Bangunan cagar budaya adalah bangunan berusia minimal 50 tahun dan memiliki arti khusus bagi sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan agama. Bila bangunan hilang, hilang pula keping sejarah Indonesia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Memelihara bangunan cagar budaya tidak hanya butuh komitmen, tapi juga biaya besar. Kendati ada bantuan dana dari pemerintah, dana pemeliharaan mandiri tetap bisa diupayakan oleh pemilik dan pengelola bangunan. Salah satu caranya ialah dengan memanfaatkan bangunan cagar budaya untuk kegiatan modern.
Pemandangan tak biasa tampak di bagian luar gedung Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel di kawasan Gambir, Jakarta, pada 12-14 Agustus 2022. Ada panggung yang lumayan besar, lengkap dengan sistem pencahayaan dan suara untuk konser Jazz Goes to Immanuel. Di sisi selatan gedung ada berbagai kios makanan yang didatangi penonton saat rehat.
Konser yang baru pertama kali digelar pihak gereja itu terbuka buat umum. Pendapatan dari konser bakal digunakan buat memelihara gedung gereja. Kebetulan Gereja Immanuel merupakan bangunan cagar budaya nasional.
Wacana untuk memelihara bangunan cagar budaya itu muncul sekitar tahun 2000. Butuh waktu bertahun-tahun hingga akhirnya seluruh warga gereja satu suara untuk menjaga gedung gereja. Pada 2006, komitmen melestarikan gedung gereja tercapai. Perbaikan gedung pun dimulai.
Beberapa tahun lalu, kondisi gedung gereja yang dibangun pada tahun 1834-1839 itu cukup buruk. Cat di bagian luar gedung terkelupas. Kusen-kusen pintu yang terbuat dari kayu rapuh dimakan rayap. Padahal, kusen itu salah satu struktur penopang bangunan.
Tempat duduk jemaat yang ada di lantai atas juga mengkhawatirkan karena lapuk dimakan usia. Pihak gereja khawatir jika ada banyak orang di area atas. Walakin, jumlah jemaat tak terbendung di momen Natal. Jumlah jemaat saat ibadah Natal pernah mencapai 800 orang, padahal kapasitas maksimal gereja hanya untuk 500 orang.
”Kami sampai harus menjaga di atas agar jemaat tidak bertumpuk,” kata Ketua IV Pelaksana Harian Majelis Jemaat GPIB Immanuel Jakarta Rico JPH Sihombing, Sabtu (13/8/2022).
Adapun kayu-kayu di gereja rusak karena salah ditangani pada tahun 1970-an. Saat itu, gedung dicat dengan cat akrilik. Cat tersebut rupanya menahan kelembaban yang terperangkap di dalam dinding.
Rico mengatakan, Gereja Immanuel adalah gedung berpori yang menyerap kelembaban dari tanah. Kelembaban lantas dilepaskan melalui dinding.
Cat akrilik yang sifatnya menahan air otomatis menahan jalan keluar kelembaban. Hal ini memicu munculnya rayap. Kini, cat itu sudah dikupas dan diganti dengan cat buatan Jerman untuk bangunan berpori.
Perbaikan gereja dilakukan secara bertahap sejak 2006 hingga sekarang. Langkah pertama yang dilakukan adalah membentuk tim konservasi dari internal gereja. Pihak gereja juga mencari gambar kerja gereja seperti denah, potongan, dan tampak. Gambar kerja tidak ditemukan walau sudah dicari hingga ke Belanda (dulu gereja dibangun dengan dana pihak Belanda). Gambar pun dibuat ulang. Material dan kondisi gereja juga diteliti.
Hal ini melibatkan berbagai pihak, seperti arsitek yang sering terlibat pemugaran bangunan tua, almarhum Han Awal. Ada juga perguruan tinggi yang meneliti jenis kayu yang digunakan untuk kusen pintu gereja.
Pada 2014, sisi utara dan barat gereja dipugar. Tangga putar, pintu, dan fasad gereja juga diperbaiki. Pada 2021, Pemprov DKI Jakarta terlibat dalam revitalisasi gereja yang selesai pada Desember 2021. Revitalisasi itu antara lain mencakup instalasi lift dan pendingin udara, penataan taman, perbaikan kayu, dan konservasi orgel pipa kuno.
Orgel itu dipesan Dewan Gereja ke pembuat orgel di Belanda pada 1839. Orgel yang memiliki 1.116 pipa ini dipasang di Batavia pada 1843. Pada tahun 1985, orgel diperbaiki dan dibersihkan secara besar-besaran. Konservasi kembali dilakukan pada 2021 secara jarak jauh dengan ahli di Belanda.
”Perbaikan jadi dilakukan dari jauh karena pandemi Covid-19. Arahan diberikan dari Belanda, lalu pelaksanaannya di Jakarta. Orang gereja yang paham orgel diminta untuk mengawasi perbaikan,” kata Rico.
Rp 1 miliar
Adapun perbaikan dan pemeliharaan bangunan cagar budaya ini butuh dana besar. Pemeliharaan setidaknya butuh Rp 1 miliar per tahun. Dana itu biasanya diperoleh dari persembahan jemaat di kotak khusus konservasi.
Kegiatan (konser) di Gereja Immanuel itu gagasan bagus. Selain mempromosikan gedung gereja sebagai ikon, ini juga jadi sumber dana untuk operasional gedung. (Norviadi Setio)
Kepala Bidang Perlindungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Norviadi Setio mengatakan, revitalisasi oleh Pemprov DKI Jakarta menggunakan dana APBD. Ia tidak menyebutkan jumlah dananya. Ia menambahkan, pemilik atau pengelola bangunan cagar budaya dapat mengajukan bantuan dana ke pemerintah jika kesulitan.
”Kegiatan (konser) di Gereja Immanuel itu gagasan bagus. Selain mempromosikan gedung gereja sebagai ikon, ini juga jadi sumber dana untuk operasional gedung,” katanya.
Tanggung jawab pemeliharaan gedung cagar budaya memang ada di tangan pemilik dan pengelola. Hal ini sesuai UU Cagar Budaya. Namun, tidak semua pengelola dan pemilik bangunan mampu membiayai pemeliharaan gedung tua. Di sisi lain, kapasitas pemerintah untuk memperhatikan bangunan cagar budaya terbatas.
”Mengacu pada Surat Keputusan (Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993), ada lebih dari 196 bangunan cagar budaya. Tidak semua bisa kami perhatikan. Jadi mesti dipilah dan dipilih mana yang urgen diberi dana perbaikan, lalu dimonitor,” tutur Norviadi.
Kepala Pusat Konservasi Cagar Budaya DKI Jakarta Linda Enriany mengatakan, bangunan cagar budaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti bisnis. Dengan demikian, cagar budaya tidak hanya menjadi bangunan tua tak terawat. Sebagian pendapatan bisnis dapat disisihkan untuk merawat bangunan.
Bekas lahan pabrik dan rumah dinas Perumahan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), misalnya, diubah menjadi M Bloc Space yang kini jadi tempat nongkrong anak muda Jakarta. Di sana ada gerai grosir, kafe, restoran, hingga aula. Meski tidak terdaftar sebagai bangunan cagar budaya, M Bloc Space merupakan preseden baik untuk menghidupkan bangunan tua.
”Dalam memanfaatkan bangunan cagar budaya, kita tetap harus memperhatikan keamanan bangunan agar tidak rusak. Perhatikan juga akses dan keselamatan (bangunan dan pengunjung),” ucap Linda.