Masih Ada Penggunaan Kawasan Hutan Tanpa Izin di Kalimantan Tengah dan Riau
Berdasarkan identifikasi KLHK, terdapat penggunaan kawasan hutan tanpa izin di Kalimantan Tengah seluas 750.000 hektar dan 1,4 juta di Riau. Penggunaan kawasan hutan tanpa izin ini mayoritas dilakukan oleh korporasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Kawasan hutan adat di Kinipan yang dibuka untuk perusahaan perkebunan sawit di Lamandau, Kalimantan Tengah, Rabu (9/9/2020). Kawasan adat itu masuk dalam konsesi perizinan sawit.
JAKARTA, KOMPAS — Hasil identifikasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan masih terdapat penggunaan kawasan hutan yang belum memiliki izin seluas lebih dari 750.000 hektar di Kalimantan Tengah dan 1,4 juta di Riau. Penggunaan kawasan hutan tanpa izin khususnya untuk sawit dan tambang ini mayoritas dilakukan oleh korporasi.
Hal tersebut disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar saat rapat kerja bersama dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2022). Salah satu agenda rapat tersebut adalah penyampaian hasil identifikasi subyek hukum perkebunan dan pertambangan di Kalteng dan Riau beserta tindak lanjutnya.
Siti menyampaikan, proses identifikasi dilakukan dengan menyusun peta awal untuk mengetahui luas kegiatan di kawasan hutan, seperti sawit, tambang, dan lahan terbangun untuk tanah obyek reforma agraria (TORA). Setelah itu, KLHK juga menurunkan 400 personel untuk mengidentifikasi kawasan hutan secara langsung di Kalteng dan Riau.
Alur proses penyelesaian ini berupa inventarisasi, penetapan data dan informasi, serta penyelesaiannya.
”Dari identifikasi, terdapat 53 subyek hukum yang berada di dalam kawasan hutan konservasi. Kemudian 5 subyek hukum berada di dalam kawasan pelestarian alam atau kawasan suaka alam dan 54 di dalam kawasan suaka margasatwa,” ujarnya.
Berdasarkan identifikasi peta awal dari citra satelit tahun 2021, penggunaan kawasan hutan di Kalteng tercatat seluas 1,2 juta hektar (ha). Dari jumlah tersebut, seluas 759.000 ha teridentifikasi sebagai subyek yang belum memiliki izin di bidang kehutanan dengan kegiatan sawit (653.000 ha), tambang (106.000 ha), dan penggunaan lainnya (46,64 ha).
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI
Salah satu lahan sawit yang ditanam di kaawasan hutan di Kabupaten Pelalawan Riau.
”Teridentifikasi luasan penggunaan kawasan hutan tanpa perizinan di Kalteng pada lima kelompok pengguna, yakni korporasi, masyarakat, perorangan, koperasi, dan pemerintah. Untuk luas penggunaan kawasan hutan yang terindikasi tanpa izin tetapi belum teridentifikasi seluas 15.000 hektar,” katanya.
Sementara peta awal penggunaan kawasan hutan di Riau tercatat seluas 1,8 juta ha dan subyek yang teridentifikasi belum memiliki izin, yakni 1,4 juta ha. Jumlah subyek tersebut terdiri dari 1,3 juta ha kegiatan sawit, 4.800 ha tambang, 85.000 ha kebun campuran, dan 2.700 ha untuk penggunaan kegiatan lainnya.
Apabila dilihat dari kelompoknya, penggunaan kawasan hutan yang belum berizin ini mayoritas dilakukan oleh korporasi. Di Kalteng, dari 759.000 ha yang teridentifikasi, korporasi mencakup penggunaan hutan sebanyak 82,37 persen atau seluas 625.000 ha. Adapun di Riau, korporasi mencakup sebanyak 37,72 persen atau seluas 545.000 ha.
Alur proses penyelesaian kegiatan terbangun dalam kawasan hutan merujuk pada sejumlah ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan serta PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
”Alur proses penyelesaian ini berupa inventarisasi, penetapan data dan informasi, serta penyelesaiannya. Dalam inventarisasi ini terkait Pasal 110A dan 110B tentang sawit, kebun, dan tambang juga kegiatan lainnya,” tutur Siti.
Dalam rapat kerja tersebut, anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Suhardi Duka, menyatakan bahwa data yang dipaparkan tersebut membuat pemerintah perlu memberikan pengawasan yang lebih ketat terhadap kawasan hutan. Ia pun mendorong KLHK untuk memastikan penggunaan hutan yang lebih adil bagi semua pihak khususnya masyarakat.
”Fakta sekarang penggunaan hutan ini belum adil karena yang dikelola masyarakat baru 150.000 hektar, kemudian TORA 254.000 hektar, dan swasta 11,83 juta hektar. Oleh karena itu, penggunaan hutan ini perlu lebih didorong untuk masyarakat dan TORA,” ucapnya.
Selain itu, dalam salah satunya kesimpulannya, Komisi IV meminta KLHK untuk melakukan penertiban dan evaluasi pemberian persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH). Penertiban dan evaluasi PPKH ini khususnya dilakukan di daerah-daerah dengan kuota yang telah melampaui batas.