Remaja Bisa Mencegah Tengkes dengan Mengubah Pola Konsumsi
Remaja dapat mencegah terjadinya tengkes mengubah pola konsumsi dan mengetahui pola pengasuhan, pelayanan kesehatan dasar, dan kesehatan lingkungan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencegahan dan penanganan tengkes atau stunting membutuhkan peran semua orang dari berbagai macam usia, termasuk remaja. Remaja dapat mencegah terjadinya tengkes dengan mengubah pola konsumsi dan mengetahui pola pengasuhan, pelayanan kesehatan dasar, dan kesehatan lingkungan.
Ahli gizi sekaligus Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA) Rita Ramayulis mengemukakan, tengkes atau gagal tumbuh kembang karena kurang gizi kronis merupakan masalah kesehatan yang terjadi bukan karena keturunan, melainkan siklus atau keadaan sejak bayi hingga dewasa. Oleh karena itu, masalah tengkes harus diketahui semua orang dari berbagai usia, termasuk remaja.
”Remaja harus mempunyai peran besar terhadap perubahan yang dia lakukan untuk dirinya. Jadi remaja jangan mengharapkan orang lain memperbaiki kondisinya karena merekalah generasi penerus,” ujarnya dalam peluncuran buku Cegah Stunting Sebelum Genting: Peran Remaja Dalam Pencegahan Stunting, di Jakarta, Jumat (1/10/2021).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, kondisi remaja cukup mengkhawatirkan karena masih terdapat masalah gizi yang belum teratasi. Data menunjukkan 32 persen remaja mengalami anemia serta 25,7 persen remaja berusia 13-15 tahun memiliki status gizi pendek dan sangat pendek.
Remaja harus mempunyai peran besar terhadap perubahan yang dia lakukan untuk dirinya. Jadi remaja jangan mengharapkan orang lain memperbaiki kondisinya karena merekalah generasi penerus.
”Kondisi ini tidak bisa hanya menyalahkan salah satu pihak. Bisa jadi perilaku remaja yang perlu diperbaiki atau orang-orang sekitar yang belum maksimal memberikan akses kesehatan. Tetapi, masalah ini artinya harus melibatkan remaja itu sendiri,” katanya.
Menurut Rita, saat ini remaja menghadapi situasi yang berkontribusi menimbulkan permasalahan gizi atau kesehatan. Remaja kerap melupakan kesehatannya karena berada di era dengan kemajuan makanan dan minuman kekinian tetapi tidak memiliki gizi seimbang. Jika remaja tidak diajarkan memodifikasi asupannya, pada akhirnya mereka akan mengonsumsi makanan yang tersedia di lingkungan.
Selain itu, remaja sekarang juga hidup pada situasi kemajuan teknologi yang membuat mereka menurunkan kebiasaan beraktivitas fisik atau bergerak. Bahkan, kemajuan teknologi ini membuat remaja kerap mencari informasi atau berada di ruang digital hingga larut malam.
Rita menyatakan, masalah gizi yang terjadi pada remaja berawal dari perilaku atau gaya hidup mereka. Perilaku ini bukan sesuatu yang stagnan sehingga setiap remaja masih bisa mengubahnya. Perilaku yang perlu diubah ini antara lain pola makan, pola aktivitas atau kebiasaan bergerak, pola tidur, dan manajemen stres.
”Dengan mengubah gaya hidupnya, remaja bisa berkontribusi besar memutus rantai stunting. Jika remaja berada dalam status gizi yang baik, nantinya saat menjadi seorang ibu, mereka tidak akan mengalami malanutrisi. Zat gizi dalam tubuh mereka juga sudah siap disalurkan kepada janin,” ucapnya.
Tengkes baru bisa didiagnosis pada bayi berusia dua tahun saat dia mengalami gagal tumbuh. Pada usia dua tahun ini terdapat 70 persen otak yang sedang berkembang. Namun, potensi tengkes bisa dilihat pada perjalanan 1.000 hari pertama kehidupan.
Tanoto Scholars UGM 2020 dan salah satu penulis buku Cegah Stunting Sebelum Genting, Hendriasari Oktaviana, memaparkan, pola konsumsi menjadi salah satu faktor yang bisa diperbaiki oleh remaja untuk mencegah tengkes. Pola konsumsi ini perlu diubah mengingat sejumlah remaja memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan tidak bergizi.
”Jumlah remaja yang mengalami anemia tergolong besar dan ini memicu saya untuk menulis perubahan pola konsumsi pada remaja. Perubahan ini juga tidak terlalu membutuhkan langkah besar. Remaja hanya perlu memperbanyak makanan bergizi seperti sayur dan buah setiap hari,” katanya.
Terkait hal itu, perkembangan teknologi, khususnya media sosial, dapat menjadi wadah untuk menyebarkan kampanye pencegahan tengkes pada remaja. Melalui edukasi yang disampaikan secara terus-menerus, ia yakin ke depan akan banyak remaja yang lebih peduli terhadap isu tengkes dan mulai menjalankan program-program untuk mencegahnya.