Alat Deteksi Cepat Infeksi Dengue
Demam berdarah dengue masih menjadi persoalan kesehatan masyarakat di Indonesia. Banyak infeksi yang terlambat terdeteksi berujung pada kondisi fatal. Untuk itu, alat deteksi cepat infeksi dengue sangat diperlukan.
Demam dengue telah teridentifikasi di Indonesia lebih dari setengah abad. Meski begitu, penyakit infeksi yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti tersebut belum juga teratasi.
Sejak demam dengue ditemukan pada 1968, kasus penularannya secara fluktuatif cenderung meningkat. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, pada tahun 2008 angka kesakitan atau incidence rate (IR) sebesar 59,02 per 100.000 penduduk. Pada 2011 menurun menjadi 27,67 kasus per 100.000 penduduk.
Namun, angka tersebut meningkat menjadi 78,85 pada tahun 2016. Pada 2017 dilaporkan angka kesakitan sebesar 26,12 per 100.000 penduduk dan sampai minggu ke-34 pada 2022 tercatat sebesar 30,14 per 100.000 penduduk.
Kementerian Kesehatan mencatat kasus infeksi dengue pada 2022 sampai minggu ke-34 secara kumulatif sebanyak 82.824 kasus dengan 771 kematian. Kasus tersebut dilaporkan dari 462 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Kematian akibat demam berdarah dengue (DBD) seharusnya bisa dicegah apabila ditangani dengan cepat dan tepat. Sayangnya, deteksi sering terlambat sehingga kondisi pasien memburuk. Gejala awal pada pasien dengue tidak khas. Pada fase awal yang terjadi pada 1-3 hari penularan, pasien akan mengalami gejala seperti demam tinggi, sakit kepala, nyeri sendi, dan nyeri pada belakang bola mata.
Setelah itu, fase kedua terjadi pada 4-6 hari penularan. Pada fase ini, suhu tubuh akan menurun. Pada fase ini justru memasuki fase kritis yang harus diwaspadai. Perburukan akibat infeksi dengue terjadi ditandai dengan kebocoran pembuluh darah. Kadar hematokrit akan naik. Biasanya, kadar trombosit dan tekanan darah pasien menjadi rendah.
Staf Divisi Penyakit Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Leonard Nainggolan, di Jakarta, Selasa (6/9/2022), mengatakan, pada fase kritis pasien dengue harus mendapatkan penanganan yang baik.
”Kalau dibiarkan begitu saja dan tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik bisa mengakibatkan kondisi shock atau bleeding (perdarahan). Jika berlangsung lebih lanjut, kondisi itu bisa menimbulkan kematian,” tuturnya.
Baca juga: DBD Masih Menjadi ”Ancaman” Bersama
Oleh sebab itu, tatalaksana infeksi dengue perlu dilakukan sedini mungkin. Alat diagnostik cepat infeksi dengue pun menjadi penting. Dengan jumlah penduduk yang besar serta wilayah negara yang luas, alat deteksi cepat dengue harus mudah digunakan, cepat, murah dan sensitif.
Kalau dibiarkan begitu saja dan tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik bisa mengakibatkan kondisi shock atau bleeding. Jika berlangsung lebih lanjut bisa menimbulkan kematian. (Leonard Nainggolan)
Selama ini sudah ada alat deteksi cepat infeksi dengue yang digunakan di masyarakat. Namun, alat itu masih harus diimpor dari luar negeri. Keberlanjutannya pun tidak bisa dipastikan.
Melalui kerjasama antara FKUI dan PT Konimex, hal itu kini tidak perlu diresahkan lagi. Pada 6 September 2022, secara resmi kit deteksi dini dan cepat demam berdarah dengue buatan dalam negeri telah diluncurkan. Kit deteksi tersebut sudah dipasarkan dengan nama KODC Dengue.
Ketua peneliti kit deteksi tersebut yang juga Staf Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI Beti Ernawati Dewi menuturkan, kit deteksi DBD yang dikembangkan timnya memiliki beberapa keunggulan. Kit tersebut mampu mendeteksi infeksi dengue pada awal infeksi terjadi. Selain itu, deteksinya terbilang cepat hanya 15 menit untuk menentukan ada tidaknya infeksi dengue.
