Kerja sama pemerintah dan swasta menghasilkan modul pencegahan tengkes atau ”stunting” untuk masyarakat. Modul ini telah diterapkan di sejumlah desa dan menunjukkan dampak positif.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah modul penanganan tengkes atau stunting mulai diterapkan di sejumlah daerah, salah satunya Jawa Barat. Modul itu mencakup edukasi perilaku pencegah tengkeske ibu hamil, remaja putri, ayah, dan kader desa.
Modul tersebut merupakan hasil kerja sama Kementerian Sosial dengan Tanoto Foundation yang berlangsung selama dua tahun terakhir. Kerja sama dilakukan melalui Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) Kementerian Sosial serta Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung. Kedua lembaga ini yang mengembangkan modul penanganan tengkes.
Direktur Poltekesos Bandung Marjuki mengatakan, institusinya telah mengkaji perilaku berisiko tengkes. Hasilnya disusun dalam modul untuk kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
”Kami telah mengkaji perilaku berisiko terhadap stunting, menyusun modul untuk kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, (membuat) model pengubahan perilaku pencegahan stunting bagi kader di masyarakat, serta pedoman pengabdian masyarakat untuk pencegahan stunting,” kata Marjuki pada keterangan tertulis yang diterima Kamis (8/9/2022).
Model yang dikembangkan Poltekesos Bandung adalah Aksi Pengubahan Perilaku Cegah Stunting atau Aksi Hanting. Model ini telah diterapkan di delapan desa di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Masyarakat diajak untuk mengidentifikasi perilaku berisiko tengkes pada Aksi Hanting.
Salah satu simpul tengkes adalah kurang gizi kronis yang dialami dalam jangka waktu panjang. Masalah ini bisa ditekan jika ada perubahan perilaku sejak remaja, misalnya mengubah pola makan ke konsumsi makanan sehat. Perubahan lain mencakup pola aktivitas atau kebiasaan bergerak, pola tidur, dan manajemen stres (Kompas.id, 1/10/2021).
Adapun Aksi Hanting menyasar ibu hamil, ibu menyusui, pengasuh, kader posyandu, remaja, perempuan berusia subur, remaja, dan pihak lain yang berhubungan dengan pengasuhan anak di 1.000 hari pertama kehidupan. Ada 64 kader masyarakat dan 160 duta tengkes yang telah dilatih. Kegiatan ini juga mencakup edukasi pencegahan tengkes ke ayah dan tokoh masyarakat.
Menurut kader Desa Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Irma Rachmawati, sebagian masyarakat mulanya enggan memeriksakan kehamilan karena terpengaruh mitos. Setelah dirangkul dengan teknik pendekatan dari Aksi Hanting, masyarakat pun mau ke posyandu. ”Kami juga berhasil mendata ibu hamil yang kurang gizi,” ucapnya.
Sementara itu, Pusdiklatbangprof membuat modul pelatihan penanganan pencegahan stunting (P3S) yang menjadi bahan ajar oleh seluruh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Kemensos. Modul ini digunakan untuk melatih ribuan pendamping program keluarga harapan (PKH)
Kerja sama Tanoto Foundation dengan Pusdiklatbangprof menghasilkan modul pelatihan penanganan pencegahan stunting (P3S). Modul ini menjadi bahan ajar yang digunakan oleh seluruh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Kemensos yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Kepala Pusdiklatbangprof Afrizon Tanjung menuturkan, modul digunakan untuk melatih ribuan pendamping PKH.
”Pada 2021, sebanyak 14.621 pendamping PKH telah menerima pelatihan dan pada 2022 lebih dari 7.000 pendamping telah dilatih tentang pencegahan stunting,” kata Afrizon.
Menurut Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat, kerja sama dengan sejumlah pihak untuk penanganan tengkes penting, termasuk dengan pihak swasta. Selain penanganan, pencegahan pun penting karena anak yang mengalami tengkes sulit dipulihkan. Padahal, tengkes berpengaruh ke pertumbuhan dan perkembangan anak, bahkan ke kehidupan saat dewasa.
”Ke depan kita bisa bekerja sama secara lebih intens dan lebih konstruktif. Manfaatnya tentu diharapkan lebih besar. Kerja sama ini termasuk juga pendalaman tentang perilaku berisiko terhadap stunting dan model perubahan perilaku yang betul-betul efektif dalam pencegahannya,” katanya.
Head of Early Childhood Education and Development (ECED) Tanoto Foundation Eddy Henry menambahkan, stunting bukan hanya masalah kesehatan dan gizi, tetapi juga pola asuh dan perilaku masyarakat. Pendekatan sosial pun penting dilakukan.