Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri Diperbarui, Jalur Mandiri Tetap Ada
Kemendikbudristek mentransformasi seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Selain untuk mengintegrasikan pendidikan menengah dan tinggi, hal ini juga memastikan seleksi masuk inklusif bagi semua golongan sosial ekonomi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seleksi masuk perguruan tinggi negeri diperbarui guna memastikan keselarasan pendidikan menengah dengan seleksi calon mahasiswa baru dan inklusif bagi semua peserta. Jalur mandiri atau seleksi mandiri yang akhir-akhir ini menjadi sorotan pascapenangkapan Rektor Universitas Lampung atas dugaan korupsi, tetap dapat digelar oleh kampus negeri.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di acara peluncuran Merdeka Belajar Episode Ke-22: Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) secara daring, Rabu (7/9/2022), mengatakan transformasi untuk ketiga seleksi masuk PTN, yakniseleksi berdasarkan prestasi (selama ini dikenal SNMPTN), seleksi berdasarkan tes (SBMPTN), dan seleksi mandiri memprioritaskan kebutuhan peserta didik dan menjunjung tinggi asas keadilan. Semua anak diharapkan percaya diri untuk mencoba ikut seleksi di PTN tanpa hambatan mental masalah kemampuan belajar maupun kondisi sosial ekonomi.
”Kami ingin menghilangkan rintangan-rintangan dalam seleksi PTN yang inklusif," tutur Nadiem.
Selain itu, ia menambahkan, hal ini memberdayakan sekolah agar menjalankan pembelajaran yang bermakna dan mendalam. Transformasi seleksi PTN ini untuk menyederhanakan proses seleksi yang mendukung sekolah di bawahnya hingga menengah lebih membangun kemampuan bernalar dan berpikir siswa, bukan hafalan banyaknya materi tiap mata pelajaran.
Seleksi mandiri oleh PTN harus berdasarkan seleksi akademis dan dilarang dikaitkan dengan tujuan komersial.
Perubahan dalam seleksi PTN sejalan dengan berbagai kebijakan Kemendikbudristek yang melakukan berbagai transformasi Merdeka Belajar di semua jenjang, baik pendidikan dasar dan menengah, hingga pendidikan tinggi guna mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul yang berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Guna menyelaraskan capaian perubahan tersebut, Kemendikbudristek menyusun arah baru transformasi dalam pendidikan tinggi salah dengan meluncurkan transformasi seleksi masuk PTN.
Nadiem memaparkan, arah baru transformasi seleksi masuk PTN dengan mengimplementasikan lima prinsip perubahan. Kelimanya yaitu mendorong pembelajaran yang menyeluruh, lebih berfokus pada kemampuan penalaran, lebih inklusif dan mengakomodasi keragaman peserta didik, lebih transparan, serta lebih terintegrasi dengan tidak hanya mencakup program sarjana, tetapi juga diploma 2 dan diploma 4/sarjana terapan.
Transformasi pada seleksi nasional berdasarkan prestasi akan berfokus pada pemberian penghargaan tinggi atas kesuksesan pembelajaran yang menyeluruh di pendidikan menengah. Hal ini dilakukan melalui pemberian bobot minimal 50 persen untuk nilai rata-rata rapor seluruh mata pelajaran.
Dengan pemberian bobot yang tinggi ini, peserta didik diharapkan terdorong untuk berprestasi di seluruh mata pelajaran secara holistik. Adapun untuk pembobotan sisanya diserahkan pada setiap program studi atau PTN, maksimal 50 persen, diambil dari komponen penggali minat dan bakat. Hal ini bertujuan agar peserta didik terdorong untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya secara lebih mendalam.
Pada seleksi berdasarkan prestasi selama ini, calon mahasiswa dipisahkan berdasarkan jurusan di pendidikan menengah. Padahal, untuk sukses di masa depan peserta didik perlu memiliki kompetensi yang holistik dan lintas disipliner. ”Contohnya, seorang pengacara harus punya ilmu dasar tentang hukum, tetapi juga harus memiliki ilmu komunikasi yang jadi pembeda,” ujar Nadiem.
Adapun transformasi lewat seleksi berdasarkan tes (SBMPTN) akan berfokus pada pengukuran kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Sebelumnya, ujian tulis berbasis komputer (UTBK) dilakukan dengan menggunakan banyak materi dari banyak mata pelajaran. Akibatnya, pembelajaran di SMA/SMK/MA sederajat lebih berat pada sejumlah mata pelajaran tertentu dengan mengutamakan hafalan materi. Akibatnya, kebutuhan untuk mengikuti bimbingan belajar untuk lulus tes juga meningkat dan menuntut biaya tinggi.
”Banyak lulusan pendidikan menengah di daerah kecil maupun yang dari kelompok sosial ekonomi rendah sudah kalah mental duluan. Mereka merasa sudah kalah bersiang dengan anak-anak yang mampu ikut bimbingan belajar tes masuk PTN,” kata Nadiem.