Kit ini juga dapat disimpan di suhu kamar sehingga tidak memerlukan cool chain dalam pengiriman dan penyimpanan. Harganya pun lebih murah karena diproduksi dalam negeri. Saat ini, produk KODC Dengue dijual dengan harga neto apotek (HNA) sebesar Rp 300.000 per boks dengan setiap boks berisi 10 kit deteksi.
Lebih sensitif
Beti menuturkan, kit deteksi cepat dengue yang dikembangkanya memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Dari hasil pengujian, kit ini memiliki tingkat sensitivitas hingga 100 persen, baik untuk pemeriksaan dari serum darah maupun darah utuh (whole blood).
Kit ini pun diklaim memiliki tingkat sensitivitas yang lebih unggul dibanding produk lain karena kit KODC Dengue dikembangkan menggunakan strain atau galur virus dengue yang beredar di Indonesia. ”Dengan menggunakan strain yang ada di Indonesia tentu hasilnya akan lebih sensitif,” katanya.
Baca juga: Dikembangkan Deteksi Demam Berdarah Portabel dengan Telepon Pintar
Secara teknis, kit ini dibuat dengan teknik imunokromatografi dengan menggunakan NS1 sebagai biomarker. Antigen NS1 berperan besar dalam mendiagnosis infeksi dengue karena antigen tersebut disekresikan atau dikeluarkan dalam konsentrasi yang besar dalam plasma atau serum darah dari pasien dengue. Antigen NS1 muncul lebih awal pada infeksi dengue sehingga lebih efektif digunakan dalam deteksi dini.
Penggunaan kit KODC Dengue relatif mudah. Caranya cukup dengan meneteskan spesimen berupa plasma atau serum darah pada bagian pad yang tersedia. Prinsip kerja alat ini hampir sama dengan alat deteksi cepat Covid-19. Bentuk alatnya pun sama berbentuk strip dalam kaset. Jika hasilnya positif terinfeksi dengue akan muncul dua garis, sedangkan jika negatif hanya akan muncul satu garis.
Dengan tingkat sensitivitas yang tinggi, alat ini bisa digunakan sebagai rujukan diagnosis infeksi dengue. Untuk itu, jika pada saat deteksi menunjukkan hasil positif tidak perlu diperiksa lagi dengan pemeriksaan standar PCR. Tata laksana bisa langsung dilakukan agar pasien bisa cepat ditangani.
Adapun tim peneliti yang terlibat dalam pengembangan KODC Dengue berasal dari Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM/Infectious Disease and Immunology Cluster IMERI FKUI, Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM, dan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.
Kolaborasi
Beti mengatakan, pengembangan kit deteksi DBD membutuhkan waktu yang panjang. Penelitian ini sudah dilakukan sejak 2008 dengan dukungan hibah Riset Pembinaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran.
Penelitian pun terus berlanjut hingga tahap produksi pada 2017 melalui hibah inovasi perguruan tinggi. Mulai saat itu, proses pengembangan sudah dilakukan bersama dengan PT Konimex sebagai mitra industri.
Direktur Utama PT Konimex Rachmadi Joesoef mengatakan, pengembangan pun terus dilakukan. Berbagai pengkajian dan perencanaan berlanjut hingga produksi bisa dilakukan. KODC Dengue telah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan nomor AKD 30305121721. Pada September 2022, produk ini pun direncanakan sudah bisa masuk dalam e-katalog.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menuturkan, kit deteksi dini dengue ini merupakan contoh baik pengembangan industri alat kesehatan di Indonesia. Kit deteksi dengue ini dapat menjadi bukti bahwa riset di Indonesia tidak hanya berakhir pada publikasi jurnal, melainkan bisa hingga tahap hilirisasi dan komersialisasi.
Baca juga: Jembatan Riset Mutlak untuk Hilirisasi
Lewat kit deteksi yang dihasilkan ini pula terlihat keberhasilan dari kolaborasi yang kuat antara peneliti di perguruan tinggi, klinisi di rumah sakit, industri, dan pemerintah. ”Dan yang paling penting, produk ini bisa diproduksi di dalam negeri,” katanya.
Dekan FKUI Ari Fahrial Syam pun berharap agar hasil inovasi KODC Dengue bisa turut memacu para peneliti lain sekaligus industri dalam negeri untuk terus berkolaborasi dan berinovasi dalam mengembangkan alat kesehatan dalam negeri. Dengan demikian, kemandirian bangsa di bidang industri alat kesehatan pun bisa terwujud.