada yang terpaksa tutup permanen akibat pandemi.
Di Indonesia, pegiat seni budaya dapat mengakses dana abadi kebudayaan atau Dana Indonesiana yang untuk mendukung kegiatan mereka. Dana yang dialokasikan pemerintah Rp 5 triliun. Dukungan finansial serupa dapat disusun untuk pegiat budaya global.
”Ada gagasan membahas kemungkinan dukungan finansial buat pelaku budaya tingkat global. Ada inisiatif serupa di negara-negara lain saat pandemi yang disebut recovery fund. Kita akan bahas apa dukungan ini bisa dibawa ke tingkat internasional sehingga negara yang belum memiliki sistem ini bisa terbantu,” kata Hilmar.
Total ada lima isu yang akan dibahas di SOM G20 perdana. Pertama, peran budaya untuk kehidupan berkelanjutan. kedua, dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial dari kebijakan berbasis budaya. Ketiga, pengelolaan bersama terhadap sumber daya budaya di tingkat lokal. Keempat, akses dan peluang ekonomi budaya. Terakhir, mekanisme pendanaan pemulihan seni dan budaya.