Nantinya, kata Nadiem, seleksi tes PTN tidak ada lagi tes mata pelajaran, tetapi hanya tes skolastik yang mengukur empat hal, yaitu potensi kognitif, penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia, dan literasi dalam bahasa Inggris. Soal pada seleksi ini akan menitikberatkan kemampuan penalaran peserta didik, bukan hafalan.
Dengan demikian, lanjut Nadiem, skema seleksi menjadi lebih adil dan setiap peserta didik memiliki kesempatan untuk sukses pada seleksi nasional berdasarkan tes. ”Kerja sama antara peserta didik dan guru melalui pengasahan daya nalar akan meningkatkan kesuksesan peserta didik pada jalur seleksi berdasarkan tes,” ujar Nadiem.
Seleksi mandiri
Transformasi juga dilakukan untuk seleksi lewat seleksi mandiri yang menjadi kewenangan tiap PTN. Pada seleksi yang dikenal dengan jalur mandiri ini, pemerintah mengatur agar seleksi diselenggarakan secara lebih transparan dengan mewajibkan PTN untuk melakukan beberapa hal sebelum dan setelah pelaksanaan seleksi mandiri.
Sebelum pelaksanaan seleksi mandiri, PTN wajib mengumumkan, antara lain jumlah calon mahasiswa yang akan diterima masing-masing program studi/fakultas; metode penilaian calon mahasiswa yang terdiri atas tes secara mandiri, kerja sama tes melalui konsorsium perguruan tinggi, memanfaatkan nilai dari hasil seleksi nasional berdasarkan tes, dan/atau metode penilaian calon mahasiswa lainnya yang diperlukan; serta besaran biaya atau metode penentuan besaran biaya yang dibebankan bagi calon mahasiswa yang lulus seleksi.
Setelah pelaksanaan seleksi, PTN diwajibkan mengumumkan, antara lain jumlah peserta seleksi yang lulus seleksi dan sisa kuota yang belum terisi dan tata cara penyanggahan hasil seleksi. Adapun masa sanggah selama lima hari kerja setelah pengumuman hasil seleksi.
Nadiem juga mengajak masyarakat untuk ikut terlibat dalam proses pengawasan. Hal ini agar seleksi secara mandiri dapat terlaksana secara transparan dan akuntabel. Seleksi mandiri oleh PTN harus berdasarkan seleksi akademis dan dilarang dikaitkan dengan tujuan komersial. Dengan mekanisme baru ini, masyarakat dapat berperan aktif dalam mengawasi proses seleksi secara mandiri di PTN.
”Transformasi seleksi masuk PTN yang lebih adil diharapkan akan mendorong perbaikan iklim pembelajaran di pendidikan menengah sehingga menghasilkan calon mahasiswa yang semakin kompeten. Sebab, bangsa yang maju selalu dapat memberi kesempatan kepada orang yang memiliki bakat dan bekerja keras,” kata Nadiem.
Rektor Universitas Negeri Padang, Ganefri , menyambut baik transformasi seleksi masuk PTN agar muncul lebih banyak bibit unggul dari berbagai latar belakang yang turut berkompetisi secara adil untuk mengenyam pendidikan tinggi. ”Banyak anak-anak kita yang berpotensi, tetapi berada dalam status ekonomi rendah sehingga mereka merasa kalah bersaing duluan. Dengan pola tes yang sekarang, tidak ada diskriminasi dalam hal ini. Orangtua juga dapat memberi akses pendidikan yang lebih luas kepada anaknya,” kata Ganefri.
Kepala SMAN 1 Lembang, Jawa Barat, Suhendiana Noor menyambut baik kebijakan yang terintegrasi antara pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. ”Kami senang karena apa yang kami ajarkan di sekolah nyambung antara literasi, numerasi, dan penguatan karakter dengan sistem seleksi di PTN. Ini akan memotivasi guru untuk lebih percaya diri dalam mengajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan,” ujar Hendi.
Menteri Nadiem juga menyinggung salah satu poin dalam transformasi seleksi di mana soal tes yang diujikan pada seleksi berdasarkan tes akan berfokus pada penalaran dan pemecahan masalah. Dengan demikian, kata Nadiem, tidak ada lagi tes mata pelajaran tertentu maupun soal-soal hafalan.
Mewakili orangtua siswa, Astuti Andriyani dari Yogyakarta menyampikan kebijakan transformasi seleksi PTN akan mengurangi beban belajar anak. Di SMA, anaknya belajar 15 mata pelajaran, lalu ikut lagi bimbingan belajar untuk mempersiapkan tes masuk PTN yang fokus kepada rumus, hafalan, serta harus mempelajari tips jitu mengenali karakteristik soal.
”Dengan penyederhanaan soal UTBK ke model soal penalaran, anak tidak perlu menyediakan waktu maupun materi khusus. Sebab, materinya sudah menjadi satu kesatuan dalam pembelajaran sehari-hari di kelas. Lagipula, pengutamaan soal-soal penalaran ini lebih bermanfaat untuk mempersiapkan kompetensi anak-anak dalam mengasah pola pikir yang kritis dan logis sesuai dengan kondisi di dunia kerja nanti,” ujar Astuti.