Adanya fasilitas pendukung yang dapat mempertemukan peneliti di perguruan tinggi dengan industri amat penting dalam proses hilirisasi riset. Komitmen yang kuat pun diperlukan, baik dari peneliti maupun industri.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendala hilirisasi riset masih dihadapi sebagian besar peneliti di perguruan tinggi. Kesulitan dalam koordinasi dengan pihak industri menjadi penyebab utamanya. Untuk itu, adanya pihak yang dapat menjembatani antara peneliti di perguruan tinggi dan industri mutlak dibutuhkan.
Staf Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang juga Ketua Peneliti Alat Diagnostik Dini dan Cepat Demam Berdarah Dengue Beti Ernawati Dewi mengatakan, sebagian besar riset terapan yang berhenti tidak sampai pada hilirisasi disebabkan kurangnya sinergi dan kolaborasi dengan pihak swasta. Banyak peneliti masih bingung untuk bekerja sama dengan pihak swasta.
”Kunci utama agar penelitian dari periset di perguruan tinggi bisa sampai tahap hilirisasi adalah harus ada fasilitas yang bisa menjembatani riset di perguruan tinggi dengan industri. Pada awal penelitian biasanya peneliti belum paham bagaimana harus berhubungan dengan industri,” katanya sesuai acara peluncuran alat deteksi cepat dengue KODC Dengue di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Alat deteksi dengue KODC Dengue merupakan hasil riset yang dikembangkan oleh Beti Ernawati bersama dengan tim di FKUI dan PT Konimex. Alat ini digunakan sebagai alat diagnostik dini dan cepat infeksi dengue yang dapat memberikan hasil dalam waktu 15 menit. Alat deteksi ini pun kini sudah dipasarkan secara luas.
Beti menuturkan, pemerintah memiliki peran besar untuk menyediakan fasilitas yang dapat menghubungkan riset di perguruan tinggi dengan industri. Melalui hibah dari pemerintah, para peneliti bisa mendapatkan dukungan dan arahan dalam proses pengembangan riset. Target yang diberikan pun dapat diarahkan dalam bentuk produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Kunci utama agar penelitian dari periset di perguruan tinggi bisa sampai tahap hilirisasi adalah harus ada fasilitas yang bisa menjembatani riset di perguruan tinggi dengan industri. (Beti Ernawati Dewi)
”Para peneliti juga harus punya komitmen dalam proses pengembangan risetnya. Sebab, waktu yang diperlukan dalam proses riset sampai hilirisasi tidak singkat. Butuh ketekunan dan komitmen yang tinggi,” katanya.
Dekan FKUI Ari Fahrial Syam menyampaikan, perguruan tinggi juga dapat berperan sebagai perantara untuk mendukung hilirisasi riset dari para peneliti. Apabila sejak awal perguruan tinggi memiliki komitmen untuk mendorong hilirisasi riset, para peneliti pun dapat lebih termotivasi. Selain itu, perguruan tinggi juga harus memiliki hubungan yang baik dengan industri.
Menurut dia, keterlibatan industri sebaiknya sudah dimulai sejak awal penelitian. Dengan begitu, produk yang dikembangkan memang sesuai dengan kondisi industri dan kebutuhan pasar.
”Kerja sama triple helix antara peneliti di perguruan tinggi, industri, dan pemerintah mutlak dalam pengembangan produk dalam negeri. Berbagai keuntungan justru bisa didapatkan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi karena fasilitas dan sumber daya sudah dimiliki,” kata Ari.
Direktur Utama Konimex Indonesia Rachmadi Joesoef menuturkan, para peneliti di Indonesia memiliki kualitas dan kompetensi yang unggul untuk bisa menghasilkan produk yang berkualitas dan bermutu. Namun, potensi ini dinilai belum banyak tergali.
Oleh sebab itu, kerja sama penelitian antara akademisi di perguruan tinggi dan swasta yang juga didukung oleh pemerintah perlu lebih banyak dilakukan. Industri pun harus memiliki komitmen yang kuat dalam proses hilirisasi riset, mulai dari pengembangan sampai produksi.
”Untuk pengembangan produk (KODC Dengue) ini sebenarnya sudah dilakukan sejak 2012. Jadi prosesnya begitu lama. Jika tidak ada komitmen jangka panjang serta target yang dipegang teguh oleh industri, proses ini akan putus di tengah jalan. Karena itu, swasta juga harus punya komitmen yang kuat,” tutur Rachmadi.