Seluas 33,27 juta hektar telah mendapatkan izin usaha. Kegiatan sektor kehutanan memiliki keterkaitan ekonomi yang besar setelah pertanian dan perkebunan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan hutan produksi terus digencarkan untuk meningkatkan nilai ekonomi hutan. Saat ini, dari alokasi pemanfaatan hutan produksi untuk perizinan berusaha seluas 67,61 juta hektar, sebanyak 33,27 juta hektar telah dibebani izin.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto memaparkan, sesuai dengan surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, peta arahan pemanfaatan hutan telah dialokasikan untuk hutan produksi seluas 67,61 juta hektar.
Area hutan produksi yang telah dibebani izin seluas 33,27 juta hektar dan 32,50 juta hektar belum dibebani izin, serta 1,84 juta hektar hutan produksi berada di Pulau Jawa. Sementara untuk hutan lindung seluas 29,77 juta hektar, kawasan yang telah dibebani izin seluas 1,62 juta hektar dan 27,48 belum dibebani izin serta 670.000 hutan lindung di Pulau Jawa.
”Kawasan ini akan digunakan untuk menjadi basis dalam penyusunan peta arahan pemanfaatan hutan. Kawasan pemanfaatan hutan ini ada yang sudah dan belum disahkan RPHJP (Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang)--nya,” ujarnya dalam acara refleksi akhir tahun KLHK, di Jakarta, Sabtu (18/12/2021).
Menurut Agus, pengelolaan hutan lestari dari hulu, hili, hingga pasar mengacu pada konsep lima pilar, yakni kepastian kawasan, jaminan berusaha, produktivitas, diversifikasi produk, dan daya saing. Semua pilar ini sudah diimplementasikan, termasuk perangkat dan instrumennya. Akan tetapi, implementasi ini masih memerlukan penguatan kolaborasi, koordinasi, dan harmonisasi kepentingan.
”Spektrum multiusaha kehutanan ini amat luas dan beririsan dengan sektor lain serta membentuk konfigurasi bisnis dari kehutanan, seperti pangan, energi, sumber daya air, farmasi atau bioprospecting, dan pariwisata. Kita harus mendorong sektor kehutanan jadi sektor unggulan menuju ekonomi hijau,” katanya.
Spektrum multiusaha kehutanan ini luas dan beririsan dengan sektor lain serta membentuk konfigurasi bisnis dari kehutanan, seperti pangan, energi, sumber daya air, farmasi, dan pariwisata.
Agus menegaskan, ke depan multiusaha kehutanan akan menjadi konsep baru dalam penerapan berbagai kegiatan yang berupa pemanfaatan kawasan, hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta jasa lingkungan. Pemanfaatan hutan produksi mencakup enam skema izin dan tiga skema untuk hutan lindung.
Sepanjang tahun 2021, kinerja usaha kehutanan juga berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Tercatat dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga tahun 2021 meningkat 3,51 persen. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi pertumbuhan positif 2,59 persen.
Sementara sektor usaha kehutanan, produksi kayu bulat, kayu olahan, dan hasil hutan bukan kayu meningkat diiringi kenaikan nilai ekspor produk olahan kehutanan. Pertumbuhan nilai ekspor produk olahan hasil hutan pada kuartal ketiga tercatat 20,55 persen dan 25,37 persen pada kuartal keempat.
Selain itu, jumlah dokumen ekspor yang diterbitkan oleh KLHK sebanyak 230.000 dokumen dengan volume produk olahan hasil hutan seberat 16,2 juta ton. Hal ini juga diiringi dengan fasilitasi sertifikasi kepada 200 kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) orientasi ekspor.
Capaian tertinggi
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menuturkan, sampai dengan November 2021 kinerja ekspor sektor kehutanan mencapai 13,36 miliar dollar AS. Angka ini sekaligus menjadi capaian tertinggi sepanjang sejarah ekspor hasil hutan Indonesia.
”Diharapkan angka ekspor ini minimal mencapai 14 miliar dollar AS pada Desember 2021. Capaian ini sangat mengesankan di tengah situasi pandemi Covid-19. Capaian ini tidak terlepas dari dukungan sektor hulu, yakni perizinan perusahaan pemanfataan hasil hutan,” ujarnya.
APHI juga mencatat, dalam lima tahun terakhir, produksi hutan bukan alam rata-rata 5,9 juta meter kubik per tahun. Adapun realisasi sampai November 2021 mencapai 4,92 juta meter kubik. Capaian produksi hutan bukan alam ini relatif stabil dari tahun ke tahun di tengah kondisi pandemi yang menurunkan kinerja semua sektor.
Guru Besar Bidang Kebijakan Kehutanan IPB University Dodik Nurrochmat menambahkan, kegiatan sektor kehutanan memiliki keterkaitan ekonomi yang besar setelah pertanian dan perkebunan. Terhentinya kegiatan ekonomi di sektor kehutanan berpotensi berdampak terhadap sektor perekonomian lainnya.
”Kita harus meyakinkan sektor lain bahwa kehutanan ini memiliki peran yang sangat penting terhadap perekonomian. Efek domino yang ditimbulkan akan cukup besar bila kita tidak memperhatikan sektor kehutanan,” ujarnya.